Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanda-Tanda Nyata Kegagalan Kepemimpinan

12 November 2022   11:04 Diperbarui: 12 November 2022   11:22 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ciri kelima, sikap tanpa perasaan dan nyinyiran berhamburan. Jangan harap seorang leader dapat respek tugas yang kuat, bila pola pikirkanya dangkal. Wawasannya sempit, dan tidak ada sikap tegas dalam menegakkan keadilan. Di ruang publik misalnya, bila ada kebijakan publik yang tidak pro rakyat, maka yang ramai itu bukanlah berita dari kebijakannya itu sendiri. Namun nyinyiran netizen yang tak jarang jadi "hiburan panjang tersendiri" bagi yang membacanya.

Nyinyiran ini biasanya terlahir dari sosok pemimpin yang selalu bermental spion, atau membanggakan masa lalu. Bisa juga tercipta karena ia keras kepala, megalomania, tidak simpatik, atau egosentrik. Dalam kasus tertentu, sikap tanpa perasaan ini bisa melahirkan banyak hoaks, "surat kaleng", keluhan di "grup medsos tertutup", hingga gelombang unjuk rasa terbuka.

Ciri keenam, sikap tak peduli terus meluas dan meninggi. Ini sudah bahaya. Orang-orang sudah tak peduli lagi, skeptis, apriori, "terserah lu aje adeh", dan sikap-sikap sejenis itu. Tak ada engagement dalam setiap program. Orang hanya menghormati hanya karena dia punya kedudukan formal saja. Mentok, orang terpaksa menghormati karena ia punya position. Namun tak ada permission atau relationship, tak ada production atau pun result, tak ada yang cemerlang, hanya biasa-biasa saja. Jauh sekali untuk menerapkan people development yang berorientasi pada reproduction. Jangan tanya respek, karena orang-orang sudah tahu siapa pemimpinnya, dan bagaimana buruknya reputasinya. Bisa jadi, ia hanya sebuah boneka saja. Pemimpin boneka.

Pemimpin-pemimpin boneka juga ada pada beragam perusahaan besar dan perusahaan go public. Ada yang diangkat karena hutang budi, ada juga yang diangkat karena kedekatan. Yang lebih parah, ada pemimpin yang diangkat karena ia orang asing atau bule yang bisa dijual nanti di company profile perusahaan, bahwa perusahaan ini sudah mengimpor merekrut orang-orang dari luar negeri.

Ciri ketujuh, etos kerja biasa-biasa saja. Tanda etos kerja yang biasa-biasa saja dan budaya kerja "rata-rata yang datar" adalah banyaknya orang-orang berkompetensi tinggi dan professional, minta pindah, resign, atau minta pensiun muda. Etos kerja dan produktivitas yang biasa-biasa saja, bisa jadi terlahir karena ide-ide baru ditolak pemimpinnya. Bisa karena ia gengsi menerima ide itu, bisa juga dia tak melihat "cuan" yang bisa menguntungkannya.

Ciri kedelapan, empati tak terasa lagi. Pendapat dari orang-orang sekitar diabaikan. Tanda-tanda ini antara lain bercirikan bahwa ada atau tidak ada pimpinan, itu sama saja. Organisasi berjalan autopilot. Gaya manajemen otokratik sudah tak berjalan dengan efektif. "Yang penting jalan, target tercapai, dah cari aman saja ! Kalau pun tak tercapai, tinggal cari saja alasan-alasannya", begitu anak anak buahnya bersuara.

Ciri kesembilan, rekayasa jadi senjata. Drama-drama picisan ditampilan. Pencitraan ditebarkan. Namun, esensi kepemimpinan semakin jauh dirasakan.

Bila tanda-tanda kegagalan kepemimpinan ini terjadi di tempat kerja kita, siap-siap saja "loncat pagar". Pensiun dini, minta pindah ke bagian lain, resign, atau cari tempat kerja baru lagi yang lebih menghargai pengalaman dan kompetensi kita. Namun bila ini terjadi di kepemimpinan publik, ambillah sikap yang terbaik, lalu berdoalah :     

"Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik, serta bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, dan jadikanlah pemimpin kami sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada."

Aamiin ya Allah ya robbal alamin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun