Di tepian rindu aku berdiri,
Menatap ombak yang menari-nari,
Membawa kenangan tentangmu yang tak terperi,
Menyisakan luka di hati yang tak terobati.
Angin sepoi-sepoi membelai rambutku,
Membawa aroma laut yang asin,
Menimbulkan rasa rindu yang semakin pilu,
Ingin memelukmu dan tak ingin melepaskanmu.
Burung-burung camar berterbangan di langit,
Menemani aku di kala sepi,
Menjadi saksi bisu perihnya hati,
Menanti kehadiranmu yang tak kunjung pasti.
Di tepian rindu aku termenung,
Mencoba merajut kembali mimpi yang terkubur,
Harapan untuk bersatu kembali denganmu,
Walaupun kutahu itu adalah hal yang mustahil.
Meski kau telah pergi jauh,
Rinduku tak pernah sirna,
Akan selalu tersimpan di dalam jiwa,
Sebagai bukti cinta yang takkan pernah terlupa.
Di tepian rindu aku berjanji,
Akan selalu mencintaimu,
Sampai akhir hayatku nanti,
Walaupun kau takkan pernah kembali.
Di tepian rindu, aku berdiri sendiri,
Menghadap laut yang tenang di depanku.
Angin sepoi-sepoi menyentuh wajahku,
Menyampaikan bisikan-bisikan masa lalu.
Di tepian rindu, aku mengingat kenangan,
Yang terpatri dalam relung hati yang sunyi.
Senyummu, tawamu, dan sentuhan hangatmu,
Menyelimuti ruang yang kian merindu.
Di tepian rindu, aku mencari jawaban,
Pada pertanyaan-pertanyaan yang tak terucap.
Mengulang kisah yang telah kita lalui,
Dalam irama hati yang terus berdentum.
Di tepian rindu, aku menyaksikan mentari terbenam,
Menyisakan cahaya keemasan di langit senja.
Meski perpisahan hadir di ujung sana,
Namun di hati ini, kau tetap abadi, di tepian rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H