Wisata bencana sebagai wisata edukasi bisa saja diberlakukan apabila proses mitigasi oleh pemerintah dinyatakan selesai dan mendapat izin dari tokoh atau pemuka daerah setempat. Plus persyaratan lain yang berlapis. Lebih jauh, area bencana juga lebih jauh bisa dijadikan sebagai wisata edukasi. Khususnya pada jejak kehancuran, kematian, dan bagaimana upaya masyarakat untuk menata kembali kehidupan normalnya, lalu dikemas sedemikian rupa. Syukur-syukur itu bisa menghidupan emotional spiritual quotient yang mengikutinya.
Peran untuk melaksanakan wisata edukasi ini juga bisa "diambil alih" oleh YouTuber dan masyarakat perfilman. YouTuber bisa membuat liputan dari potongan liputan media yang sudah ada. Mereka bisa memanfaatkan potongan tayangan2 yang sudah diliput media mainstream dan mengolahnya menjadi sebuah tayangan yang mendidik. Lebih jauh juga diharapkan dapat menggugah kedekatan penontonnya pada Allah Yang Maha Menggenggam Segalanya. Selain YouTuber, komunitas pecinta film juga bisa membuat film dokumenter bencana alam ini sebagai bagian literasi kebencanaan untuk generasi yang akan datang.
Baik wisata bencana maupun produk film dokumenter, itu bisa juga dikemas untuk meningkatkan empati dan rasa kemanusian, sekaligus menggalang dana atau donasi pada lembaga yang amanah dan terpercaya untuk menyalurkannya. Bisa juga dikemas sebagai ilmu pengetahuan mengenai kebencanaan, tanggap darurat, prosedur evakuasi di area bencana, dan lain-lain.
Jadi, jangan sampai wisata bencana itu hanya sebatas menghadirkan perjalanan wisata atau isian waktu luang demi memenuhi rasa kekepoan saja. Tapi lebih dari itu, mereka harus banyak belajar dan bisa melihat secara langsung "situs" bencana setelah pemerintah memperbolehkannya dan mendapat izin pemuka atau tokoh masyarakat setempat.
Wisata Bencana disatu sisi bisa menimbulkan rasa kurang aman bagi wisatawan yang akan berkunjung ke daerah itu. Namun itu sebenarnya bisa disiasati dengan syarat berlapis. Utamanya adanya kajian, dasar legislasi, keterlibatan kelembagaan terkait, pendanaan dan keterlibatan masyarakat yang terdampak. Seperti :
1. Area bencana sudah selesai di tahap rehabilitasi yang dinyatakan oleh pemerintah.
2. Ada kajian khusus dari lintar disiplin ilmu dan profesi untuk menguji bagus tidaknya, layak tidaknya dan siap tidaknya suatu daerah dijadikan wisata bencana.
3. Mendapat izin khusus dari pemda setempat, tokoh / pemuka setempat dan keterlibatan masyarakat yang terdampak.
4. Ada dasar legislasi, dan koordinasi kelembagaan terkait.
5. Waktu dan durasi kunjungan bila dirasakan perlu harus dibatasi, misalnya cukup beberapa waktu saja setelah proses rehabilitasi selesai dilakukan.
6. Jumlah kunjungan wisata bencana bisa dijadikan modal untuk membangun kembali roda kehidupan mereka.