Puisi: Konser Kemiskinan dan Kelaparan
Di bawah langit yang kelam dan penuh nestapa,
Terdengar konser kemiskinan dan kelaparan.
Nada-nada pilu menggema di setiap sudut kota,
Mengisahkan duka yang tak pernah berkesudahan.
Seruan tangis anak-anak yang kelaparan,
Menggetarkan hati yang seringkali terabaikan.
Melodi penderitaan, mengiringi setiap langkah,
Mengajarkan tentang luka yang tak terperi.
Di jalan-jalan yang penuh debu dan harapan yang pudar,
Orang-orang mencari sesuap nasi, secercah harapan.
Konser ini bukanlah hiburan,
Melainkan jeritan jiwa yang terpinggirkan.
Kemiskinan menari di antara bayang-bayang,
Menyelimuti kehidupan dengan jubah kegelapan.
Kelaparan mengukir wajah-wajah sayu,
Mengisi perut dengan angan yang tak pernah kenyang.
Di panggung kehidupan yang penuh ironi,
Terpampang nyata ketidakadilan yang kejam.
Di satu sisi, limpahan kemewahan tiada tara,
Di sisi lain, perjuangan untuk hidup yang memprihatinkan.
Konser ini mengajak kita merenung,
Membuka mata hati pada realitas yang ada.
Menggugah jiwa untuk peduli dan berbagi,
Menyalakan lilin harapan di tengah kegelapan.
Di tengah kemiskinan dan kelaparan yang mendera,
Masih ada secercah cahaya yang bisa kita nyalakan.
Dengan kasih dan kepedulian yang tulus,
Kita bisa merubah nada-nada pilu menjadi simfoni kebahagiaan.
Mari kita hentikan konser duka ini,
Dengan tangan yang saling menggenggam erat.
Bersama kita ciptakan harmoni baru,
Dimana setiap jiwa bisa hidup dengan layak dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H