Dalam Kepasrahan Diri
Ada Setitis Asa Mukjizat Itu Kau, Bapa
Dalam sunyi jiwa yang tertunduk
Dihempas badai nestapa yang mengamuk
Tak berdaya diri, harapan sirna
Hanyalah kepasrahan yang menggenggam lara
Tapi di sudut kalbu yang remuk
Seberkas sinar masih saja menyapa
Menepis kabut kelabu yang menggelayut
Setitis asa yang enggan padam
Ya, Bapa, di dalam kepasrahanku ini
Hanya pada-Mu jiwaku bersandar
Mukjizat kasih-Mu, tumpuan hati
Pelita pengharapan yang takkan terpadam
Kau pegang tanganku, Bapa, lembut dan teguh
Menuntunku melangkah di atas gelombang ragu
Bisikan kasih-Mu menenangkan gelora jiwaku
Menuntun kembali pada cahaya mentari pagi
Kaulah mukjizat itu, Bapa, penyelamat sejati
Sinar kejayaan yang menerangi kabut nestapa
Setiap tarikan napas, kidung syukurku bergema
Terima kasih, Bapa, atas kasih setia-Mu
Dalam kepasrahan diri, ku temukan cahaya
Setitik asa menyala, mukjizat dari-Mu, Bapa
Ku serahkan langkah-langkahku pada-Mu
Sebab hanya Engkau yang tahu rahasia hatiku
Di dalam sunyi, ada kekuatan
Pada-Mu, Bapa, kucurahkan doa-doa
Dalam butir-butir pasrahku, terdapat kerinduan
Menggapai kasih dan mukjizat-Mu yang agung
Bapa, Engkau tak pernah lelah mendengar
Rintihan hatiku yang kadang tak terucap
Dalam pasrahku, kurasakan pelukan-Mu
Seolah Kau menyeka setiap luka yang terpendam
Setitik asa bagai bintang di kegelapan
Menyinari langkahku yang kadang ragu
Mukjizat itu, Bapa, hadir dalam doa
Sebuah hadiah indah dari-Mu yang tak ternilai
Kepasrahan diri membuka pintu hati
Bagi keajaiban-Mu yang tiada tara
Kau adalah sumber setiap kehidupan
Dalam pasrahku, kurasakan kehangatan-Mu
Terima kasih, Bapa, atas mukjizat kasih-Mu
Yang selalu hadir dalam setiap perjalanan
Dalam kepasrahan ini, kuingin bersujud
Menyembah-Mu, Bapa, sebagai Tuhan yang agung.
PESAN MORAL DARI PUISI INI:
Puisi ini menggambarkan keadaan seseorang yang berada dalam kepasrahan dan putus asa. Namun, di tengah kegelapan itu, masih ada setitik asa yang bersinar, yaitu harapan kepada Tuhan. Tuhan digambarkan sebagai mukjizat, penyelamat sejati yang menerangi kabut nestapa dan memberikan kekuatan di saat-saat yang lemah.
Puisi ini menggunakan bahasa yang puitis dan penuh makna. Pilihan kata-katanya indah dan menyentuh hati, seperti "sunyi jiwa", "badai nestapa", "seberkas sinar", dan "pelita pengharapan". Puisi ini juga menggunakan metafora yang kuat, seperti "mukjizat kasih-Mu" dan "cahaya mentari pagi".
Puisi ini bisa menjadi pengingat bagi kita bahwa Tuhan selalu bersama kita, bahkan di saat-saat yang tergelap sekalipun. Dia adalah sumber kekuatan dan pengharapan kita. Kita hanya perlu membuka hati kita kepada-Nya dan percaya bahwa Dia akan selalu menyertai kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H