Mohon tunggu...
agung bukit
agung bukit Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa semester awal yang ingin terjun kedunia penulisan

Lagi belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Banjir dalam Bingkai Media

27 Juli 2024   20:52 Diperbarui: 27 Juli 2024   20:57 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menata ulang pemahaman masyarakat terhadap keberadaan sungai di kota medan menjadi langkah penting bagi keberlangsungan kehidupan urban. Informasi yang komprehensif menjadi faktor penting dalam mewujudkan pemahaman yang tidak hanya terdeterminasi pada dimensi yang sempit.

Kota Medan

Dalam riwayat sejarah, Medan dulu merupakan perkampungan kecil yang didirikan oleh Guru patimpus. Perkampungan yang awal mulanya bernama "Putri Medan" ini terletak tidak jauh dari pertemuan antara sungai Deli dan Sungai Babura. Kedua sungai tersebut pada zamannya menjadi jalur lintas niaga yang ramai di kunjungi masyarakat dari berbagai pelosok.

Saat kedatangan Belanda pada pertengahan abad 19 dalam rangka pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan tembakau di Medan. Kedua sungai ini menjadi jalur utama yang digunakan dalam memobilisasi hasil perkebunan sehingga Pembangunan gedung-gedung penting milik pemerintah kolonial maupun milik pengusaha perkebunan umumnya dibangun di sekitar kawasan pertemuan sungai Deli dan Babura (Farizal Nasution, 2012)

Namun seiring waktu, pemakaian badan sungai sebagai jalur mobilitas perlahan ditinggalkan. Penyusutan volume air yang disebabkan oleh pengendapan lumpur menyebabkan laju kapal sering terganggu. Peristiwa ini kemudian menjadi alasan ditinggalkannya fungsi sungai sebagai jalur mobilitas serta masifnya pembangunan infrastruktur darat di Medan pada periode selanjutnya.

Saat ini Medan telah bertransformasi menjadi kota metropolitan yang dikelilingi gedung-gedung tinggi. Sebagai pusat ekonomi dan administrasi untuk Provinsi Sumatera Utara, banyak masyarakat dari luar Medan yang memutuskan untuk pindah dan menetap di Medan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistika (BPS) Pada 2022 lalu, Medan memiliki jumlah penduduk sebesar 2.494.512 jiwa, data ini mengantar kota dengan julukan tanah Deli ini masuk dalam kategori kota terpadat di Indonesia setelah Kota Bandung.

Hiruk pikuk kota menggambarkan kesibukan masyarakat Medan dalam kesehariannya. Orang berlalu lalang memadati jalanan berharap selamat sampai tujuan. Entah menggunakan transportasi umum maupun pribadi, pasti melihat wujud sungai yang sekilas terlihat di sudut jalanan. Apalagi saat musim penghujan datang.Luapan air secara agresif merayap masuk ke ruas jalan dan membanjiri ruang tamu rumah-rumah warga, sehingga mau tak mau harus melihat.

Kejadian banjir hampir setiap tahun di rasakan masyarakat. Bila menengok empat tahun belakangan. Banjir terparah bisa dilihat Pada tahun 2022 sebanyak 3.267 rumah di sembilan kecamatan terendam air banjir, tahun 2021 ada dua kecamatan yang terendam, dan di tahun 2020 luapan sungai Deli bukan saja merendam rumah warga bahkan memakan korban jiwa sebanyak lima orang (Kompas 16/05/ 2023).

Ihwal melakukan evaluasi secara mandiri dan kolektif, peristiwa banjir sudah dianggap lazim ketika musim hujan datang. Selain itu penyebab terjadinya banjir juga hanya berkutat pada permasalahan sampah saja. Bukan dalam hal menafikan kontribusi sampah terhadap banjir namun secara sadar-tidak sadar terdapat kekeringan pengetahuan yang mempersulit pemecahan masalah banjir di kota Medan.

Sorotan Media

Kehadiran informasi yang komprehensif ditengah masyarakat melahirkan sebuah pengetahuan yang luas mengenai mitigasi banjir di Kota Medan. Minimnya sumber-sumber informasi yang berkualitas menjadi penghambat dalam penciptaan sebuah pengetahuan. Dewasa ini disrupsi digital memudahkan masyarakat untuk menemukan ribuan informasi terkait isu sungai di Kota Medan. Salah satu platform yang begitu masif memproduksinya adalah media pers.

Melesatnya perkembangan internet mendorong media pers melakukan transformasi. Riuhnya penggunaan media sosial, google dan sejenisnya oleh masyarakat menjadi alasan bagi pers membuka panggung baru di dunia maya. Selain itu terselip pula alasan ekonomis dan kemudahan dalam mengakses yang ditawarkan oleh internet,sehingga media online begitu digemari. Hal ini tampak pada survei yang dikeluarkan oleh Reuters institute  bertajuk Digital News Report 2023. Survei tersebut memaparkan bahwa sebesar 84% koresponden di tanah air memilih media online sebagai rujukan informasi.

Sebagai saluran berita "media" bukanlah saluran yang bebas . Dalam paradigma konstruksionis aktivitas media tergambarkan melalui hubungan wartawan dan berita. Keterbatasan wartawan dalam menangkap dan menuangkan realitas ke dalam berita mengharuskan wartawan melakukan konstruksi realitas. Sebuah upaya untuk membangun serta menyusun ,kenyataan, fakta, hakikat, bukti yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam bahasa Robert N Entman disebut sebagai framing (pembingkaian) terhadap berita.

Melalui tulisan Framing: Toward Clarification of a fractured paradigm, Entman menerangkan pada praktiknya wartawan akan memilah isu (fakta/data) mana yang dibuang maupun yang layak ditampilkan di berita, sehingga salah satu efek framing yang paling mendasar membuat realitas sosial yang kompleks dan penuh dimensi disajikan dalam berita yang sederhana (Eriyanto, 2015)

Menciptakan masyarakat berwawasan ekologis

Sungai sendiri menjadi isu yang sering disoroti oleh media. Informasi terkait banjir tersajikan melalui berita-berita yang terdistribusi dengan baik melalui platform daring maupun luring. Berita-berita ini kemudian akan menjadi sumber pengetahuan dan rujukan bagi masyarakat untuk memutuskan tindakan dan sikap seperti apa yang akan diambil terhadap masalah banjir di Kota Medan.

Disinilah letak pentingnya berita. Mitchell Stephens seorang sejarawan Amerika berpendapat bahwa keberadaan berita akan memberi manusia rasa aman, membuat manusia bisa merencanakan dan mengatur hidup mereka (Kovach, 2001) . Sehingga harapannya berita-berita yang berseliweran di jagat media mampu menstimulasi masyarakat dalam mengatur dan merencanakan penanganan masalah banjir secara kreatif dan terampil.

Bagian penting lainnya adalah media berita mampu mendukung terciptanya nilai-nilai masyarakat berwawasan ekologis melalui berita yang dibuatnya. Penyebaran nilai ekologis tersebut tentunya membutuhkan pendalaman dan pengembangan dari setiap peristiwa banjir yang disoroti. Peran besar penulis atau wartawan sangat penting dalam mewujudkan hal ini.

Namun kenyataannya terdapat kekeringan pengetahuan yang tersaji di setiap berita yang menyoroti isu banjir di Medan.Sebagai agen framing "wartawan" mengkonstruksi realitas banjir begitu sederhana. Berita hanya di framing pada nuansa ekologi yang sempit dengan menonjolkan permasalahan sampah dan mengeliminasi aspek penting lainnya.

Okupasi Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi bangunan, minimnya ruang terbuka hijau yang berkualitas di sekitar DAS, menurunnya kualitas kanopi hutan, dan aspek penting lainnya sering kali terlewatkan dalam framing berita. isu yang termuat dalam frame berita begitu hampa karena masalah banjir dilihat sebatas permasalahan sampah. Padahal untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak lagi cukup dengan himbauan jangan membuang sampah sembarangan.

Kedangkalan yang terkandung pada berita semacam ini pada akhirnya akan membawa masyarakat dalam kemandulan berpikir, miskin perspektif serta tidak memiliki wawasan ekologis. Berita hanya membawa pembaca pada relasi sampah dan banjir.

Akhirnya pembaca yang menjadi bagian dari komunitas masyarakat akan menganggap sampah menjadi faktor tunggal penyebab banjir. Pengentasan masalah sungai dan banjir hanya dilihat pada satu dimensi yang terimplementasikan melalui aktivitas bersih-bersih dan pengadaan tong sampah saja. Peran besar media atau wartawan secara khusus sangat penting dalam mewujudkan hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun