Kertas putih, saksi bisu segala rasa,
Kau menampung tinta hitam, kelam nestapa.
Pena bergores, mengurai kisah pilu,
Hati tercurah, dalam tinta abu-abu.
Kau korbankan putihmu, demi kebenaran,
Agar terungkap, rahasia jiwa yang kelam.
Dalam lumpur dosa, kau mencari jalan,
Sinar asa menerangi, malam yang kelam.
Wana waditra, irama hidup bergema,
Dalam setiap goresan, cerita hidup tertera.
Kertas, pena, dan jiwa, menyatu dalam rima,
Menciptakan karya, abadi dalam waktu.
Aku kertas, putih tanpa cela,
Kau pena, menggenggam tinta dunia.
Hitam, putih, abu-abu kisahmu,
Tertuang dalam goresan aksara pilu.
Kau bubuhkan curahan hati,
Merobek sunyi kesucian diri.
Aku rela ternoda oleh luka,
Demi terungkap jiwamu yang lelah bersua.
Gelap lumpur dosa memeluk malam,
Namun sinar asa terus menusuk kelam.
Dalam wana waditra kehidupan,
Nada-nada mengalun, menggema harapan.
Aku tetap diam, menerima cerita,
Kau terus menulis, meski tinta kian tua.
Hingga waktu menyatu dengan lembaran fana,
Aku kertas, kau pena, bersama selamanya.
Aku kertas, putih suci,
Menanti goresan pena hitammu,
Tinta yang menari, hitam pekat, putih bersih,
Abu-abu hidupmu, terlukis di sini.
Kau pena, berujung runcing,
Menorehkan kisah, dalam aksara rapi,
Kurban ku berikan, kesucian warnaku,
Agar terungkap, isi hatimu yang terdalam.
Curhatan hidup, gelap dan berlumpur dosa,
Malam kelam, menusuk jiwa,
Namun, sinar asa, menerobos gelap,
Wana waditra, warna harapan yang tiba.
Goresan demi goresan,
Menceritakan kisah, pahit dan getir,
Namun di baliknya, kekuatan terpancar,
Jiwa yang tegar, tak pernah menyerah.
Aku kertas, saksi bisu,
Menyimpan rahasia, dalam setiap kata,
Kau pena, pencerita ulung,
Mengungkap isi hati, tanpa cela.
Agung Christanto, Ngawi 11122024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H