Agung Kresna Bayu, Ali Hidayat F, A Aryo LukisworoÂ
Sejak terjadinya krisis energi berbasis fossil fuel pada dekade 1970-an, persoalan energi alternatif menjadi wacana publik yang semakin dominan dan multi dimensional. Bukan saja aspek ekonomi, persolan energi alternatif juga berkaitan erat dengan aspek politik, sosial, dan budaya. Karena energi merupakan kebutuhan dasar manusia, maka terjadinya krisis energi praktis berdampak pada krisis multi dimensi.Â
Mau tidak mau manusia dituntut semakin kreatif untuk mengagas dan menciptakan energi alternatif terbarukan. Sumber potensial dari daya kreatif itu tentu saja terletak dan tertumpu pada generasi muda sebagai penerus cucu-cicit kehidupan, tak terkecuali kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi selama ini kaum muda belum diletakkan sesuai dengan potensinya.Â
Pandangan yang mengklaim kaum muda sebagai kelompok komsumtif, tidak produktif, belum dewasa, serta kebijakan negara yang tidak afirmatif menjadikan kaum muda hanya dipandang sebagai objek.
 Merujuk pada undang-undang kepemudaan nomor 40 tahun 2009, pemuda didefinisikan sebagai warga negara Indonesia dengan rentang usia 16-30 tahun, posisi pemuda menjadi semakin potensial saat mengaitkannya dengan terjadinya bonus demografi.Â
Lonjakan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dapat menjadi toxic atau tonic, posisi pemuda sebagai salah satu elemen usia produktif menjadikannya sebagai aktor yang menempati posisi potensial. Akan tetapi terjadinya stigma dan kebijakan yang tidak afirmatif terhadap pemuda menjadi problematisasi awal menyoal diskursus pemuda dan ketahanan energi.Â
Selama ini konsep pemuda dipandang sebagai generasi "antara", proses tersebut merupakan konstruksi secara biologis yang beranggapan terjadinya proses linieritas mulai dari anak-anak, pemuda, dan dewasa.Â
Konstruksi tersebut berkorelasi dengan wacana lain seperti ekonomi dan sosial-budaya, yang mana secara ekonomi pemuda dilabeli sebagai keloimpok yang tidak produktif dan komsumtif, selanjutnya penegasan posisi pemuda dikontruksi oleh wacana sosial-budaya yang memandang pemuda sebagai kelompok yang belum cukuip dewasa. Multi-diskursus tersebut memproduksi pemuda pada pandangan patologis.
Tilikan tersebut menghantarkan penulis untuk melihat posisi dan peran pemuda dalam pengembangan energi terbarukan berupa biogas di Desa Poncosari, Kabupaten Bantul.Â
Energi terbarukan memiliki dasar pengembangan dengan proses siklus atau pembaharuan, salah satu energi bersifat terbarukan yang dikembangkan adalah biogas.Â
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif serta teknik pengumpulan data berupa studi literatur, observasi, dan wawancara. Tulisan ini bermuara pada pertanyaan, bagaimana peran pemuda dalam pengembangan energi terbarukan biogas di desa Poncosari sebagai basis diversifikasi energi untuk menjaga ketahanan dan keamanan energi nasional?