Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dari Nol Menuju Puncak, Berbagi Inspirasi dengan Keteguhan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Petrikor: Aroma Hujan

2 April 2024   06:16 Diperbarui: 2 April 2024   06:48 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pe.tri.kor: Aroma Hujan

Di antara rerumputan dan tanah yang kering,
Mengalir aroma khas, sebuah panggilan alam.
Pe.tri.kor, harmoni semesta yang merayakan,
Aroma hujan yang membasahi bumi yang haus.

Setetes pertama, diudara ia bergelayut,
Menyentuh daun-daun, menyapa bunga-bunga.
Pe.tri.kor, simfoni rahasia yang dihembuskan,
Meluluhkan hati yang kaku, meremajakan jiwa yang lapuk.

Dalam goresan awan yang menari,
Di angin yang memeluk, ia terbawa ke kejauhan.
Pe.tri.kor, penjelajah rahasia di relung hati,
Menghadirkan nostalgia dan kehangatan yang terlupakan.

Di antara riak-riak air yang menyapa,
Di atas permukaan tanah yang kembali hidup.
Pe.tri.kor, pesan dari alam yang tersembunyi,
Mengajak kita untuk merenung, merasakan keajaiban yang tak terucapkan.

Terlalu banyak kata untuk menggambarkan keindahannya,
Pe.tri.kor, hadir dengan sederhana namun dalam.
Aroma hujan yang menggetarkan jiwa,
Menyatukan kita dengan alam, dengan kehidupan yang abadi.

Petrichor: Nyanyian Hujan di Tanah Gersang

Pertama tetes menyentuh bumi,
Aroma khas membangkitkan mimpi.
Petrichor, harum nan lembut,
Hujan bernyanyi, tanah menyambut.

Udara kering seakan bernafas lega,
Debu beterbangan, tersapu bersih nestapa.
Bunga-bunga mekar, tunas bermunculan,
Kehidupan baru, dari tanah yang dahaga.

Aroma petrichor, magis tak terkira,
Mengingatkan janji alam yang setia.
Kemarau panjang takkan selamanya ada,
Hujan selalu datang, membawa berkah.

Di bawah atap, kita duduk termangu,
Menatap jendela, kabut tipis menyelimuti.
Suara rintik memecah keheningan,
Petrichor menari, mengelus jiwa yang sepi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun