Serbuan kapal-kapal nelayan China di Laut Natuna Utara, cukup menyita perhatian publik di minggu ini, baik di medsos maupun di media mainstream. Bahkan beberapa media masa nasional mengangkat isu ini cukup intens dan frekwentif. Ada yang membahas dari sisi keamanan geopolitik, kesiapan kekuatan armada angkutan laut, hingga kekuatan diplomasi kementrian luar negeri dan pentingnya pembentukan konsep Nelayan Nasional Indonesia.
Akibatnya, aspek ketahanan, pertahanan dan kedaulatan negara, sekarang ini kembali dipertanyakan dan dipermasalahkan. Meski masalah ini cukup luas dimensi dan cakupannya, namun tidak ada salahnya bila kita kembali mendudukkan masalah ini pentingnya memahami kepemimpinan stratejik jangka panjang.
Kepemimpinan sendiri, bisa kita lihat sebagai media agar kita bisa "hidup lebih lama" dari usia yang diberikan Tuhan kepada kita. Koq bisa ?
Ya, karena kita bisa mewariskan kepemimpinan yang baik, efektif dan berdampak ini kepada pengganti kita. Tentu saja dengan proses suksesi dari satu generasi kepada generasi pengganti berikutnya.
Meski kita sudah meninggal dunia misalnya, seorang pemimpin masih bisa memberikan kontribusi dan amal kebaikannya. Sebuah amal jariah yang akan terus menerus mengalir apabila kepemimpinan yang kita jalankan dapat dijalankan lebih baik pada periode pengganti selanjutnya.
Dengan kata lain, efektivitas seorang pemimpin dapat diukur dengan seberapa banyak ia bisa melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan berkualitas yang jauh lebih baik dari dirinya sendiri.
Sungguh suatu hal yang patut disyukuri, bila seorang pemimpin itu dapat meninggalkan legacy atau warisan kepemimpinan yang elegan, empatik dan berdampak nyata bagi orang-orang yang pernah dipimpinnya dan setelahnya.
Masalahnya sekarang, bagaimana strategi jitu kepemimpinan di jaman yang multidisruptif ini tetap dapat kita perankan sebagai pemimpin yang kuat, efektif dan transformatif. Menurut hemat penulis, setidaknya dibutuhkan 5 aspek penting ini yang bisa dijadikan sebagai strategi terkuat kepemimpinan efektif.
1. Karakter yang baik, yaitu menjadi sosok yang patut diteladani dengan akhlak yang baik. Yaitu pribadi yang jujur, cerdas, amanah dan komunikatif, terlepas dengan gaya kepemimpinan seperti apa dia memimpin.
2. Visi yang jelas. Yaitu visi yang akan membawa mindset, orang-orang, sistem dan organisasi yang akan dibangunnya menjadi lebih baik, lebih tinggi, dan memberikan kontribusi berupa manfaat nyata bagi bagi organisasi, orang-orang yang dipimpinnya dan lingkungannya.
3. Punya keunggulan bersaing baik dari sisi ilmu, wawasan dan ketajaman analisisnya. Keunggulan ini mutlak dan tak dapat diganggu gugat. Meskipun demikian, ia pun piawai untuk memerankan kepemimpinan spiritual, situasional, digital, sekaligus transformatif bagi perubahan mindset, kepemimpinan tim intinya, dan organisasinya.
4. Punya kemampuan relasional, intrapersonal dan komunikasi yang jelas, empatik dan persuasif dengan mempersiapkan suksesi kepemimpinan berikutnya. Konsep perubahan dalam menghadapi situasi yang multi disruptif ini dapat ia lengkapi dengan pendekatan perubahan penthahelix.
5. Memperhatikan detail dalam setiap pengambilan keputusan dan eksekusinya. Termasuk dalam pengertian ini adalah berpikir global, berselera internasional, berplatform digital, dan tetap bertindak mengeksekusi dengan penuh kearifan lokal.
Dari lima aspek diatas, penulis sangat berkeyakinan bahwa dengan menjalankan 5 strategi terkuat kepemimpinan diatas, kita bisa memimpin jauh lebih mudah, lebih cepat dan lebih efektif dan bisa kita terapkan di level apa pun dan di skala organisasi manapun.
@agungmsg
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI