Luntur abuku, boleh luntur dalam guyuran hujan,
Namun kasih dan pengorbanan-Mu, takkan pernah pudar.
Dalam pertobatanku, di tengah gerimis yang membasahi,
Ku renungkan betapa besar kasih-Mu untuk umat manusia.
Hujan yang melunturkan abu dan dosa-dosaku,
Menjadi tanda kesucian yang Kau berikan dengan penuh pengampunan.
Di bawah rahmat-Mu yang tiada tara,
Aku merasakan cinta yang mengalir dalam tiap tetes hujan.
Terima kasih, Tuhan, atas pengorbanan-Mu yang agung,
Yang menghadirkan kesempatan untukku berpaling dan bertaubat.
Luntur Abu, Tak Luntur Kasih-Mu
Hujan turun membasuh bumi,
Abu di kepala perlahan sirna.
Lambang dosa tersapu bersih,
Namun kasih-Mu takkan pernah lekang di jiwa.
Pengorbanan-Mu, tiada tara,
Di kayu salib dosa ditebuskan.
Setiap tetes air hujan seakan berbisik,
Mengingatkan betapa besar cinta yang Kau berikan.
Walaupun abu di kepala luntur,
Penyesalan dan pertobatan takkan pernah surut.
Dalam guyuran hujan ini aku berjanji,
Untuk hidup lebih baik, semakin dekat dengan-Mu.
Kasih-Mu bagai matahari di balik mendung,
Selalu menerangi meski tak terlihat jelas.
Di tengah langkahku yang masih tertatih,
Kasih-Mu menjadi pegangan yang tak pernah lepas.
Terima kasih, Tuhan, atas pengampunan-Mu,
Atas kasih karunia yang melimpah ruah.
Aku berjanji akan terus belajar,
Menjadi pribadi yang lebih baik, selaras dengan kehendak-Mu.
Catatan dari puisi ini:
  Puisi ini menggunakan metafora "hujan" dan "abu" untuk menggambarkan pertobatan dan pengampunan.
  Puisi ini menekankan pentingnya kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus.
  Puisi ini berisi ungkapan penyesalan, pertobatan, dan harapan untuk menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H