Mohon tunggu...
RM Agung Dian Perdana
RM Agung Dian Perdana Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer FIM Jambi

Agung adalah seorang Laki-laki dengan kesibukan sebagai Pembantu Pembina Pramuka di SMP Negeri 7 Kota Jambi dan menjadi relawan di Volunteer FIM Jambi sejak 2018. Lulusan Teknik Informatika 2019 di STMIK Nurdin Hamzah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mentafakuri Negeri Tirai Besi

10 Februari 2020   22:35 Diperbarui: 10 Februari 2020   22:42 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia adalah tempat yang telah disediakan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk belajar. Belajar tentang tanda-tanda yang telah Allah sebarkan di segenap penjuru bumi. Pada kenyataannya, hidup itu sendiri adalah proses belajar.

Semakin manusia mempelajari suatu hal, semakin ia sadar bahwa masih banyak lagi hal-hal lain yang belum ia ketahui. Manusia kemudian mencari dan mencari, belajar dan belajar lagi, tanpa henti, hingga akhirnya Allah-lah yang menghentikan manusia, yaitu dengan kematian.

Dalam menuntut ilmu manusia tidak boleh membatas-batasi diri. Ilmu bisa dicari dimana saja. Dari surau-surau kecil di pelosok dusun, dari orang-orang berilmu di negeri dimana sungai Nil mengalir dan membelah 9 negara, dari sebuah tempat di mana Syeikh Ahmad Khan bertekad membangun Cambridge-nya umat Islam yaitu Aligarh, atau dari para guru yang hidup di Negara dengan 4 musim seperti saat saya belajar di Rusia.

Kenapa harus Rusia? Kenapa harus di kota antah berantah yang belum tentu ada masjid di setiap kotanya? Kenapa tidak? Setiap inci bumi adalah bumi Allah. Dimanapun berada, carilah rahasia Allah di sana.

Rusia, siapa yang tidak tahu negeri Tirai Besi atau yang terkenal juga dengan sebutan Beruang Merah ini?

Negara dengan catatan sejarah yang fenomenal, sistem politik dan militer yang kuat, sastrawan-sastrawannya yang mendunia seperti Leo Tolstoy dengan War and Peace, dan masih banyak lagi hal yang akan muncul di pikiran setiap orang saat mendengar kata Rusia.

Namun, bagaimana dengan pendidikan di Rusia? Bagaimana Indonesia dan Rusia menjalin hubungan kerjasama dalam bidang pendidikan selama ini?

Dari tahun ke tahun jumlah mahasiswa Indonesia yang mengambil studi di Rusia semakin bertambah. Hal ini sangat bertolak belakang dengan jumlah mahasiswa Indonesia di Rusia saat saya berkuliah di sana beberapa tahun lalu, yaitu hanya mencapai 130-an orang yang sebagian besar adalah penerima beasiswa Pemerintah Rusia. 

Jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah mahasiswa dari negara tetangga Indonesia seperti Malaysia yang mencapai 3000 orang dan Vietnam yang mencapai 6000 orang, padahal Rusia merupakan negara besar, memiliki hak veto di PBB dan maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut saya, Rusia saat ini telah menjelma menjadi negara yang demokratis dan menerima banyak perbedaan di dalamnya. Islam sendiri menjadi agama dengan penganut terbesar di Rusia setelah Kristen Ortodoks.

Hubungan Indonesia-Rusia memang sempat vakum dalam beberapa waktu pada periode 1965-1995 dimana tidak ada mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Rusia. Namun sekarang hubungan keduanya kembali erat, ditandai dengan  semakin banyaknya kerjasama dalam bidang pendidikan antara Rusia dan Indonesia.

Kuliah di Rusia bisa menjadi salah satu pilihan studi bagi mereka yang suka akan tantangan dan kehidupan yang benar-benar berbeda dari negara-negara Eropa pada umumnya.

Cuaca yang ekstrem, kehidupan bermasyarakat dengan kultur yang unik dan sangat baru, belum lagi ditambah dengan sistem belajar yang disampaikan dalam bahasa Rusia. Terutama bagi seorang Muslim, berkuliah di Rusia sarat dengan pergolakan batin.

Pergaulan Rusia yang begitu bebas, pandangan-pandangan yang tidak bersahabat terhadap pakaian Muslimah (kerudung), begitu juga budaya-budaya asli mereka yang banyak bertolak belakang dengan nilai luhur budaya Islam dan Indonesia.

Tapi, di situlah letak jihad dalam menuntut ilmu. Di situlah mengapa Allah menjanjikan syahid bagi seorang yang meninggal dunia karena menuntut ilmu. Menuntut ilmu selalu disertai perjuangan, air mata, jatuh dan bangun, kegagalan, batu kerikil di sepanjang jalan, bukit-bukit yang terjal, tapi jangan khawatir, insya Allah janji-Nya adalah nyata.

Menjadi mahasiswa Muslim di Rusia
Dalam menuntut ilmu, begitu banyak senjata yang harus disiapkan.Terlebih lagi jika kita menuntut ilmu di negeri orang. Mengutip nasihat Imam Syafi`i tentang bagaimana menuntut ilmu, ada enam aspek yang perlu diperhatikan seorang pencari ilmu, yaitu kecerdasan (dzaka), ambisi (hirsh), kesungguhan (ijtihad), dana (dirham), berinteraksi yang baik dengan guru (shuhbatul ustadz), dan terakhir, waktu yang panjang (thuluz-zaman). Menuntut ilmu di Rusia adalah sepenuhnya merupakan terapan dari nasihat Imam Syafi`i tersebut. Tidak akan mudah mempelajari materi yang diberikan dalam bahasa Rusia kecuali kita dengan sungguh-sungguh menelaah dan mempelajari dengan baik tentang bahasa Rusia itu sendiri. Memang diperlukan kegiatan belajar ekstra karena bahasa yang kita akan pakai sehari-hari baik dalam perkuliahan atau komunikasi dengan para pengajar adalah bahasa yang sangat asing dan bukan bahasa ibu kita.

Ambisi dan kesungguhan wajib menjadi dasar setiap mahasiswa Indonesia untuk tetap bertahan di negeri beruang merah ini. Seringkali kesulitan dalam beradaptasi dengan makanan dan cuaca membuat badan menjadi mudah sakit dan tidak dapat menerima pelajaran dengan baik. Ini adalah salah satu konsekuensi yang harus dihadapi. Perubahan suhu cuaca yang sangat ekstrem hingga mencapai -30 derajat di musim dingin dan bahkan lebih, sulit menemukan makanan yang halal, tidak adanya masjid (terutama di kota-kota kecil) sehingga para laki-laki mengerjakan salat jumat di sebuah bangunan kecil di tengah pasar kota.

Imam Al-Ghozali berkata, "Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam..." Mengapa demikian? Karena ilmu pengetahuan dan agama adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan alias tidak dapat berdiri masing-masing. Tengok apa yang terjadi saat agama dipisahkan dari ilmu pengetahuan. Niscaya manusia akan beragama dengan kolot, dengan taqlid yang berujung pada kerusakan. Sebaliknya, apabila seseorang berilmu tanpa beragama, maka ia cenderung menuhankan akalnya, menuhankan dirinya. Lupa bahwa dirinya pun ada yang menciptakan.

Tantangan iman, akhlak, dan budaya

Bagi teman-teman yang berniat untuk menuntut ilmu ke negeri orang. Maka hendaknya mempersiapkan mental baja. Terutama belajar di negara-negara Eropa yang sama sekali tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupannya. Sehingga, saat kita berada di antara orang-orang yang "menguji" keimanan dan akhlak kita, maka kita tidak dengan mudah terguncang dan terbawa oleh arus kehidupan di sana. Begitu banyak bukti dan fakta yang menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswi muslim yang belajar di Rusia akhirnya "kebablasan" karena terlalu "toleran" dengan budaya-budaya sekitarnya dan juga karena bekal iman dan akhlak yang kurang memadai.  

Jadikanlah diri kita seorang pendakwah saat kita berada di negeri orang. Letakkanlah di bahu kita beban sebagai seorang Muslim dan Muslimah sebagai teladan yang baik dalam bidang apa pun. Tugas kita untuk menunjukkan kepada dunia bagaimana Islam yang sesungguhnya. Ambil ilmu sebanyak-banyaknya di mana pun kita belajar, baik itu di universitas ataupun dalam pergaulan sehari-hari. Ilmu yang baik kita adaptasi, namun yang kurang baik hendaknya kita ambil sebagai bahan pelajaran dan peringatan untuk membentengi diri lebih kuat lagi.

Apabila ditanya secara jujur, apa sebenarnya niat kita menuntut ilmu ke negeri orang? Menempuh ribuan kilometer, belasan jam mengudara melewati negara demi negara, menempuh risiko perjalanan demi mencapai sebuah negara bebas dan "keras" seperti Rusia. Kalau di Gontor dulu saya sering ditanya "Ke Gontor apa yang kau cari?", maka saat ini mari kita tanya diri kita masing-masing "Ke negara orang, apa yang kau cari?".

Jangan malu apalagi sombong dalam menuntut ilmu! Dengan kerudung, dengan kopiah, dengan sarung, jangan pernah malu menuntut ilmu. Tunjukkanlah bahwa Islam adalah agamanya para penuntut ilmu, orang-orang muslim adalah orang yang haus akan ilmu Allah, dan justru dengan ciri-ciri keislaman kitalah yang nantinya akan senantiasa menjaga kita untuk selalu tawadhu' dan berada pada rambu-rambu keislaman.

Belajar di negeri orang pada dasarnya adalah bagaimana bertahan secara mental dan fisik terhadap segala sesuatu yang menerpa dan menghadang pada proses perjalanan menuntut ilmu. Belajar sejatinya bisa di mana saja, pun bisa di negara mana pun, tapi yang terpenting adalah di mana pun kita menuntut ilmu, mampukah kita meresap sebaik-baiknya kebaikan, ilmu, dan pengalaman yang kita dapat dan memetik sebanyak-banyaknya pelajaran dari proses menuntut ilmu tersebut.

Untuk menutup tulisan ini, saya ingin mengutip beberapa kalimat dari novel Negeri 5 Menara karya A Fuadi: "Imtihan niha'i bukan hanya sekadar membuktikan seberapa banyak ilmu yang telah diserap otak, tapi seberapa kuat seorang siswa melawan tekanan waktu, kebosanan, psikologis dan fisik. Siapa yang bisa mengatasi semua faktor itu, maka dia adalah pemenang."

Wallaahu A'lam bish-showaab

Source and all credit for :  Raisa Shahrestani M.Hum

Materi ini telah diberikan dalam seminar online Seminar Beasiswa Mentafakuri Negeri Tirai Besi pada tanggal 7 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun