Pandemi covid 19 telah membawah berbagai perubahan pada kehidupan kita. Hampir 3 bulan ini, kita sedang menjadi pelaku dan saksi dari proses perubahan itu, salah satu bidang yang menarik untuk kita cermati adalah pendidikan.
Pendidikan kita selama ini menitiberatkan pada fungsi dan peran institusi pendidikan, mulai tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruhan tinggi untuk mendidik anak-anak kita dengan jam yang teratur, tempat yang diatur, dan aturan yang mengatur secara rigid serta sistematis.Â
Namun, apakah hal tersebut berlaku saat ini? Oleh sebab itu patut untuk kita refleksikan bersama bagaimana peran dunia pendidikan dalam proses perubahan ini.
Berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuataan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa, dan negara.
Artinya, pendidikan didasarkan pada adanya institusi resmi yang melakukan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran.
Namun, coba kita kembali membuka sejarah pendidikan bangsa Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mengartikan pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilinginya, yakni kondrat alam dan zaman atau masyarakat.Â
Dari arti tersebut, kita dapat memahami bahwa dasar memahami pendidikan adalah diri manusia, dimana proses pendidikan berusaha memberikan kekuatan untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan sekitarnya.
Pengertian di atas adalah dua dari banyak pengertian lain soal pendidikan. Hal ini memberikan kita pemahaman bahwa pendidikan tersebut memiliki makna yang luas serta tergantung dari mana kita melihatnya untuk memberikannya arti dan pemahaman. Ada beberapa orang yang melihat pendidikan dari perspektif bisnis, dimana mengartikan pendidikan sebagai industri untuk menghasilkan keuntungan.
Ada sebagian lain memahami pendidikan sebagai dunia kompetisi untuk bertarung dan saling mengeksklusi serta sebagai lain yang memahami pendidikan sebagai tempat untuk pamer kekayaan orang tua.
Setidaknya, kita memahami bahwa pendidikan yang kita nikmati dan saksikan saat ini tidak memiliki arti tunggal dan proses mengartikan kata pendidikan itu sendiri tergantung dari latar belakang dan pengalaman sang pemberi definisi.
Namun, dua hal yang perlu kita garis bawahi bersama, bahwa pendidikan nasional kita telah lama kehilangan pondasinya, sehingga tidak terdapat visi yang jelas untuk mengembangkan arah dan tujuan pendidikan ke depan.