Pengantar
Membahas tentang desa, apa yang muncul di kepala kita pertama kali saat mendengar kata desa? Hamparan sawah dengan pemandangan bukit, pohon-pohon hijau di sepanjangan jalan, aroma tanah yang terkena air hujan, udara dan embun pagi yang menyegarkan, rumah dengan pekarangan tanah luas, suara serangga yang saling bersautan saat malam tiba, dll. Artinya, saat kita membahas tentang desa, setiap diri kita mempunyai bayangan soal desa, bayangan itu terbentuk karena pembelajaran dan pengalaman yang telah kita alami berkaitan dengan desa.
Berdasarkan KBBI, desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri. Sedangkan, menurut UU No 6 Tahun 2014 tentang desa, desa adalah adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tulisan ini tidak akan memperdebatkan pengertian soal desa yang telah ada baik dalam KBBI, Undang-Undang, mapun berbagai pandangan ahli. Namun, tulisan ini akan mengurai desa dalam perspektif yang luas dan holistik. Oleh sebab itu, penggunaan kata ruang dalam sub judul diharapkan dapat memberikan cara pandang yang lebih luas ketimbang wilayah, sedangkan berpengetahuan, berimajinasi dan berharap, serta berpihak bagian dari proses dalam mengisi ruang desa tersebut.
Desa Ruang Berpengetahuan
Terdapat berbagai potensi yang ada di desa, tetapi ada 3 hal yang sulit hilang dari desa yaitu: pangan yang sehat, udara yang bersih, dan air yang jernih. Ini menandakan bahwa desa dengan segala bentang alam maupun sosialnya merupakan ruang berpengatahuan bagi kita bersama. Artinya, kita tidak dapat sekadar memandang desa sebagai objek untuk memiliki pengetahuan, namun kita harus menjadi desa sebagai ruang yang mendudukan desa sebagai subjek dan partisipan dalam berpengatahuan.
Ruang sendiri memiliki pengertian yang luas, tetapi ruang itu ibarat wadah atau tempat. Inilah yang menjadi dasar untuk menjadi desa sebagai ruang berpengetahuan bersama. Artinya, orang dari luar desa tidak memandang orang desa berbeda darinya, meskipun dalam padangan umum, bahwa orang desa itu lekat dengan kondisi kemiskinan, tradisional, dan terbelakang. Akan tetapi, dalam kondisi tersebut terdapat banyak pembelajaran dan pengetahuan yang dapat saling dipertukarkan melalui ruang desa.
Artinya, desa tidak sebatas ruang administrasi suatu wilayah melainakan lebih luas dari itu, desa adalah ruang untuk dapat mengetahui hidup lebih luas dan menghargai sebagai satu kesatuan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Pengetahuan adalah apa yang kita dengar, lihat, dan rasa. Artinya, pengetahuan itu berbeda dengan ilmu pengetahuan, kalau ilmu pengethaun telah memenuhi kaidah struktur logis ilmu seperti objektif, teruji, valid, dll. Sehingga, saat desa dijadikan sebagai ruang berpengetahuan, kita diminta untuk lebih dapat mendengarkan, lebih luas melihatnya, dan lebih merasakannya.
Desa Ruang Berimajinasi dan Berharap
Imajinasi adalah adalah angan-angan atau impian. Desa sebagai ruang imajinasi adalah upaya untuk menciptkan impian atau angan-angan terkait desa. Setiap orang memiliki imajinasi sesuai dengan kondisinya, serta imajinasi itu tidak terbatas. Desa merupakan ruang yang mempertemukan berbagai imajinasi manusia, baik yang ada di dalam desa maupun luar desa, bahkan bagi orang yang mengatur desa. Artinya, terdapat banyak imajinasi yang bermula dan berakhir di desa.
Imajinasi juga berarti kondisi yang tidak nyata dan ini biasanya bernada positif, artinya sesuatu yang bersifat dan bermakna baik, meskipun baik dan buruk itu sebenarnya semu dan tergangtung kesepakatan nilai yang dianut oleh orang di wilayah tersebut. Dengan segala sesutau yang dimiliki desa, desa dapat memberikan rangsangan bagi imajinasi-imajinasi terhadap berbagai hal berkaiatan dengan desa, seperti desa tanpa kemiskinan, desa dengan penduduk berpedidikan tinggi, dll.
Imajinasi ini dapat menjadi dasar dalam merwat harapan bagi perubahan-perubahan yang bertujuan bagi kebaikan bersama. Harapan adalah keinginan untuk menjadi kenyataan. Ini menjadi kata yang bukan hanya berarti sebagai tanda, melainkan ada spirit yang terkadung dalam harapan itu. Spirit ini menjadi modal penting bagi pembngunan desa, karena muncul dari dalam. Artinya, spirit itu tidka muncul karena paksaan.
Desa Ruang Keberpihakan
Berpihak memiliki arti untuk berposisi, desa sebagai ruang keberpihakan mengartikan desa sebagai wadah untuk mememiliki keperbihakan. Berpihak pada apa dan siapa? Pertanyaan bukan sedangkal itu, tapi berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Berpihak pada nilai keadilan masyarakat desa misalkan, memang tidak ada rumus rigid soal keadilan seperti apa yang dijalankan. Namun, saat ada upaya menuju nilai itu, maka secara tidak langsung berbagai tindakan dan perilaku telah menuju nilai tersebut. Bahkan, telah ada sejak dalam pemikiran.
Persepsi umum soal desa adalah wilayah yang memiliki banyak masalah, seperti kemiskinan, kesejahteraan, dll. Namun, justru dalam masalah tersebut, dengan adanya kepekaan rasa, kita akan memiliki keberpihakan pada nilai-nilai yang menyatukan. Desa bukan sebatas wilayah, tapi ruang yang didalamnya terdapat berbagai relasi-relasi dalam merayakan hidup. Artinya, desa juga bukan objek pembangunan dengan alasan keterbelakangan cara berpikir masyarakatnya. Namun, desa adalah subjek sekaligus objek pembangunan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H