Pertama, kesempatan.Seorang rektor memiliki akses ke berbagai sumber daya universitas, termasuk anggaran dan proyek-proyek besar. Hal ini membuatnya memiliki kesempatan untuk memperkaya diri secara tidak sah.
Kedua, kekuasaan. Sebagai pemimpin universitas, seorang rektor memiliki kekuasaan yang besar. Hal ini bisa membuatnya merasa bahwa ia memiliki hak istimewa. Keistimewaan ini uang memungkinakan ia bisa melakukan apa saja yang ia inginkan, termasuk mengambil uang secara tidak sah.
Pimpinan perguruan tinggi seperti rektor, dekan, dan pejabat struktural memiliki kuasa besar dalam pengadaan barang/jasa dan penerimaan mahasiswa jalur mandiri. Hal ini dapat memunculkan kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi. Meskipun demikian, kita jangan menggenalisasi Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandiri di PTN itu sarat korupsi.
Ketiga, tekanan. Seorang rektor juga bisa merasa tertekan untuk mencapai target atau memenuhi kebutuhan universitas dalam waktu yang singkat. Hal ini bisa membuatnya tergoda untuk melakukan tindakan korupsi agar bisa mencapai tujuan tersebut dengan lebih cepat.
Keempat, persaingan. Dalam beberapa kasus, persaingan antar calon rektor atau dekan juga menjadi faktor pemicu terjadinya tindakan korupsi. Persaingan antar calon rektor atau dekan yang dinamis dan saling sikut. Namun persaingan ini sepertinya juga bisa terjadi antar para rektor yang mungkin berambisi untuk menaikkan peringkat universitas.
Kelima, kompleksitas sistem pendidikan dan kurangnya pengawasan. Pengawasan dapat menjadi faktor terjadinya tindak pidana korupsi di sektor pendidikan. Salah satu faktor pendorong terjadinya korupsi di sektor pendidikan adalah kompleksitas sistem pendidikan dan kurangnya pengawasan.
Keenam, lingkungan. Lingkungan di sekitar rektor juga bisa memengaruhi perilakunya. Jika lingkungan di sekitarnya korup, maka kemungkinan besar rektor juga akan terpengaruh dan terlibat dalam tindakan korupsi.
Namun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua rektor atau pemimpin institusi pendidikan terjebak dalam tindakan korupsi. Ada juga banyak pemimpin yang berintegritas dan bertanggung jawab serta mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Strategi Mencegah Korupsi di Perguruan Tinggi Melalui Pendidikan Antikorupsi dan Reformasi Birokrasi
Terdapat beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mencegah korupsi di perguruan tinggi. Salah satunya adalah memberikan pendidikan antikorupsi kepada seluruh sivitas akademika. Termasuk didalam upaya ini adalah pentingnya peningkatan moral dan etika dalam dunia pendidikan.
Selain itu, reformasi birokrasi dan pembentukan Satuan Pengawas Internal (SPI) juga dapat dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan. Pendekatan preventif melalui peningkatan moral melalui pendidikan, juga menjadi faktor kunci dalam pencegahan korupsi.