Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Awas, Dugem Itu Bikin Paranoid

23 November 2022   17:10 Diperbarui: 25 November 2022   15:48 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gempa (Foto: Getty Images/iStockphoto/Petrovich9)

Wajar dan manusiawi, bila saya sekarang menemui banyak orang di Cianjur jadi paranoid kalau ada gempa. Terlebih anak-anak. Sedikit gempa susulan saja, mata mereka terbelalak dan siap lari. Ada yang belajar di pintu jendela, dan banyak yang tidur di luar rumah. Malah ada yang sengajar tidur pakai alas tipis, agar bila ada gempa susulan akan cepat terasa dan tidak terlena.

Badan saya lemes Pak. Setiap malam, saya tidur dengan Mode Tidak Nyenyak. Saya set up otak saya seperti itu. Alas tidur juga saya pilih yang tipis, bantal juga saya pakai yang tipis. Kalau ngak begitu, saya takut ketiduran dan pulas. Saya khawatir kalau saya pulas, saat bangun, saya sudah di 'dunia lain'”, keluh seorang pemuda di sebuah toko elekronik.

Keluhan itu saya dapatkan saat siang tadi saat saya beli sesuatu di toko itu. Keluhan itu bukanlah keluhan yang mengada-ada. Namun real, kini jadi keluhan dimana-mana. Dalam bahasa sunda, hal ini disebut geugeumeueun, lebih kurang boleh disebut sebagai “agak parno” : paranoid.

Belum lagi, tak sedikit info di medsos yang ngeri-ngeri, dan selalu saja ada hoaks di dalamnya. Kalau tak hati-hati, maka kita akan sulit membedakannya. Mana berita yg benar, mana berita yang tidak benar alias hoaks.

Saat bencana terjadi, ada saja hoaks tentang dugaan gempa ("dugem"), menyebar di masyarakat. Tentu saja, kita harus percaya berita itu, selama berita itu keluar dari sumber resmi BMKG, lembaga resmi pemerintah lainnya, atau dari pakar yang diakui pemerintah. Diluar itu, jangan dipercaya !

Kini, saatnya kita menyadari mengenai fakta yang sesungguhnya mengenai negeri tercinta kita. Ya, statistik kegempaan, tsunami dan bencana alam memang tidak begitu menggembirakan di negeri ini. Indonesia sendiri merupakan negara yang rawan bencana geologi, khususnya gempa bumi.

Data ini perlu kita sikapi dengan bijak :

1. Empat lempengan bumi "reuni" di negeri ini : lempeng Indo-Australia, Eurasia, Pasifik dan lempeng Filipina, hingga berakibat pada aktivitas kegempaan dan vulkanik tinggi.

2. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 10.519 frequensi gempa bumi di Tanah Air sepanjang 2021. Jumlah tersebut naik 25,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 8.368 frequensi gempa bumi.

3. 83% wilayah Indonesia adalah rawan bencana alam.

4. Ada 129 gunung berapi di Indonesia senantiasa dipantau oleh pemerintah.

5. Sejak tahun 1990, hampir setiap satu-dua tahun terjadi gempa bumi dengan skala medium (5 SR -- 6,4 SR) sampai sangat besar (diatas 7,4 SR).

6. Musim hujan dan cuaca ekstrim yang kadang silih berganti serta banjir dadakan (banjir bandang) selalu saja terjadi di sejumlah daerah.

7. Pengetahuan tentang kegempaan, tsunami dan bencana alam harus kita miliki karena kita berada di negara yang rawan bencana.

Jangan mau mudah terkena isu !

Statistik kegempaan dan bencana alam itu, tidak harus serta merta menjadikan kita jadi hidup penuh kecemasan. Bisa jadi, orang mudah terkena isu & cemas karena dua hal : Pertama, tidak tahu atau tidak mau belajar untuk tahu. Dan kedua, kurangnya iman. Ilmu dan iman bila disinergikan, akan selalu jadi bioenergi bagi tindakan-tindakan produktif. Seperti ketenangan, kejernihan berpikir & ketinggian derajat hasil yang dilakukannya. Bersama BMKG & kajian resmi dari pemerintah, mari kita tingkatkan Crisis Quotient kita di Indonesia.

Lalu, pendekatan apa yang paling efektif guna meredam kegelisahan hingga kecemasan yang kini cenderung kian berlebih dan paranoid ? Gunakan pendekatan ilmiah dan pendekatan iman sekaligus !

Dalam teori psikologi excellency, yakni Neuro Linguistic Programming (NLP), disebutkan bahwa pikiran itu bukanlah benda mati yang membatu. Tapi lentur seperti tahu, yang bisa dibentuk ulang oleh pemiliknya. Pola-pola pikiran keliru (issue, mitos) dapat direkayasa, didekonstruksi atau "dibongkar-pasang" menjadi pola baru menjadi sistem kepercayaan baru, dengan ilmu !

Jangan mau dipenjara oleh pikiran kita sendiri

Untuk itu, isu dan anggapan salah kaprah tentang gempa / tsunami, bisa jadi pikiran yang membatu dan memenjarakan pikiran sendiri. Sebagai contoh, awan yang berbentuk memanjang vertikal atau seperti kerucut bukanlah pertanda akan adanya gempa / tsunami. 

Mitos-mitos dan legenda tertentu di gunung dan di lautan sudah saatnya hanya jadi dongeng penghibur dikala luang. Dan ancaman atau selebaran dari orang "pinter" bahwa akan ada gempa atau bencana alam lainnya, ah... anggap angin lalu saja !

Sebagai orang yang ingin menjadi "manusia autentik", kiranya kajian ilmiah (scientific) & akademis harus didahulukan. Info dan peringatan dini BMG & lembaga resmi pemerintah jangan disepelekan. Jalani hidup ini sebagaimana kehidupan normal adanya. Tidak sedih karena masa lalu, dan tidak takut di masa depan. Jalani hidup hari ini dengan berani, agar jiwa lebih terisi dan  lebih terisi dengan iman, ilmu dan akal.

Karena itu, kini kita sudah tahu, bahwa DuGem (dugaan gempa) dari WA, Telegram, SMS, medsos "orang gila" atau "dukun sakti", hanya akan bikin paranoid kita saja. Sadari sepenuhnya, bahwa gangguan kepribadian paranoid pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan dan aktivitas sehari-hari, serta kesehatan mental penderitanya.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari susahnya bala (bencana), tertimpa kesengsaraan, keburukan qada' (takdir), dan kegembiraan para musuh." (HR. Al-Bukhari)

Semoga kita senantiasa dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa & Maha Menggenggam. Aamiin yra..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun