Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dari Nol Menuju Puncak, Berbagi Inspirasi dengan Keteguhan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Bawah Naungan Ranting-ranting Raksasa

17 Juni 2024   13:13 Diperbarui: 17 Juni 2024   13:16 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Bawah Naungan Ranting-Ranting Raksasa: Elegi Hutan di Era Digital

Simfoni Alam yang Terancam
Di balik gemerlap layar digital, terbentang luka yang menganga,
Hutan, sang paru-paru dunia, perlahan merintih dalam pergolakan.
Pohon-pohon raksasa, saksi bisu peradaban, kini terancam punah,
Terkikis oleh laju modernitas, digerus oleh ambisi manusia yang serakah.

Elegi Persahabatan yang Terputus
Aku, pencinta alam yang berlindung di bawah naungan ranting-ranting raksasa,
Menyaksikan dengan pilu tragedi yang merenggut sahabatku tercinta.
Suara gemerisik daun, kicauan burung merdu, dan semilir angin sepoi-sepoi,
Tergantikan oleh deru mesin dan hiruk pikuk dunia digital yang tak kenal henti.

Majas dan Diksi Menangis dalam Kesedihan
Majas dan diksi, sahabatku setia dalam menari aksara,
Kini tertunduk lesu, meratapi nestapa hutan yang terluka.
Metafora meredup, simile kehilangan sinarnya,
Personifikasi tak mampu lagi menghidupkan jiwa hutan yang mati rasa.

 Seruan untuk Menyelamatkan
Oh, manusia, dengarkanlah jeritan pilu hutan yang terancam punah,
Lihatlah luka yang menganga di balik gemerlap layar digitalmu.
Mari bergandengan tangan, bersatu dalam upaya penyelamatan,
Melestarikan hutan, menjaga paru-paru dunia, demi masa depan yang cerah.

Harapan di Tengah Kegelapan
Meski awan kelam menyelimuti, secercah harapan masih menyala,
Di hati para pecinta alam, di jiwa para aktivis lingkungan yang tak kenal lelah.
Bersama kita perjuangkan, hutan lestari, bumi terjaga,
Demi kelangsungan hidup, demi anak cucu tercinta.

Pesan Penutup
Marilah kita jaga hutan, sahabat sejati manusia,
Sebelum terlambat, sebelum majas dan diksi kehilangan suaranya.
Lestarikan alam, demi masa depan yang lebih hijau,
Demi simfoni alam yang kembali merdu, di bawah naungan ranting-ranting raksasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun