Mohon tunggu...
AGUNG CHRISTANTO
AGUNG CHRISTANTO Mohon Tunggu... Guru - guru SMA

bukan siapa siapa dari nol kembali belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Simfoni Kekeringan

26 Oktober 2024   20:43 Diperbarui: 26 Oktober 2024   20:57 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Simfoni Kekeringan

Tonggeret meraung, suara parau pilu,
Semut mengemis, dahaga menyiksa.
Langit membisu, tak meneteskan air,
Bumi mengering, retak tak berdaya.

Dulu riang, sungai mengalir deras,
Kini mengering, tinggal dasar berpasir.
Hutan gundul, tak lagi rimbun,
Udara panas, membakar jiwa.

Manusia lalai, serakah dan tamak,
Eksploitasi alam, tak kenal batas.
Hutan ditebang, sungai tercemar,
Bumi menangis, merintih kesakitan.

Mari satukan hati, selamatkan bumi,
Tanam kembali pohon, rawat sungai.
Hujan turunlah, basuhi bumi yang haus,
Agar anak cucu, dapat menikmati alam yang indah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun