Mohon tunggu...
agung marhaenis
agung marhaenis Mohon Tunggu... Administrasi - penulis

Pecinta kata, kopi, kuliner, dan kebun.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Makan Siang (Nyaris) Sempurna di Sisi Gunung Batur

12 Februari 2018   18:23 Diperbarui: 12 Februari 2018   18:32 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu empat orang turis mancanegara makan siang di Rumah Makan Batur Sari. Mereka berbincang renyah sambil mengudap makanan mereka. Kerenyahan perbincangan mereka setara dengan keripik bayam yang sedang saya gigit. Menyenangkan.

Sesekali tawa mereka berderai. Hal tersebut menjadi pertanda bahwa mereka merasa bahagia. Ketika saya perhatikan, sebagian besar pandangan mata mereka tertuju ke gunung yang menjulang di hadapan mereka, Gunung Batur.

Makan siang sembari melihat langsung Gunung Batur yang menjulang di hadapan mata, tanpa halangan apa pun memang menjadi sebuah pengalaman luar biasa indah. Apalagi siang itu udara cerah dan terasa sejuk membelai kulit. Makan sup hangat di siang yang sejuk adalah pilihan sempurna.

Saya pun menyeruput sup hangat berkuah kental yang terasa nikmat di tengah terpaan angin lembut. Sayangnya, seruputan sup tersebut saya lakukan dengan gelas, bukan mangkuk. Saat saya mengambil sup, tidak tersedia mangkuk. Agak janggal sih, walau bagi saya bukan masalah besar.

Setelah menyeruput sup hangat, saya mengambil secangkir teh hangat dan secawan buah. Ini kenikmatan yang saya rasakan selanjutnya. Pandangan mata saya sapukan dari Gunung Batur ke arah kanan. Di sana ada Danau Batur.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kabut mulai turun dari atas bukit perlahan-lahan. Sungguh indah dan romantis. Saya membayangkan bila saya duduk di situ bersama istri saya. So sweet and so romantic. Satu hari, saya akan mengajaknya ke sini. Niat itu saya sematkan kuat-kuat di hati.

Udara di pertengahan Januari 2018 kemarin memang sempurna untuk menikmati makan siang di seberang Gunung Batur. Kami makan di Rumah Makan Batur Sari, karena ada label "Halal Food" di rumah makan tersebut. Pilihan wajar, karena rombongan saya semuanya muslim.

Rumah makan ini menggunakan sistem buffet, jadi Anda bisa makan sepuasnya di sini. Harga yang harus dibayar untuk setiap orang adalah Rp135 ribu. Mahal atau murah? Relatif. Untuk harga buffet sih sebenarnya tidak mahal-mahal amat. Tapi kalau melihat menu yang disajikan mungkin terlihat kurang memuaskan.

Ayam gorengnya misalnya, potongannya kecil-kecil dan ternyata bagian sudut dada ayam yang lebih banyak tulang rawannya daripada dagingnya. Terus pasa saya lihat potongan lauk yang saya kira kalamari dan ikan, ternyata itu gorengan sayuran dengan dibalur tepung. Ada bawang bombay, terong, dan bayam goreng. Tapi harus saya akui bawang gorengnya enak. Renyah.

Soal rasa biasa-biasa saja. Tak terlalu istimewa masakan di rumah makan ini. Sate lilitnya juga dibawah harapan saya. Hanya berisi parutan kelapa dengan bumbu yang kurang ajib menurut ukuran standar saya. Sate ayamnya potongannya kecil-kecil. Seandainya makanannya rasa bintang lima, makan siang di seberang Gunung Batur ini akan menjadi makan siang yang sempurna.

Beruntung menu yang standar-standar saja tersebut terlupakan oleh keindahan pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur. Saya sangat merekomendasikan makan siang di sekitar Gunung Batur atau Danau Batur. Bagi Anda yang muslim, banyak rumah makan halal di daerah ini. Jadi tak perlu khawatir.

 Bila Anda menginginkan pemandangan sempurna sambil menyeruput teh hangat, tapi tak terlalu mempermasalahkan rasa makanan, rumah makan Batur Sari bisa jadi pilihan. Tapi bila citasara menjadi pertimbangan utama, saya sarankan mencari rumah makan lain---walau saya tidak tahu apakah rumah makan lain masakannya lebih enak atau tidak.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Satu yang pasti, makan siang di sekitar Gunung Batur dan Danau Batur adalah momen yang tak akan terlupakan dalam hidup saya. Menyeruput teh hangat sambil melihat awan berarak melintasi danau dan puncak gunung ibarat film dokumenter tentang keindahan yang diciptakan Sang Pencipta. Sempurna dan tanpa cela.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun