Mohon tunggu...
Agung Firstianto
Agung Firstianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Postgraduate Universitas Mercu Buana

NIM: 55522110022 | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. | Mata Kuliah: Pajak Internasional | Program Studi: Magister Akuntansi | Jurusan: Akuntansi Pajak | Fakultas: Ekonomi Bisnis | Universitas: Universitas Mercu Buana |

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Semiotika de Saussure Untuk Memahami Special Purpose Vehicle

2 Desember 2023   14:37 Diperbarui: 2 Desember 2023   14:58 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi semiotika | Sumber gambar: Prof. Apollo (2012)

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yakni Semension yang berarti tanda, Semainon yang berarti penanda, dan Semainomenon yaitu makna yang ditandai atau indikasi (Yakin & Totu, 2014). Semiotika sebagai cabang ilmu pengetahuan memusatkan perhatian pada kajian tanda (sign) dalam berbagai bentuknya. Dalam ranah ilmu komunikasi, "tanda" menjadi kunci penting karena melibatkan kompleksitas interaksi makna yang disampaikan kepada orang lain melalui berbagai medium tanda. Proses komunikasi tidak hanya terbatas pada ekspresi bahasa lisan, melainkan juga melibatkan berbagai entitas seperti bendera, lirik lagu, kata - kata, keheningan, gerakan syaraf, peristiwa memerahnya wajah, rambut uban, lirikan mata, dan lain sebagainya. Semua elemen ini dianggap sebagai tanda yang dapat memberikan kontribusi pada pemahaman kompleksitas komunikasi manusia.

Pentingnya pemahaman terhadap tanda bukan hanya terletak pada keragaman bentuknya, tetapi juga pada keselarasan konsep yang digunakan. Untuk menghindari kesalahpahaman, diperlukan kerangka konseptual yang seragam dalam memaknai tanda - tanda tersebut. Meskipun demikian, realitasnya menunjukan bahwa masyarakat seringkali membawa pemahaman yang bersifat subjektif terhadap makna suatu tanda. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti latar belakang budaya, pengalaman pribadi, dan padangan individual yang bersama - sama membentuk landasan interpretasi masyarakat terhadap tanda - tanda yang ada.

Dengan demikian, semiotika tidak hanya menjadi sebuah kerangka teoretis yang menyelidiki aspek formal tanda, namun juga mencakup dinamika interpretasi di tengah masyarakat yang terus berubah. Pemahaman terhadap tanda sebagai medium komunikasi menjadi semakin kompleks karena adanya variasi interpretasi yang pada gilirannya memunculkan perbedaan pemaknaan di antara individu - indvidu. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap semiotika tidak hanya merinci struktur tanda, tetapi juga mencermati peran budaya dan konteks sosial dalam membentuk makna.

Ferdinand de Saussure menyajikan konsep - konsep yang sangat memengaruhi pemahaman tentang tanda dan bahasa. Dalam karyanya, "Course in General Linguistics," yang terbit secara anumerta pada tahun 1916, Saussure membahas semiotika sebagai ilmu yang mengkaji peran tanda dalam kehidupan sosial. Definisinya menyiratkan bahwa tanda bukan hanya unsur pasif, tetapi elemen yang aktif dan terlibat dalam dinamika kompleks kehidupan sosial. Saussure membedakan konsep simbol dan sign (Fanani, 2013). Konsep sentral dalam pandangan Saussure adalah hubungan yang erat antara sistem tanda (sign system) dan sistem sosial (social system). Dia menekankan konvensi sosial yang mengatur penggunaan tanda-tanda, menciptakan suatu norma atau pola yang diikuti oleh masyarakat. Konvensi ini mencakup pemilihan, pengkombinasian, dan penggunaan tanda dengan cara tertentu sehingga menghasilkan makna dan nilai sosial. Saussure dengan demikian membawa dimensi sosial ke dalam pemahaman tentang tanda dan menganggapnya sebagai bagian integral dari interaksi sosial.

Pentingnya konsep konvensi sosial ini adalah bahwa tanda tidak hanya berasal dari individual, melainkan hasil dari kerjasama dan pemahaman bersama dalam masyarakat. Dengan kata lain, terdapat suatu kesepakatan sosial yang membentuk cara manusia menggunakan tanda untuk berkomunikasi dan menyampaikan makna. Hal ini tidak hanya mengarah pada kajian linguistik, tetapi juga memperluas wawasan tentang dinamika budaya dan sosial.

Ilustrasi penjelasan sign, signifier, dan signified | Sumber gambar: Prof. Apollo (2012)
Ilustrasi penjelasan sign, signifier, dan signified | Sumber gambar: Prof. Apollo (2012)

Dalam pembahasannya, Saussure menekankan bahwa bahasa sebagai sistem tanda, memiliki struktur internal yang kompleks. Prinsip utama yang dijelaskannya adalah bahwa setiap tanda terdiri dari dua elemen esensial: yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Penanda adalah aspek materi dari bahasa, mencakup bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Di sisi lain, petanda melibatkan dimensi mental, seperti gambaran, pikiran, atau konsep yang terkait dengan penanda tersebut.

Pentingnya prinsip ini adalah bahwa makna tidak hanya terletak pada bentuk luar tanda, tetapi juga pada hubungan simbolis antara penanda dan petanda. Saussure membuka pintu untuk pemahaman lebih mendalam tentang bagaimana tanda - tanda membentuk makna, baik dalam konteks linguistik maupun konteks sosial yang lebih luas. 

Secara keseluruhan, pemikiran Saussure menawarkan landasan konseptual yang kaya untuk pemahaman tentang peran tanda dalam kehidupan sosial, linguistik, dan budaya. Pemahamannya tentang hubungan antara sistem tanda, konvensi sosial, dan struktur internal bahasa memberikan sumbangan berharga dalam memahami kompleksitas makna dan nilai yang terkandung dalam tanda - tanda yang kita gunakan sehari - hari.

Proses signifikansi menurut Saussure adalah hubungan antara tanda dengan realitas eksternal yang disebut sebagai referent. Dalam pandangannya, "objek" yang merupakan referent, dianggap sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Sebagai contoh, ketika sesesorang menggunakan kata "anjing" (signifier) dengan nada mengumpat, hal tersebut menciptakan tanda kesialan (signified).

Saussure mengibaratkan bahasa seperti karya musik. Baginya, untuk memahami sebuah simfoni, kita harus memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan dan tidak hanya fokus pada permainan individual dari setiap pemain musik. Demikian pula, untuk memahami bahasa, kita perlu melihatnya secara "sinkronis", sebagai suatu jaringan hubungan antara bunyi dan makna. Dalam perspektif Saussure, kita tidak boleh melihat bahasa secara atomistik atau individual.

Ilustrasi teori tanda Saussure | Sumber gambar: Prof. Apollo (2012)
Ilustrasi teori tanda Saussure | Sumber gambar: Prof. Apollo (2012)

Analogi ini membawa pemahaman bahwa makna dalam bahasa tidak hanya terletak pada elemen - elemen individu, tetapi terbentuk melalui relasi dan keterkaitan antarbagian dalam sistem bahasa secara keseluruhan. Konsep "sinkronis" yang diperkenalkan oleh Saussure menekankan pentingnya melihat bahasa sebagai suatu sistem yang saling terkait, mirip dengan cara kita melihat sebuah karya seni dalam keutuhannya. Dengan demikian, pandangan Saussure memberikan landasan bagi pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas makna dan struktur bahasa dalam kontek komunikasi.

Dalam konteks pajak, konvensi sosial dapat merujuk pada peraturan dan ketentuan pajak yang telah disepakati oleh masyarakat dan diatur oleh pemerintah. Pajak sendiri dapat dianggap sebagai suatu bentuk tanda atau simbol dalam konteks kebijakan fiskal. Konsep referent dalam signifikasi Saussure dapat dihubungkan dengan objek atau realitas eksternal dalam konteks pajak. Pajak dapat dianggap seagai tanda yang merujuk pada realitas ekonomi dan keuangan masyarakat. Proses signifikansi dalam hal ini mencerminkan hubungan antara tanda pajak dengan realitas eksternal, yaitu kondisi ekonomi dan keuangan yang menjadi subjek peraturan pajak. Analogi dengan karya musik dan cara Saussure melihat bahasa sebagai suatu sistem keseluruhan dapat diaplikasikan dalam konteks pajak. Sistem perpajakan membentuk sebuah kerangka yang kompleks, dimana setiap elemen atau aturan pajak berinteraksi satu sama lain. Melihatnya secara sinkronis seperti pandangan Saussure terhadap bahasa, dapat membantu untuk memahami bagaimana peraturan pajak saling terkait dan membentuk suatu struktur yang utuh.

Semiotika de Saussure dapat digunakan untuk Memahami Special Purpose Vehicle. Dalam kaitan semiotika de Saussure dengan Special Purpose Vehicle, konvensi sosial mencakup norma - norma yang diterima dalam masyarakat dan mengacu pada pandangan kolektif terhadap pembentukan dan penggunaan entitas hukum untuk tujuan perpajakan. Special Purpose Vehicle seringkali digunakan dalam praktik penghindaran pajak untuk memanfaatkan perbedaan aturan perpajakan di berbagai yurisdiksi. Pembentukan dan penggunaan Special Purpose Vehicle dapat dianggap sebagai konvensi karena masyarakat atau pelaku ekonomi dianggap menerima atau memahami bahwa penggunaan entitas semacam itu merupakan bagian dari strategi perpajakan yang sah. Norma - norma ini dapat mencakup pandangan bahwa pemilihan pengaturan perpajakan, termasuk penggunaan Special Purpose Vehicle, adalah tindakan yang dapat diterima untuk mengoptimalkan kewajiban pajak secara legal. Namun, konvensi sosial terkait dengan Special Purpose Vehicle juga melibatkan pertanyaan etika dan pertanggungjawaban. Meskipun praktik ini mungkin sah secara hukum, masyarakat dan pemerintah dapat memiliki pandangan berbeda tentang kepatutan dan keadilan dalam penerapan aturan perpajakan. Oleh karena itu, konvensi sosial terkait Special Purpose Vehicle mencakup kompleksitas nilai dan norma dalam masyarakat terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan peraturan perpajakan yang berlaku.

Selain itu, konvensi sosial berkaitan dengan transparansi dan tanggung jawab perusahaan. Masyarakat dapat menilai apakah penggunaan Special Purpose Vehicle oleh perusahaan sesuai dengan norma - norma perpajakan dan apakah hal tersebut dianggap sebagai praktik yang etis. Hal ini memperkuat gagasan bahwa konvensi sosial melibatkan tidak hanya penerimaan hukum tetapi juga pandangan dan penilaian masyarakat terhadap praktik - praktik tertentu dalam ranah perpajakan. Dengan demikian, keterkaitan konsep konvensi sosial dengan Special Purpose Vehicle dalam pajak membuka ruang untuk mendalami nilai - nilai sosial, pandangaan masyarakat, dan pertimbangan etika terkait dengan praktik perpajakan yang melibatkan penggunaan entitas hukum khusus seperti Special Purpose Vehicle.

Dalam pemikiran Saussure, referent atau objek adalah realitas eksternal yang diwakili oleh tanda. Dalam hal Special Purpose Vehicle, referensi bisa diartikan sebagai aktivitas bisnis atau aset yang dimiliki oleh Special Purpose Vehicle. Special Purpose Vehicle diciptakan untuk merujuk pada entitas atau aset tertentu, dan signifikansi Special Purpose Vehicle melibatkan hubungan antara entitas hukum ini dengan realitas eksternal seperti properti, piutang, atau proyek investasi.

Special Purpose Vehicle sering digunakan dalam praktik penghindaran pajak karena menciptakan kesempatan untuk merujuk pada kategori aset atau transaksi tertentu dengan perlakuan pajak yang berbeda. Misalnya, sebuah Special Purpose Vehicle yang dimiliki oleh perusahaan multinasional dapat dibentuk untuk memiliki aset tertentu di yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah, memanfaatkan perbedaan dalam sistem perpajakan global. Proses signifikasi dalam hal Special Purpose Vehicle mencakup cara Special Purpose Vehicle diinterpretasikan dalam konteks peraturan perpajakan yang mengatur aktivitas dan asetnya. Signifier (penanda) dalam hal ini bisa mencakup struktur hukum Special Purpose Vehicle, kepemilikan, dan dokumen perpajakan yang terkait. Signified (petanda) adalah bagaimana aset atau transaksi yang dimiliki oleh Special Purpose Vehicle diinterpretasikan dalam kerangka pajak, yang dapat mencakup perlakuan tarif pajak, penghapusan pajak tertentu, atau manfaat perpajakan lainnya.

Dengan menghubungkan konsep referensi dan realitas eksternal dalam konteks Special Purpose Vehicle, kita dapat memahami bagaimana penggunaan entitas semacam itu memanfaatkan perbedaan hukum perpajakan di berbagai yurisdiksi untuk mencapai tujuan tertentu. Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan Special Purpose Vehicle untuk penghindaran pajak dapat menimbulkan pertanyaan etika dan kepatutan dalam perpajakan global, mengingat hal tersebut dapat menciptakan ketidaksetaraan dan memerlukan perhatian khusus dalam perumusan kebijakan perpajakan global yang adil dan efisien.

Dalam konteks perpajakan dan Special Purpose Vehicle, konsep sistem keseluruhan mencakup semua elemen yang terlibat dalam penggunaan Special Purpose Vehicle untuk tujuan perpajakan. Special Purpose Vehicle tidak hanya terdiri dari struktur hukumnya, tetapi juga melibatkan kepemilikan, transaksi yang melibatkan Special Purpose Vehicle, dan dampak perpajakan dari setiap tindakan yang terkait. Keseluruhan sistem ini membentuk suatu kerangka yang kompleks, di mana setiap elemen saling terkait dan berkontribusi terhadap efek keseluruhan dari penggunaan Special Purpose Vehicle dalam konteks perpajakan. Analogi dengan karya musik menciptakan gambaran bahwa seperti dalam sebuah simfoni, di mana setiap instrumen dan nada saling melengkapi untuk menciptakan keharmonisan keseluruhan, begitu juga dalam perpajakan, setiap elemen Special Purpose Vehicle harus dipahami dalam konteks keseluruhan sistem perpajakan. Hal tersebut mencakup penilaian terhadap bagaimana keberadaan dan operasi Special Purpose Vehicle memengaruhi pendapatan pajak secara keseluruhan, apakah itu menciptakan kesenjangan perpajakan atau merusak prinsip-prinsip keadilan perpajakan.

Pentingnya perspektif sinkronis atau melihatnya secara bersamaan dalam kasus Special Purpose Vehicle diperkuat oleh kenyataan bahwa setiap perubahan dalam struktur atau operasi Special Purpose Vehicle dapat memiliki efek yang kompleks dan meluas pada sistem perpajakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, memahami Special Purpose Vehicle tidak hanya sebagai elemen individual tetapi sebagai bagian dari suatu sistem membatu para pembuat kebijakan dan penegak hukum untuk membuat keputusan yang lebih informan dan holistik. Perspektif sinkronis dalam mengkaji Special Purpose Vehicle dan perpajakan dengan mengadopsi analogi bahwa melihat Special Purpose Vehicle secara bersamaan adalah kunci untuk memahami hubungan antara entitas hukum tersebut dan realitas eksternalnya dalam kerangka perpajakan. Perspektif sinkronis dalam hal Special Purpose Vehicle menuntut untuk tidak hanya melihat elemen Special Purpose Vehicle secara terpisah tetapi juga memahaminya sebagai bagian dalam konteks interaksi dan keterkaitannya dengan lingkungan perpajakan yang lebih luas.

Dalam perpajakan, entitas seperti Special Purpose Vehicle seringkali tidak dapat dipahami sepenuhnya jika dilihat secara terisolasi. Dengan adopsi perspektif sinkronis, dapat dilihat bagaimana Special Purpose Vehicle berinteraksi dengan aturan perpajakan, transaksi lintas batas, dan struktur keuangan secara keseluruhan. Misalnya, penggunaan Special Purpose Vehicle dalam praktik penghindaran pajak mungkin melibatkan penciptaan struktur keuangan yang kompleks melibatkan beberapa yurisdiksi dan hanya dengan melihatnya secara bersamaa kita dapat mengidentifikasi dampak dan risiko yang mungkin timbul.

Dalam konteks global yang terus berkembang, dimana peraturan perpajakan dapat bervariasi secara signifikan antaryurisdiksi, perspektif sinkronis membantu pihak - pihak terkait untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan holistik terhadap kompleksitas penggunaan Special Purpose Vehicle dalam strategi perpajakan. Dengan demikian, perspektif sinkronis tidak hanya memberika gambaran yang lebih lengkap tetapi juga memungkinkan adaptasi yang lebih efektif terhadap dinamika dalam lingkungan perpajakan global.

Ilustrasi model pemikiran Semiotik Saussure | Sumber gambar: Dokumen pribadi
Ilustrasi model pemikiran Semiotik Saussure | Sumber gambar: Dokumen pribadi

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 127/PMK.010/2016 Tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle, dijelaskan bahwa setiap Wajib Pajak memiliki hak untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. Penerapan konsep semiotika Ferdinand de Saussure dalam memahami peraturan menghadirkan perspektif analisis yang menarik. Saussure memandang tanda sebagai entitas yang terdiri dari unsur - unsur bersifat relasional, dan ini dapat dihubungkan dengan cara kita membaca dan memahami struktur peraturan pajak seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 127/PMK.010/2016.

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, Saussure memandang tanda sebagai hubungan antara "penanda" (signifier) dan "petanda" (signified). Hubungan ini bersifat konvensional dan tanda ditentukan oleh posisinya dalam sistem tanda. Dalam peraturan pajak, setiap istilah atau frasa (tanda) memiliki makna tertentu yang dihubungkan dengan konsep atau aturan pajak tertentu (petanda). Hubungan ini harus diinterpretasikan sesuai dengan konvensi dan konteks hukum yang berlaku. Saussure menekankan pentingnya penggunaan tanda untuk menyampaikan makna. Pengungkapan harta dalam Surat Pernyataan dianggap sebagai tanda yang mentransfer makna mengenai kepemilikan harta dan utang. Surat Pernyataan yang menyertakan pengungkapan harta dianggap sebagai tanda yang menyampaikan informasi mengenai harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalaui Special Purpose Vehicle.

Adapun Saussure membedakan antara penanda (signifier) yang bersifat material dan petanda (signified) yang bersifat mental atau konseptual. Harta dalam konteks peraturan merupakan representasi konsep kepemilikan dan nilai yang dapat diwakili secara fisik atau dalam dokumen tertentu. Konsep harta, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, direpresentasikan dalam peraturan sebagai unsur material yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan. Saussure juga menekankan proporsi dan hubungan antara elemen-elemen dalam sistem tanda. Proporsi kepemilikan dan nilai dalam peraturan mencerminkan cara proporsi ini dihitung dan diinterpretasikan dalam konteks hukum. Peraturan memperinci bagaimana nilai harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak melalui proporsi kepemilikan dan perhitungan nilai Harta yang tidak langsung melalui special purpose vehicle.

Saussure menunjukan bahwa tanda memiliki daya mengesahkan atau meligitimasi dalam suatu masyarakat. Dalam konteks peraturan pajak, membayar pajak atau memanfaatkan pengampunan pajak menjadi tanda patuh terhadap aturan hukum. Menerapkan ketentuan peraturan dan memanfaatkan pengampunan pajak dianggap sebagai tanda kepatuhan terhadap hukum pajak. Melalui pendekatan semiotika de Saussure, dapat dilihat bahwa peraturan pajak sebagai suatu sistem tanda yang kompleks, dimana setiap frasa, istilah, dan konsep memiliki peran dalam membentuk makna dan aplikasi hukum. Interpretasi dan penggunaan konsep semiotika membantu menguraikan struktur bahasa hukum dalam peraturan tersebut untuk memahami implikasinya dalam konteks perpajakan.

Daftar Pustaka 

Fanani, Fajriannoor. (2013). Semiotika Strukturalisme Saussure, Jurnal The Messenger, 5(1), 10-15. http://dx.doi.org/10.26623/themessenger.v5i1.149 

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 127/PMK.010/2016 Tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle 

Yakin, H. S. M., & Totu, A. (2014). The Semiotic Perspectives of Peirce and Saussure: A Brief Comparative Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 155, 4-8. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.10.247

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun