Menenun Kesabaran
Di taman hati yang sunyi, benih kesabaran disemai,
Disiram keikhlasan, dipupuk rasa syukur yang abadi.
Tumbuh perlahan, menembus kabut keraguan diri,
Menemukan kekuatan dalam keheningan, mekar di tengah badai.
Kesabaran bagai benang sutra yang halus,
Ditenun dengan ketelitian, diwarnai cinta yang tulus.
Setiap helai benang, mengikat luka dan amarah,
Menjadi permadani indah, lukisan jiwa yang penuh berkah.
Saat badai menerjang, sabar menjadi perisai,
Melindungi hati dari rasa sedih dan kecewa yang tak terurai.
Saat api amarah membakar, sabar menjadi air penyejuk,
Menyeimbangkan jiwa, menenangkan hati yang kalut.
Kesabaran bukan berarti diam dan pasrah,
Tapi tentang memahami dan menerima takdir yang tersurat.
Berjalan dengan tenang di tengah rintangan yang terbentang,
Menemukan hikmah di balik setiap cobaan yang datang.
Seperti padi yang menunduk saat berisi,
Kesabaran menumbuhkan kerendahan hati.
Semakin sabar diri ini, semakin kuat fondasi yang terpatri,
Menjadi pribadi yang tangguh, siap menghadapi badai dan mentari.
Di waktu pagi yang masih segar,
Kita menenun kesabaran dalam benang waktu.
Dalam antrian yang panjang, filosofi kesabaran hadir,
Menjadi pelajaran tentang ketenangan dan kebijaksanaan.
Seperti benang yang halus dan lentur,
Kesabaran mengikat setiap detik dengan penuh keanggunan.
Dalam antrian yang panjang, kita belajar,
Bahwa tidak semua dapat terwujud dalam sekejap mata.
Mentari pagi bersinar dengan lembut,
Memberikan sinar yang menghangatkan hati yang bersabar.
Di antara kerumunan yang menunggu,
Kita menemukan kedamaian dalam kesabaran yang dipelihara.
Dalam setiap detik menunggu, ada hikmah,
Membentuk karakter dan menumbuhkan kekuatan.
Dalam efisiensi waktu, kesabaran adalah kunci,
Untuk menghadapi setiap ujian dengan mantap dan teguh.
Jadi biarkanlah kesabaran menjadi teman di pagi yang cerah,
Menenun harapan dan ketenangan di setiap benang waktu.
Dalam antrian yang panjang, kita menemukan kebijaksanaan,
Dan menghargai setiap detik yang mengajarkan tentang kesabaran.