Suatu kebanggaan bagi saya saat ada Short Message Send (SMS) pada handphone saya. SMS itu berasal dari guru besar Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (Unnes), yaitu Profesor Dr. Dewi Liesnoor, M.Si. Beliau menjabat sebagai pimpinan Badan Konservasi Unnes. Beliau mohon bantuan kepada saya untuk mengelola kearsipan di lembaga yang beliau pimpin. Senin (22/12/2014) jam 14.00 WIB saya menemui beliau di kantornya. Kedatangan saya untuk observasi di kantor tersebut dan wawancara dengan beliau.
Berdasarkan temuan di lapangan, bahwa berkas yang disimpan (arsip) di lembaga tersebut, belum pernah dikelola. Maknanya, arsip tersebut belum tertata. Terlihat buku dan surat tidak ditempatkan pada rak (lemari)dan berkas-berkas tidak tersusun rapi, sebagaimana gambar di bawah ini:
Gambar 1. Arsip yang belum dikelola
Dengan kondisi tersebut, berarti saya harus me-manage dari awal, yaitu mengidentifikasi kebutuhan, pencatatan, pengelompokkan, penentuan sistem kearsipan yang akan digunakan. Pembelian bahan dan prasarana kearsipan, pemeliharaan, pengamanan, menyusun jadwal retensi, penyingkiran, penghapusan, dan pemusnahan. Senin (29/12/2014) saya berencana mengajak teman saya, Fauza dan Ana. Mereka pernah bekerja sama dengan saya saat menata kearsipan di Fakultas Hukum (FH) Unnes. Dengan bekal itu, saya berharap dapat mengelola di Badan Konservasi Unnes. Di lapangan saya dibantu juga dari staf Badan Konservasi Unnes, yaitu Mba Eli, Mas Wawan, dan Iwan.
Ada beberapa tahapan yang akan saya lakukan dalam mengelola kearsipan di Badan Konservasi Unnes. Pertama, mengidentifikasi semua berkas yang akan diarsipkan. Oleh karena, Badan Konservasi Unnes adalah lembaga baru di kampus Unnes, yang berdiri sejak tahun 2010, maka tidak ada arsip yang dihilangkan (dimusnahkan). Berarti semua berkas disimpan (diarsipkan). Prinsip saya saat mengidentifikasi kebutuhan adalah arsip yang sering digunakan diidentifikasi lebih awal. Untuk mengetahui arsip yang sering digunakan, saya menggunakan metode wawancara terhadap pimpinan atau staf lembaga tersebut.
Kedua, mencatat arsip yang telah diidentifikasi. Mencatat dalam hal ini adalah mendata semua arsip. Pastinya, berkas yang akan disimpan terekam dalam klasifikasi pencatatan kearsipan. Jadi, tidak ada arsip yang disimpan, namun terekam (tercatat) di pola kearsipan. Atau, terekam di pola kearsipan, namun tidak ada arsipnya. Pencatatan ini penting bagi tahap awal dalam menata arsip. Ibarat negara, tahap pencatatan seperti pendataan warga negara tercatat dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK). Jika ada warga negara yang tidak tercatat di KTP atau KK, maka dia bukan warga negara sah negara tersebut.
Ketiga, mengelompokkan arsip dilakukan dengan permasalahan (subjek) yang ada saat mengidentifikasi dan pencatatan arsip. Permasalahanyang sering muncul dijadikan pedoman dalam pengelompokan arsip. Misal, saat mengidentifikasi dan pencatatan arsip ditemukan arsip kenaikan pangkat, lamaran kerja, penempatan kerja, latihan pegawai, dan lainnya, maka pengelompokkannya dibuatkan laci kepegawaian.
Contoh lagi, saat mengidentifikasi dan pencatatan arsip ditemukan arsip kenaikan gaji, tunjangan gaji, honor lembur, uang fungsional, dan lainnya, maka pengelompokkannya dibuatkan laci keuangan.
Dalam pengelompokkan arsip, perlu diperhatikan urutan tahunnya. Saat mengelompokkan berdasarkan masalah, juga tahun yang ada diarsip tersebut perlu diperhatikan.Urutannya tahun yang termuda di depan, kemudian diikutkan dengan tahun berikutnya.
Keempat, penentuan sistem yang digunakan dilakukan berdasarkan jumlah arsip, pokok masalah arsip, sarana dan prasarana, serta kapasitas tempat arsip. Berdasarkan fakta di lapangan, saya memilih sistem pokok soal (subjek), karena sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Sistem ini lebih efisien, dimana pola yang digunakan langsung berdasarkan pada inti yang ada di arsip.
Biasanya, saya menggunakan kode dalam sistem tersebut. Misal, TU 01, maknanya TU adalah kode Tata Usaha. 01 adalah kode surat keluar. TU 02, maknanya kode Tata Usaha untuk surat masuk. Demikian juga nanti, kode yang akan saya gunakan, sebagaimana contoh di atas.
Kelima, pembelian bahan sarana dan prasarana kearsipan dilakukan dengan membeli label, map, buku agenda, buku ekspedisi, karu kendali, kartu pinjam arsip, dan lainnya. Kebutuhan sarana dan prasarana kearsipan tersebut untuk menginventarisir kearsipan yang akan disimpan.
Keenam, pemeliharaan arsip dilakukan dengan memberikan kapur barus pada tempat arsip. Selain itu, juga perawatan pada arsip tersebut dengan bahan kimiawi. Pemeliharaan ini dilakukan untuk menjaga arsip tersebut awet, sehingga nilai guna informasi yang di dalamnya tidak hilang (musnah).
Ketujuh, pengamanan arsip dilakukan dengan menyimpan arsip ditempat yang terjaga dari gangguan hewan atau cuaca. Gangguan hewan seperti rayap, gangguan cuaca seperti awan panas dan lembab. Kedua gangguan tersebut merupakan tantangan keamanan arsip di lembaga tersebut, karena Unnes terletak di bukit, dimana banyak rayap dan saat musim hujan, keadaan gedung mudah lembab.
Kedelapan, menyusun jadual retensi dilakukan dengan membuat table tentang masa berlaku arsip. Dasar yang saya gunakan adalah penggolongan arsip, yang terdiri dari arsip Vital (V), Penting (P), Biasa (B), dan Tidak penting (T). Menurut Mulyono, Partono, dan Kuswantoro (2011:6), bahawa arsip vital memiliki nilai guna yang abadi, seperti akte pendirian, akte kelahiran, sertifikat tanah, piagam penghargaan, dan lainnya. Arsip penting memiliki nilai guna dengan jangka waktu 5-10 tahun, seperti naskah laporan, data statistik, surat kontrak, surat perjanjian dan lainnya. Arsip biasa memiliki nilai guna dengan jangka waktu 1-5 tahun, seperti surat pesanan, pengaduan, peringatan, tugas, keputusan, dan lainnya. Arsip tidak penting memiliki nilai guna sebatas informasi, seperti surat undangan, konsep surat, ucapan terima kasih dan lainnya.
Kesembilan, penyingkiran, pemusnahan, dan penghapusan dalam hal ini saya belum membuat kinerja yang jelas, karena hampir semua arsip yang disimpan masih memiliki nilai guna informasi dengan umur yang relatif lama. Sehingga, pada tahap ini belum dijabarkan secara detail, sebagaimana pada tahap sebelumnya.
Sembilan tahapan tersebut, arsip yang dikelola di Badan Konservasi Unnes akan menggunakan elektronik arsip (e arsip). Hal ini dilakukan agar lebih efektif dan efisien. Namun, pada tahap ini belum dikaji, karena fokus pengelolaannya saat ini adalah arsip di Badan Konservasi Unnes sudah memiliki manajemen kearsipan yang sesuai dengan kaidah kearsipan. Sehingga, masyarakat (khalayak umum) dapat mencari informasi yang berkaitan dengan nilai-nilai konservasi. Semoga besok senin (29/12/2014) saya, Ana, Fauza, dan teman dari Badan Konservasi Unnes dapat bekerja dengan baik sesuai dengan tahapan-tahapan yang sudah ditentukan. Sukses selalu untuk kita semua.
Agung Kuswantoro, pegiat e arsip, email : agungbinmadik@gmail.com hp 08179599354
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H