[caption id="attachment_271884" align="aligncenter" width="520" caption="Wagiran (bertopi) sedang memberikan penjelasan kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengenai budidaya lele (dok. pribadi)"][/caption]
Tidak akan ada yang mengira jika laki-laki berkulit gelap dengan berat badan 105 kg itu hanya lulusan SMP, saat berbicara dunia perikanan. Wagiran, demikian nama laki-laki pemilik suara keras menggelegar itu, mampu menjelaskan dengan runtut dan sistematis hal ihwal mengenai budidaya ikan lele dan gurami. Bahkan tidak jarang dengan fasih mengucapkan istilah dalam dunia perikanan dengan bahasa inggris dan bahasa latin.
Tidak akan ada yang mengira jika Wagiran, yang menjadi salah satu pionir budidaya ikan di Kulon Progo, mempunyai masa lalu yang kelam. "Masa lalu saya hitam kelam, sehitam kulit badan ini," ujar Wagiran, yang kini sukses dalam mengembangkan budidaya ikan di Kabupaten Kulon Progo. Menurut Wagiran, dunia hitam yang pernah dijalaninya sudah komplit, mulai dari preman jalanan, melakukan illegal logging di Kalimantan, hingga menjadi pengedar dan pecandu ganja dan narkoba.
Setelah insyaf dari dunia hitam, berkat bimbingan seorang kyai di Bandung, Wagiran mulai menekuni usaha dengan mengelola perikanan. Ilmu perikanan, yang diperoleh dari kyai yang menyadarkannya dari dunia hitam tersebut, mulai dikembangkan di tanah kelahirannya di Ngestiharjo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo sejak tahun 1997.
Bukan perkara mudah untuk mengembangkan dunia perikanan di tempat tinggalnya yang mayoritas petani tradisional. Bahkan tidak sedikit warga masyarakat yang mengejeknya, dengan ungkapan "untuk apa susah-susah bikin kolam ikan kalau di alam tersedia ikan yang tinggal diambil". Ejekan dan cemoohan tersebut tidak menyurutkan semangat Wagiran berbudidaya ikan.
Perlahan tapi pasti, usaha budidaya ikan yang dikelolanya mulai dilirik masyarakat setelah tahu hasil dari budidaya tersebut. Barangkali, saat itu, Wagiran tidak akan mengira kalau usaha budidaya ikan yang dengan susah payah ia bangun dan kenalkan kepada masyarakat, setelah lebih dari 15 tahun berkembang pesat tidak hanya di Kulon Progo tetapi juga DIY.
Keberhasilan Wagiran mengembangkan budidaya ikan tidak terlepas dari ketekunannya belajar, meskipun secara autodidak, dengan mencatat keberhasilan dan kegagalannya. Setiap proses budidaya dicatat, dan setiap keberhasilan akan segera ditularkan proses tersebut kepada pembudidaya ikan lainnya. Sedangkan untuk kegagalan akan dievaluasi terus menerus hingga menemukan strategi baru dalam mengelola ikan.
Salah satu hasil evaluasi yang cukup spektakuler adalah dikembangkannya kolam ikan dengan terpal. Model kolam terpal yang mulai dikenalkan Wagiran pada tahun 2002 ini langsung menyita perhatian masyarakat. Model kolam terpal yang dikembangkan Wagiran menjadi booming dan menginspirasi munculnya pembudidaya ikan baru sekaligus kelompok-kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) di Kulon Progo, yang sampai tahun 2013 ini tercatat sekitar 200 pokdakan.
Sejak saat itu, kesibukan Wagiran bertambah banyak. Beliau mulai kebanjiran permintaan menjadi pembicara di berbagai kelompok masyarakat, baik di DIY maupun Jawa Tengah. Rumah Wagiran juga tak pernah sepi dari tamu yang ingin konsultasi dan belajar seluk beluk budidaya ikan. Rumahnya juga pernah menjadi tempat pelatihan budidaya ikan yang diselenggarakan Majalah Trubus, dengan peserta dari seluruh Indonesia. Bahkan, lulusan SMP ini pernah diminta memberikan kuliah perikanan di UGM.
