Sungguh, sudah tak jamannnya lagi bila masih ada manager yang melakukan tugas ini. Memastikan kursi para karyawan terisi setiap pagi, dan memeriksa absensi bulanan mereka. Lalu, melihat tingkat kedisiplinan jam berapa mereka masuk dan pulang kerja, atau pun frekwensi dan durasi lemburan mereka. Pekerjaan ini sesungguhnya bukanlah pekerjaan manajer atau pun suvervisor. Ini pekerjaan level coordinator, level "mandor".
Benarkah seperti itu ? Saya kira, tidak juga. Bila proses pekerjaan itu ada dalam sebuah proyek atau target pekerjaan yang membutuhkan intensitas dan frekwensi koordinasi yang tinggi, maka disiplin seperti itu wajib adanya. Terlebih bila ini terjadi pada pekerjaan yang penting dan mendesak, dikejar target, atau saat ada crisis. Persiapan go public yang mepet, tugas humas atau KOL (Key Opinion Leader) Specialist saat ada isu negatif atau hoaks, kejadian ekstraordinari karena bencana, dan hal-hal sejenisnya yang dirasakan sebagai kondisi "keterdesakan".
Namun dalam kondisi normal dan rutinitas, aktivitas menghitung kursi yang kosong itu sudah tak jamannya lagi. Itu mah pekerjaan orang kuno. Standar produktivitas karyawan kaum milenial dan setelahnya, tak suka dengan cara ini. Jangan pastikan bahwa mereka semua sudah dan sedang bekerja, namun jauh lebih dari itu : pastikan mereka semua merasa terpanggil dan ada engagement untuk mencapai target personal dan timnya dengan baik, benar dan melampaui harapan manajemen.
Memastikan bahwa mereka sudah benar-benar bekerja akan mencederai perasaan mereka. Mereka lebih suka bila mereka lebih banyak dilibatkan, digali ide-idenya, dan membahas kreativitas dan inovasi mereka. Pada kasus-kasus tertentu, tak menutup kemungkinan membagi ulang pekerjaan yang dirasakan memberatkan, serta bersama-sama dan bekerjasama menyelesaikan target pekerjan itu dengan satu rasa : "Saya bersyukur bisa bekerja disini, hepi sepanjang hari, dan tertantang terus andrenalin ini"
Pimpinlah hati mereka, kelola isi kepala mereka. Ya, memimpin dengan hati dan mengelola dengan kepala rasanya jauh lebih bijak dibandingkan hanya mengawasi mereka dengan kepala saja. Tugas manajer adalah mendalami dimensi tantangan pekerjaan mereka sekarang itu seperti apa. Bisa jadi, dimensi pekerjaan mereka sekarang sudah banyak berubah dibandingkan 2-3 tahun yang lalu. Karena itu memverifikasi pekerjaannya adalah tindakan yang bijaksana. Termasuk memverfikasi capaian target pekerjaannya, kompetensinya, kendalanya, serta proses kerja dan produktivitasnya.
Intinya, membiarkan mereka memainkan orchestra pekerjaannya sendiri, adalah sebuah edifikasi yang akan mampu memompa ekplorasi potensi mereka. Biarkan juga mereka memilih kapan dan dimana mereka akan bekerja, karena kepercayaan melahirkan kepercayaan. Remote working, work from home, work from anywhere, bekerja komuting, dan sejenisnya, justru akan bikin mereka lebih bahagia dan lebih berdaya. Kita bisa memantau layar monitor mereka dengan EmpMonitor.com misalnya atau perangkat sejenisnya, dan detail monitoring yang dibantu dengan cloud collaborative monitoring tools. Orang IT lebih paham mengenai ini, sehingga kita bisa memantau siapa mengerjakan apa, sampai dimana dan beragam kendala yang banyak bisa dibahas secara online.Â
Sungguh kerja jarak jauh itu ide yang brilian. Dengan teknologi, segalanya bisa dimungkinkan. Hanya butuh kemauan yang kuat, adanya kantor virtual itu bisa dibiasakan.
Namun, bila kepercayaan yang sudah kita berikan tidak dijalankan dengan kesungguhan dan keseriusan, serta nyata-nyata tak punya niat baik, silakan bisikan dengan lembut di telinga mereka : "Silakan, bila mau berkarya di tempat lain. Stock kandidat yang telah melamar kesini dan ingin bekerja disini dan mereka bisa bekerja dengan cepat, akurat dan hebat, itu banyak !" Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H