Saat saya menulis, begitu banyak sensasi yang ingin tercurahkan dalam deretan kata dan tulisan. Kadang, saat membacanya lagi ada semacam kepuasan telah mampu mengabstrasikan seluruh pendapat dan pandangan yang tersimpan selama ini di dada dan di kepala saya.Â
Mungkin saat itu sedang flow, sehingga kata-kata terhambur begitu saja. Dan kebetulan pas. Atau, ada yang pernah bilang saat kita flow maka seluruh kemampuan akan mengalir harmoni penuh kekuatan.
Namun kadang pula, setelah beberapa lama saat tulisan itu saya baca lagi, saya jadi malu sendiri. Koq nulis kayak gitu sih. Malu-maluin, tidak terstruktur !
Ah, apa pun itu, bagi saya pribadi, menulis itu lebih banyak manfaatnya dari pada tidak menuliskan apa yang saya temukan, apa yang saya dapat, dan apa yang saya impikan. Menulis itu bagai sebuah petualangan : penuh tantangan, mengasyikkan dan tetap harus maju sampai di tujuan.Â
Bagi saya pribadi pula menulis adalah terapi hati. Melatih untuk berperasaan lebih halus dan peduli, untuk pencerahan, untuk memahami diri sendiri, untuk memahami orang lain, dan juga untuk memahami lingkungan. Besar harapan saya, dengan menulis saya tengah berupaya mengaktualisasi diri.Â
Menyalurkan ide, berpikir lebih mandiri dan berupaya untuk lebih kreatif, selain untuk "mempublikasikan" semangat berbagi. Ya, setidaknya untuk melatih kemampuan diri untuk melihat fenomena, trend, atau kejadian apa pun dunia ini secara lebih cerdas, dan lebih wise. Itulah sebagian manfaat dari menulis, dari sejumlah manfaat lain yang bisa kita dapat.
Disisi lain, dengan menulis saya pun mencoba untuk menghayati hidup dan kehidupan ini, sebagai bagian untuk mensyukuri atas karunia Allah SWT. Syukur-syukur memberikan inspirasi bagi orang lain. Atau siapa tahu sedikit banyak memberikan kontribusi dalam membangun peradaban dengan karya tulisan yang menggugah dan mencerahkan.Â
Dan bukankah Allah telah menjanjikan bahwa Allah akan mengangkat orang-orang yang berilmu beberapa derajat ?
Lebih jauh, idealisme saya adalah sedikit banyak ingin memberikan kontribusi dalam membangun peradaban dengan karya tulisan yang mencerahkan. Setidaknya untuk diri dan keluarga besar saya, untuk orang-orang yang saya cintai, dan untuk lingkar terkecil di seputar lingkungan di mana saya tinggal dan bergaul.
Sementara nilai-nilai dan sederet kata yang saya tuliskan di tulisan ini, kiranya akan mampu menjadi kekuatan pesan, yang senyatanya tidak hanya bisa disalurkan melalui sebuah buku. Tapi bisa disalurkan dalam sepucuk surat untuk orang yang kita cintai, sebait SMS, newsletter, webblog, obrolan keseharian, atau dakwah dan tausyiah.
Hanya saja, agar semua kata terekam dalam "keabadian", maka akan lebih bernilai rasanya bila disampaikan dalam sebuah buku, atau platform blogging seperti ini.
Menjadi penulis, tentu saja berbeda dengan blogger. Karena untuk menjadi blogger dibutuhkan kemampuan yang konsisten untuk memposting tulisannya di dunia maya. Karena itu, untuk menjadi blogger dibutuhkan kemampuan untuk mengenal teknologi tulis menulis. Menulis di platform wordpress.com, di kompasiana.com, tentu saja akan berbeda bila kita menulis di medium.com, atau pun di media lainnya.
Akhirnya, sejauh pengalaman saya menulis di berbagai platform, saya temukan setidaknya ada 8 pembeda antara penulis biasa dengan penulis pembelajar saat ia menulis.
#1. Bagi Orang Biasa, menulis itu sulit. Katanya diperlukan bakat khusus untuk menulis. Sebaliknya, yang diperlukan bagi Penulis Pembelajar untuk menulis hanyalah kesungguhan untuk mencoba dan memulainya. Ya, tuliskan saja dan biarkanlah saja ide itu mengalir ke samudra makna...
#2. Orang Biasa berkeyakinan, tidak semua orang bisa menulis. Sementara Penulis Pembelajar punya prinsip, dibutuhkan keberanian mulai menulis untuk jadi penulis. Menulis bukan hal yang sulit dilakukan. Coba saja untuk menumpahkan ide di kepala kepada tulisan (dengan isi jiwa dan keimanan). Itu saja. Sederhana, koq !
#3. Bila Orang Biasa menulis, mereka mengupayakannya agar pembaca senang, kagum dan buku-nya best seller. Sementara Penulis Pembelajar bila menulis, mengupayakan agar pada pembacanya terinspirasi, menyadar ifitrahnya, mensyukuri karunia-Nya, kreatif dan bertekad mengupayakan perubahan diri dan beraksi : mengubah keadaan.
#4. Orang Biasa mudah terhanyut dan merasa kagum pada apa yang dipaparkan penulis terkenal. Sementara Penulis Pembelajar merasa bersyukur, ada penulis yang menuliskan percikan karunia-Nya dan memberikannya kedalaman makna.
#5. Orang Biasa meyakini, ide bisa datang tak diundang kapan saja setiap saat. Penulis Pembelajar justru tertantang -- menjadi suatu keasyikan tersendiri -- saat mencari, menemukan dan menggali ide itu sendiri. Untuk itu, diperlukan semangat dan jiwa petualangan !
#6. Orang Biasa senang mengajarkan bagaimana menulis ikhtisar riwayat hidup / resume yang baik. Sedang Penulis Pembelajar mengajarkan bagaimana membuat rencana tertulis (road map, blueprint, proposal yang menjual) untuk pengembangan profesi, karir, bisnis dan investasi.
#7. Bagi Orang Biasa, menulis fiksi adalah mengarang dengan khayalan, agar mampu menghibur pembacanya. Tidak begitu bagi Penulis Pembelajar. Menulis fiksi itu perlu berpikir serius, punya tanggungjawab moral, memberikan pencerahan bagi pembacanya, dan karena itu harus cerdas.
Intinya, dalam bahasan ini, kita akan mendapat perolehan (ilmu, inspirasi, fasilitas, dukungan, motivasi, manfaatnyata) dan pendapatan (finansial, material, uang), bila kita menanamkan pembelajaran, kearifan, pengetahuan, i'tibar dan adab. Ringkasnya : Tanamlah learning, kau 'kan dapat earning !
#8.Tulisan yang baik dan benar bukanlah tulisan yang menghibur, namun lebih pada tulisan yang mencerahkan, menginspirasi, dan mendekatkan pembaca dan penulisnya pada Illahi. Dan semua itu harus dimulai dari niat yang lurus, hati yang bersih. Karena hati, hanya bisa disentuh dengan hati.
You are what you're think. You are what you're feel. You are what you're read. You are what your act. Take action, take it higher and over the top !!
Rasulullah SAW bersabda :
"Ya Allah, rahmatilah khalifah-khalifahku". Para sahabat menjawab, "YaRasulullah, siapakah khalifah-khalifahmu?". Beliau menjawab, "Orang-orang yang datang sesudahku, mengulang-ngulang hadist-hadist dan sunahku, dan mengajarkannya kepada orang-orang sesudahku". (HR Aridha)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H