Kesuksesan dan kesibukannya yang luar biasa itu tidak menyebabkan Wagiran lupa dengan pembudidaya/pokdakan kecil. Beliau masih memiliki komitmen tinggi menularkan ilmunya kepada siapapun yang berminat mengembangkan budidaya ikan. Komunitas pembudidaya ikan di Kulon Progo mengenal Wagiran sebagai sosok yang entengan. Ia akan datang saat diminta memberikan bimbingan, meski lokasinya jauh dan harus berjalan kaki. Beliau tidak pernah meminta imbalan, bimbingan yang dilakukannya bersifat gratis dan dilakukan dengan ikhlas.
Keberpihakan Wagiran pada pemberdayaan masyarakat melalui sektor perikanan juga nampak pada saat Pemkab Kulon Progo hendak melakukan perubahan SOTK. Bersama-sama pembudidaya ikan lainnya (termasuk penulis) pada tahun 2007 membentuk Forum Silaturahmi Pokdakan (FSP) Kabupaten Kulon Progo dengan tujuan jangka pendek mengusulkan dan meloloskan berdirinya Dinas Kelautan dan Perikanan yang mandiri, tidak dompleng di Dinas Pertanian.
Sebagai wakil ketua FSP yang membidangi teknologi budidaya dan litbang, kesibukan Wagiran bertambah padat. Secara rutin beliau harus memberikan bimbingan kepada 120 pokdakan yang bergabung di FSP. Terlebih saat beliau pada tahun 2010 ditunjuk FSP menjadi manajer pemberdayaan masyarakat miskin melalui sektor perikanan yang mengelola dana bantuan dari Pemerintah DIY sebesar 2,5 milyar. Dana bantuan tersebut dengan manajemen yang tertata baik sampai saat ini masih bergulir bagi masyarakat miskin. Bahkan, seperti sering disampaikan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan anggota DPRD DIY, FSP dapat menjadi percontohan bagi kelompok masyarakat yang menerima bantuan pemberdayaan masyarakat dari pemerintah. Manajemen bantuan yang dikomadani Wagiran tersebut juga mendapatkan penilaian bagus dan tidak ada pelanggaran dari BPK.
[caption id="attachment_272258" align="aligncenter" width="520" caption="Berita di SKH Kedaulatan Rakyat (doc. kliping pribadi)"]
Kesuksesannya dalam budidaya ikan dan memberdayakan masyarakat melalui sektor perikanan diapresiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, dengan diangkatnya Wagiran sebagai Penyuluh Perikanan Swadaya DIY. Bahkan, penerbit Agro Media Pustaka tertarik untuk menerbitkan kiat suksesnya dalam budidaya ikan. Buku tulisan beliau yang berjudul "Kiat Sukses Budidaya Gurami di Kolam Terpal" terbitan Agro Media Pustaka (2010) telah dicetak ulang tiga kali. Apresiasi juga diberikan pihak perbankan dalam hal kemudahan pemberian kredit bagi sektor perikanan, yang sebelumnya terkenal sulit untuk memberika kredit di sektor perikanan. Fasilitas kredit murah dari bank juga diperoleh, yang tidak hanya dimanfaatkan beliau semata namun juga dapat diakses pembudidaya ikan binaannya dengan rekomendasi beliau.
Pemilik 150 kolam terpal ukuran 4 m x 8 m ini berkeyakinan dunia perikanan tidak akan pernah mati. Peluang usaha di sektor ini masih terbuka lebar, terlebih saat ini masyarakat sudah mulai gemar mengkonsumsi ikan. Masyarakat yang ingin memenuhi gizi keluarga dan menambah penghasilan dapat melirik usaha ini, sebab budidaya ikan model kolam terpal tidak membutuhkan lahan yang luas, air mengalir, dan ketersediaan waktu yang banyak. Sebagai gambaran untuk 3-4 kolam ukuran 4 m x 8 m hanya dibutuhkan waktu 30 - 45 menit tiap hari untuk merawatnya.
Wagiran, pria sederhana dan bersahaja dengan 2 putra, telah menetapkan hatinya untuk berkhidmat memberdayakan masyarakat melalui sektor perikanan. Beliau ingin menebus masa lalunya yang kelam menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H