Mohon tunggu...
Agung Firstianto
Agung Firstianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Postgraduate Universitas Mercu Buana

NIM: 55522110022 | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. | Mata Kuliah: Pajak Internasional | Program Studi: Magister Akuntansi | Jurusan: Akuntansi Pajak | Fakultas: Ekonomi Bisnis | Universitas: Universitas Mercu Buana |

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 4 Diskursus Income Tax Evasion, Allingham Sandmo

1 Oktober 2023   10:33 Diperbarui: 1 Oktober 2023   10:51 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Richard Villalonundefined undefined (istockphoto.com)

Pajak adalah nilai ekonomi yang diterima oleh pemerintah dan otoritas pajak di bawah pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang ditentukan oleh undang-undang (Cetin Gerger et al., 2019). Secara fungsional, pajak tidak hanya berfungsi sebagai penerimaan pemerintah guna membiayai belanjanya, melainkan juga untuk berkontribusi pada redistribusi pendapatan, stabilisasi ekonomi, dan alokasi sumber daya, yang secara simultan akan menciptakan pertumbuhan ekonomi (Stoilova, 2017). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang memiliki fungsi strategis untuk menopang pelbagai aktivitas ekonomi suatu negara.

Dengan merujuk pada data makroekonomi, jumlah penerimaan negara dalam aspek perpajakan di Indonesia selalu signifikan dibanding aspek penerimaan negara lainnya (Badan Pusat Statistik, 2022). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2022), realisasi pendapatan negara dari aspek penerimaan pajak dari tahun 2018 hingga tahun 2022 dibanding penerimaan negara lainnya selalu di atas 75 persen. Dengan melihat besarnya porsi penerimaan pajak pada penerimaan negara, dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap pajak sebagai penerimaan utama negara. 

Sumber: Badan Pusat Statistik 2022 
Sumber: Badan Pusat Statistik 2022 

Hilangnya potensi penerimaan penerimaan pajak negara yang diakibatkan oleh penghindaran pajak dilakukan oleh Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Tax Justice Network, diketahui pada tahun 2021 Indonesia mengalami kehilangan potensi penerimaan pajak sebesar 2,27 miliar dollar Amerika Serikat atau ekuivalen dengan 34,05 triliun rupiah (Tax Justice Network, 2021). 

Sumber: Tax Justice Network 2022
Sumber: Tax Justice Network 2022

Berdasarkan tabel potensi penghindaran pajak tahun 2021 terlihat bahwa kerugian dari kehilangan potensi penerimaan pajak yang berasal dari wajib pajak badan sebesar 2.210 juta dollar Amerika Serikat atau setara dengan 33,15 triliun rupiah. Wajib Pajak Badan memberikan kontribusi sebesar 97,36% dalam hilangnya potensi penerimaan pajak tahun 2021. Adapun Wajib Pajak Orang Pribadi memberikan kontribusi hilangnya potensi penerimaan pajak sebesar 2,64 persen yakni 60 juta dollar Amerika Serikat atau 0,9 triliun rupiah. Dengan mempertimbangkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki kemampuan yang rendah dalam meminimalisir hilangnya potensi penerimaan negara, dalam hal ini adalah penerimaan pajak. Cerminan tersebut menegaskan bahwa Indonesia harus meningkatkan kemampuannya dalam mengumpulkan pajak dengan memperhatikan aspek penghindaran pajak. 

Secara umum, penghindaran pajak adalah cara yang digunakan untuk mengurangi beban pajak (Blaufus et al., 2016). Istilah penghindaran pajak perusahaan didefinisikan sebagai pengurangan kewajiban pajak perusahaan secara eksplisit (Annuar et al., 2014). Penghindaran pajak menjadi studi yang sangat penting karena penghindaran pajak membatasi kemampuan negara untuk mengumpulkan uang dan menerapkan kebijakan karena pembayar pajak menemukan cara untuk mengurangi basis pajak mereka. 

Terdapat perbedaan secara konseptual antara penghindaran pajak (tax avoidance) dengan penggelapan pajak (tax evasion). Perbedaan konseptual antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak bergantung pada legalitas tindakan wajib pajak (Sandmo, 2004). Penggelapan pajak merupakan pelanggaran hukum. Adapun pelanggaran hukum yang dimaksud yaitu apabila wajib pajak tidak melaporkan penghasilan dari hasil usaha dan/atau modal yang pada intinya dikenakan pajak (penghasilan kena pajak sesuai dengan aturan undang-undang), maka Wajib Pajak tersebut melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga dapat dikenakan tindakan berupa sanksi administratif atau tindakan berupa penegakan hukum lainnya dari pihak yang berwenang. Dalam konteksi penggelapan pajak, Wajib Pajak khawatir akan kemungkinan tindakannya terdeteksi. Adapun penghindaran pajak masih berada dalam kerangka hukum undang-undang perpajakan yang bersifat hukum legal. Hal ini terdiri dari pemanfaatan celah dalam undang-undang perpajakan untuk mengurangi kewajiban perpajakan seseorang. Contoh dari penghindaran pajak yakni seperti mengubah pendapatan tenaga kerja menjadi pendapatan modal yang dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah (Sandmo, 2004).

Wajib pajak memiliki pilihan untuk patuh atau tidak patuh ketika mendeklarasikan pajaknya. Allingham & Samo (1972) mengasumsikan bahwa perilaku wajib pajak berpegang pada aksioma Von Neumann-Morgenstern mengenai perilaku di bawah ketidakpastian. Utilitas marjinal diasumsikan berada positif dimanapun dan cenderung menurun, sehingga seorang individu bertendensi menghindari risiko (risk averse). 

Struktur model Allingham Sandmo bersandar pada momentum Wajib Pajak ketika mereka mendeklarasikan pajaknya, yaitu mengenai berapa pajak yang harus dideklarasikan dan berapa pajak yang harus digelapkan (tidak dideklarasikan). Berdasarkan struktur model Allingham Sandmo, simplifikasi yang tidak realistis terjadi karena struktur model Allingham Sandmo menganggap semua pendapatan yang telah dimiliki Wajib Pajak tidak diketahui oleh fiskus. 

Jika mengambil contoh di Indonesia, pihak pemberi kerja wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan kepada pihak yang bekerja di perusahaan dan menyetorkan pemotongan pajak tersebut, dan memberikan bukti potong kepada pihak yang dipotong pajak penghasilannya. Dengan demikian, fiskus sudah mengetahui karena data yang diberikan pemberi kerja menjelaskan penghasilan Wajib Pajak yang dipotong pajaknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa struktur model Allingham Sandmo tidak dapat menganalisis semua bagian pemajakan, dan hanya menganalisis bagian pemajakan yang dapat digelapkan saja.

Tingkat denda dan probabilitas pendeteksian juga diperhitungkan di dalam struktur model ini. Struktur model Allingham Sandmo mengimplikasikan bahwa tingkat denda pajak yang tinggi atau tingkat probabilitas deteksi penggelapan pajak yang tinggi oleh fiskus membuat Wajib Pajak bertendensi untuk kurang berani melakukan penggelapan pajak. Selanjutnya, struktur model Allingham Sandmo juga mengasumsikan jika para Wajib Pajak yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi akan meningkatkan penggelapan pajak mereka karena mereka lebih rela berhubungan dengan aktivitas yang berisiko. 

Mengenai pengaruh tarif pajak marjinal reguler, model Allingham Sandmo menjelaskan bahwa kenaikan tarif pajak mempunyai dampak ambigu terhadap penggelapan pajak. Ambiguitas ini hadir karena tingkat pajak yang tinggi akan membuat Wajib Pajak lebih miskin sehingga sehingga mereka kurang bersedia mengambil risiko. Disisi lain, terdapat efek substitusi yang berjalan ketika penggelapan pajak dilakukan, karena penggelapan pajak akan meningkatkan pendapatan kotor (gross income).

Efek substitusi struktur model Allingham Sandmo yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya terjadi karena tingkat denda bersifat tetap (fixed) ketika tarif pajak reguler meningkat. Sehingga perbedaan antara tarif penalti dan tarif pajak reguler turun, dan hal ini meningkatkan insentif untuk tidak melaporkan pendapatan. Dalam model Allingham Sandmo, terdapat efek substitusi positif pada penggelapan pajak karena denda neto, yakni selisih antara tarif penalti dan tarif pajak reguler yang turun ketika tarif pajak meningkat. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa efek substitusi ini akan terjadi dengan mendasar pada asumsi yang lebih umum namun lebih lemah, yaitu bahwa tarif penalti meningkat kurang dari sebanding dengan tarif pajak. Ambiguitas teoritis dalam kasus struktur model Allingham Sandmo ini lebih mewakili kepercayaan populer dan bahkan mungkin sistem perpajakan yang sebenarnya.

Adapun struktur model Allingham Sandmo juga mempertimbangkan kasus-kasus, dimana probabilitas deteksi yang dilakukan oleh fiskus lebih bersifat bervariasi dengan jumlah yang dilaporkan. Dengan asumsi yang mereka berikan, terlihat bahwa prediksi model Allingham Sandmo mengenai efek dari peningkatan tingkat denda dan pergeseran positif dalam fungsi deteksi probabilitas terus ditahan. Denda yang lebih tinggi dan kemungkinan terdeteksi yang lebih tinggi, keduanya berfungsi sebagai pencegah penggelapan pajak.

Fungsi probabilitas harus diambil untuk merefleksikan keyakinan wajib pajak mengenai kebijakan yang diambil oleh fiskus atau Direktorat Jenderal Pajak (dalam kasus Indonesia). Struktur model Allingham Sandmo menggunakan asumsi bahwa lembaga pemungut pajak (fiskus / Direktorat Jenderal Pajak) percaya bahwa orang kaya cenderung lebih banyak melakukan penggelapan pajak. Di sisi lain, model Allingham Sandmo juga berasumsi bahwa fiskus / Direktorat Jenderal Pajak sama sekali tidak mengetahui tentang penghasilan Wajib Pajak yang mungkin tidak realistis.

Contohnya masyarakat dapat diharapkan untuk mengetahui profesi Wajib Pajak dan tingkat pendapatan yang terkait dengan profesi tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk setiap jenis profesi, hipotesisnya adalah ketika pendapatan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak (pada konteks ini yang memiliki profesi tertentu dengan tingkat pendapatan yang realistis dengan profesinya) mendekati atau melebihi tingkat normal, kemungkinan pendeteksian yang dilakukan fiskus akan menurun.

Agar penggelapan pajak lebih efektif atau optimal dari sudut pandang Wajib Pajak, Struktur model Allingham Sandmo menyatakan bahwa terdapat kondisi yang harus dipenuhi. Kondisi tersebut berupa tingkat denda yang diekspektasikan lebih kecil dibanding dengan tarif pajak reguler. Struktur model Allingham Sandmo mengasumsikan jika tingkat denda bertarif dua kali lipat dibanding dengan tarif pajak reguler, maka kemungkinan atau probabilitas pendeteksian oleh fiskus akan cukup tinggi untuk mendeteksi penggelapan pajak. Hasil yang diberikan dari model matematis Allingham Sandmo memberikan implikasi bahwa Wajib Pajak terlalu rasional atau terlalu sinis dibandingkan dengan kepribadian mereka yang sebenarnya.

Daftar Pustaka

Allingham, M. G., & Sandmo, A. (1972). Income tax evasion: A theoretical analysis. Journal of Public Economics, 1(3-4), 323-338. https://doi.org/10.1016/0047-2727(72)90010-2.

Annuar, H. A., Salihu, I. A., & Obid, S. N. S. (2014). Corporate Ownership, Governance and Tax Avoidance: An Interactive Effects. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 164, 150–160. https://doi.org/10.1016/J.SBSPRO.2014.11.063

Badan Pusat Statistik. (2022). Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah), 2018-2022. https://bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html.

Blaufus, K., Hundsdoerfer, J., Jacob, M., & Sünwoldt, M. (2016). Does legality matter? The case of tax avoidance and evasion. Journal of Economic Behavior and Organization, 127, 182–206. https://doi.org/10.1016/j.jebo.2016.04.002.

Çetin Gerger, G., Bakar Türegün, F., & Gerçek, A. (2019). The Importance of Tax Literacy in Tax Compliance, Suggestions to Be Developed in the Case of Country Applications. In 34. International Public Finance Conference (pp. 209–215). Istanbul University Press. https://doi.org/10.26650/pb/ss10.2019.001.032.

Sandmo, A. (2005). The Theory of Tax Evasion: A Retrospective View. National Tax Journal, 58(4), 643–663. http://www.jstor.org/stable/41790296.

Stoilova, D. (2017). Tax structure and economic growth: Evidence from the European Union. Contaduria y Administracion, 62(3), 1041–1057. https://doi.org/10.1016/j.cya.2017.04.006.

Tax Justice Network. (2021). The State of Tax Justice 2021. https://taxjustice.net/wp-content/uploads/2021/11/State_of_Tax_Justice_Report_2021_ENGLISH.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun