Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sudah 5 Hari Pak, Saudara Saya Hilang Kontak..."

25 November 2022   17:15 Diperbarui: 25 November 2022   18:59 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar 2 gallon minum siang ini yang datang ke rumah saya, auranya agak berbeda. Raut wajahnya tak seperti biasanya. Nampak dingin, lebih serius, dan ia lebih sering melihat kebawah. Tak seperti biasanya begitu, dimana ia selalu datang dengan sigap dan riang. Malah saya selalu kalah, karena ia lah yang lebih sering menyapa duluan daripada saya. Namun sekarang, sepertinya ada sesuatu yang cukup serius, atau berat ia pikirkan.

Dengan sangat hati-hati, perlahan saya tanyakan kabar dia dan keluarganya seperti biasa. Seperti biasa pula, ia jawab - kali ini dengan suara datar - dengan kata-kata yang sama. Namun, tatapannya menunduk ke bawah. "Alhamdulillah, baik Pak. Semoga Bapak dan keluarga pun baik adanya".

"Gimana Kang, dengan kejadian gempa kemarin. Apa ada keluarga atau keluarga besar yang terdampak", tanya saya mencoba membuka dialog.

Dia menatap mata saya lekat-lekat, lalu menarik nafas panjang. Seolah ia ingin mengetahui, Si Bapak ini tanya basa-basi, atau benar-benar mau mendengarkan saya ? Tak lama kemudian, dengan suara perlahan ia pun menjawab.

"Itulah Pak, kami ini sekarang sedang berduka, mengungsi. Alhamdulillah, semua keluarga sih baik. Tapi istri, anak-anak saya, dan khususnya ibu saya sampai sekarang masih sangat ketakutan. Saya kerja disini sih ngak kerasa apa-apa, tapi kalau tinggal di sana, dan kebetulan rumah kami disana, itu kerasa banget pak. Apalagi ibu saya, ia selalu was-was setiap saat. Disini sih yang kemarin kerasa besar 2x, namun disana ada lebih 4x terasa sekali gempanya".

Lama juga Akang ini cerita tentang gempa, keluarga dan tempat pengungsiannya di depan dapur rumah. Sesekali ia menyelinginya dengan beberapa nafas panjang. Seolah, ia sedang mencari keseimbangan yang dengan nafas panjang itu, ia bisa untuk mengendalikan diri dan emosinya.

Cerita pun terus berlanjut. Saudara laki-laki dari istrinya itu hingga kini masih tak bisa dihubungi. "Los contact Pak. Udah 5 hari Pak, saudara dari istri saya hilang kontak. Udah sih dilaporin ke aparat desa, aparat kepolisian, dan BPBD. Udah juga dicari di tempat-tempat pengungsian. Namun hingga sekarang, belum juga ada kontak ke keluarga kami. In Syaa Allah, keluarga besar kami dari Tasik akan datang. Mereka akan bantu saudara dari istri saya itu. Doakan ya Pak, semoga bisa ketemu dan Selamat..."

Saat saya mau bertanya lagi, dia sudah mengambil 2 gallon kosong. Bersiap-siap mau pergi. Pertanyaan-pertanyaan saya yang masih tersisa, tak jadi saya utarakan. Saya tak mau mengganggu waktu kerja produktifnya, hanya karena kekepoan saya yang senyatanya ingin juga bantu meringankan bebannya.

Jadi, saat korban bencana atau orang yang sedih curhat, maka kita jangan hanya menyimak dan berempati saja. Namun juga ubah emosi kita dengan nada, gerakan dan kata positif yang tepat dari kita. Jangan sampai saat mereka sudah curhat, lalu mereka semakin sedih dan berkubang dengan kesedihannya. Ya, pandai-pandailah kita mengarahkannya. Karena dengan emosi yang salah, maka berturut-turut akan berdampak menjadi keputusan, tindakan, hasil, nasib dan hidup yang salah.

4 Pertanyaan Yang Meringankan Beban Korban Gempa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun