Mohon tunggu...
AGUNG CHRISTANTO
AGUNG CHRISTANTO Mohon Tunggu... Guru - guru SMA

bukan siapa siapa dari nol kembali belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Simfoni Kekeringan (2)

27 Oktober 2024   15:08 Diperbarui: 27 Oktober 2024   15:14 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Simfoni Kekeringan

Tonggeret meraung di senyap kering,
Dengan suara parau, meminta pada langit,
Semut kecil berbaris, mengemis hujan,
Agar air melimpah, membasahi tanah tandus ini.

Dulu, sungai-sungai riang mengalir deras,
Menyanyi bersama hutan hijau yang rimbun,
Namun kini, pasir menggantikan aliran,
Udara panas mengelus bumi yang nyaris padam.

Manusia terlena, serakah tanpa henti,
Merusak alam dengan tangan rakus,
Menghabisi pohon, menodai sungai,
Seolah bumi hanyalah milik mereka seorang.

Tonggeret dan semut tahu,
Mereka hanya bisa meminta, berdoa pada alam,
Agar manusia sadar akan jejaknya,
Dan menghentikan tangis panjang bumi.

Mari kita dengar simfoni kekeringan ini,
Jadikan ia panggilan untuk menanam lagi,
Agar hujan turun, membasuh jiwa yang haus,
Dan anak cucu kita kembali melihat hijau,
Di bumi yang pernah kita hampir hancurkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun