Organisasi publik memiliki tanggung jawab besar terhadap masyarakat. Pimpinannya memiliki tanggungjawab untuk menyampaikan visi dan misi, dan mentargetkan program kerjanya.Â
Juga memotivasi agar organisasinya dapat terus berbenah. Termasuk didalamnya, memberikan contoh dan keteladanan untuk tetap hidup bersahaja dan tak bermewah-mewah.
Kita menemukan dengan potret yang besar, gaya hidup para pejabat dipertontonkan dengan vulgar. Akibatnya, gaya hidup dan kebiasaan yang dilakukan oleh pejabat publik bisa menimbulkan persepsi negatif masyarakat.Â
Seperti halnya ketika pejabat memamerkan kendaraan mewah atau memiliki sumber kekayaan yang tidak jelas. Karenanya, jangan memamerkan kekayaan atau gaya hidup mewah yang bisa menimbulkan persepsi negatif masyarakat.
Ada yang berpendapat, apabila kendaraan mahal atau mewah tersebut diperoleh dan dibeli dengan uang halal dan gaji resmi, maka mengendarai dan memamerkan kendaraan itu dapat dianggap atau dikategorikan telah melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik.
Dalam kasus tertentu, pejabat yang hidup mewah dan tidak normal dibandingkan pendapatannya bisa memicu kecurigaan masyarakat. Mereka patut diduga memiliki sumber pendapatan lain yang tidak jelas.
Masalah tersebut semakin diperparah ketika pejabat publik mengungkapkan curhatannya secara terbuka di media sosial atau di ruang publik.Â
Pejabat yang geram, marah, atau kecewa dengan organisasinya via medsos dapat menimbulkan persepsi negatif masyarakat. Bahkan malah bisa membuat publik meragukan integritas organisasi tersebut.
Selesaikan Masalah di Internal Saja, Jangan Giring Opini di Dunia Maya
Bila ada masalah, lebih elok selesaikan secara internal. Sudah selayaknya perbaikan organisasi harus dilakukan secara internal, dan tidak dengan instruksi publik atau curhat di ruang publik. Melalui medsos di dunia maya misalnya.Â