Melesatnya perkembangan internet mendorong media pers melakukan transformasi. Riuhnya penggunaan media sosial, google dan sejenisnya oleh masyarakat menjadi alasan bagi pers membuka panggung baru di dunia maya. Selain itu terselip pula alasan ekonomis dan kemudahan dalam mengakses yang ditawarkan oleh internet,sehingga media online begitu digemari. Hal ini tampak pada survei yang dikeluarkan oleh Reuters institute  bertajuk Digital News Report 2023. Survei tersebut memaparkan bahwa sebesar 84% koresponden di tanah air memilih media online sebagai rujukan informasi.
Sebagai saluran berita "media" bukanlah saluran yang bebas . Dalam paradigma konstruksionis aktivitas media tergambarkan melalui hubungan wartawan dan berita. Keterbatasan wartawan dalam menangkap dan menuangkan realitas ke dalam berita mengharuskan wartawan melakukan konstruksi realitas. Sebuah upaya untuk membangun serta menyusun ,kenyataan, fakta, hakikat, bukti yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam bahasa Robert N Entman disebut sebagai framing (pembingkaian) terhadap berita.
Melalui tulisan Framing: Toward Clarification of a fractured paradigm, Entman menerangkan pada praktiknya wartawan akan memilah isu (fakta/data) mana yang dibuang maupun yang layak ditampilkan di berita, sehingga salah satu efek framing yang paling mendasar membuat realitas sosial yang kompleks dan penuh dimensi disajikan dalam berita yang sederhana (Eriyanto, 2015)
Menciptakan masyarakat berwawasan ekologis
Sungai sendiri menjadi isu yang sering disoroti oleh media. Informasi terkait banjir tersajikan melalui berita-berita yang terdistribusi dengan baik melalui platform daring maupun luring. Berita-berita ini kemudian akan menjadi sumber pengetahuan dan rujukan bagi masyarakat untuk memutuskan tindakan dan sikap seperti apa yang akan diambil terhadap masalah banjir di Kota Medan.
Disinilah letak pentingnya berita. Mitchell Stephens seorang sejarawan Amerika berpendapat bahwa keberadaan berita akan memberi manusia rasa aman, membuat manusia bisa merencanakan dan mengatur hidup mereka (Kovach, 2001) . Sehingga harapannya berita-berita yang berseliweran di jagat media mampu menstimulasi masyarakat dalam mengatur dan merencanakan penanganan masalah banjir secara kreatif dan terampil.
Bagian penting lainnya adalah media berita mampu mendukung terciptanya nilai-nilai masyarakat berwawasan ekologis melalui berita yang dibuatnya. Penyebaran nilai ekologis tersebut tentunya membutuhkan pendalaman dan pengembangan dari setiap peristiwa banjir yang disoroti. Peran besar penulis atau wartawan sangat penting dalam mewujudkan hal ini.
Namun kenyataannya terdapat kekeringan pengetahuan yang tersaji di setiap berita yang menyoroti isu banjir di Medan.Sebagai agen framing "wartawan" mengkonstruksi realitas banjir begitu sederhana. Berita hanya di framing pada nuansa ekologi yang sempit dengan menonjolkan permasalahan sampah dan mengeliminasi aspek penting lainnya.
Okupasi Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi bangunan, minimnya ruang terbuka hijau yang berkualitas di sekitar DAS, menurunnya kualitas kanopi hutan, dan aspek penting lainnya sering kali terlewatkan dalam framing berita. isu yang termuat dalam frame berita begitu hampa karena masalah banjir dilihat sebatas permasalahan sampah. Padahal untuk menyelesaikan masalah tersebut tidak lagi cukup dengan himbauan jangan membuang sampah sembarangan.
Kedangkalan yang terkandung pada berita semacam ini pada akhirnya akan membawa masyarakat dalam kemandulan berpikir, miskin perspektif serta tidak memiliki wawasan ekologis. Berita hanya membawa pembaca pada relasi sampah dan banjir.
Akhirnya pembaca yang menjadi bagian dari komunitas masyarakat akan menganggap sampah menjadi faktor tunggal penyebab banjir. Pengentasan masalah sungai dan banjir hanya dilihat pada satu dimensi yang terimplementasikan melalui aktivitas bersih-bersih dan pengadaan tong sampah saja. Peran besar media atau wartawan secara khusus sangat penting dalam mewujudkan hal ini.