Saat dengung sumpah pemuda berkumandang 92 tahun yang lalu, publik akan sepakat bahwa pemuda di masa itu adalah sosok-sosok visioner. Betapa tidak. Pada 27--28 Oktober 1928 itu belum ada negara yang bernama Indonesia.
Ia baru hadir di imajinasi sebagaimana Ben Anderson seorang Indonesianis mengungkapnya dalam sebuah term, imagined community (1983).
Saat itu status negeri ini adalah tanah jajahan Belanda. Sebagaimana daerah terjajah, penjajah bisa melakukan apa pun terhadap gerakan yang dianggap berbahaya. Aparat mengawasi jalannya Kongres Pemuda II itu dari waktu ke waktu. Dari kacamata penjajah, kongres tersebut tentu berpotensi merongrong kekuasaan.
Contoh tindakan keras Belanda terhadap gerakan semacam ini terbukti diberikan kepada tiga serangkai, Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat selaku pemimpin Indische Partij yang dibuang ke Belanda.
Belanda menilai Indische Partij membahayakan kekuasaan mereka. Apakah para pemuda seperti Soegondo Djojopoespito, Mohammad Yamin, Amir Sjarifuddin, dan Mohammad Tabrani Soerjowitjitro mundur? Tidak.
Mereka malah mengumandangkan sumpah pemuda yang berikutnya menggugah kesadaran setiap anak bangsa untuk merdeka 17 tahun kemudian.
Masa 17 tahun bagi para pemuda atau siapapun yang berjuang bukanlah waktu yang singkat. Pergulatan ide dan realitas selama fase sebelum, selama, bahkan sesudah Indonesia merdeka seperti tak berkesudahan.
Hanya mereka yang teguh pada visi, rela berkorban, dan tak pernah lelah berjuang yang bisa bertahan. Karena pasti beragam tantangan yang kompleks akan dialami baik dari dalam diri maupun dari lingkungan.
Di titik itulah, seorang pemuda di masa kapan pun selain harus visioner, ia juga dituntut untuk menjadi misioner. Karena punya gagasan saja tak cukup untuk merubah keadaan. Seorang pemuda harus berkomitmen menuntaskan visinya dengan berani sampai tercapai seperti halnya Indonesia Merdeka.
Menjadi Pemuda Misioner
Pertanyaan berikutnya, setelah Indonesia merdeka, apa tujuan kita? Â Ketika tujuan itu, misalnya Indonesia sejahtera, kapan harus tercapai? Dan lebih dalam, Kapan Saya harus segera sejahtera atau selesai dengan diri ini agar optimal memperjuangkan rakyat dan negeri?
Pertanyaan-pernyataan mendasar ini menjadi urgen digulirkan agar setiap pemuda Indonesia memiliki arah yang jelas dalam hidupnya. Bukan tak penting memikirkan diri sendiri, tapi, amanat para pendiri bangsa yang termaktub dalam tujuan nasional bisa menjadi pengingat bahwa proses memajukan tanah air belum lah tuntas. Lantas kita bisa memulainya dari mana?
Pertama, tuntaskan segera kebutuhan diri dalam kerangka syukur seorang hamba (baca : sukses). Pastikan setiap amanat yang diberikan baik berupa cita-cita atau tanggungjawab sukses diselesaikan. Jika teman-teman saat ini menjalani sebuah profesi atau memiliki usaha, jadilah yang terbaik dalam profesi atau optimalkan usaha tadi. Mengapa? Karena setelahnya, ada tanggungjawab moril sebagai generasi penerus untuk melanjutkan perjuangan bangsa.
Kedua, Â bangun komunikasi lintas generasi agar setiap jalan juang yang dilakukan tak menemui hambatan. Karena generasi pendahulu telah banyak mengalami pergulatan sejarah, sementara generasi penerus (baca : lebih muda secara usia) punya cara sendiri dalam memaknai setiap realitas yang terjadi.
Persinggungan kepentingan  akan rentan berbuah konflik bila komunikasi tak dilakukan secara intensif. Keterlibatan dalam komunitas atau organisasi, yang mampu menjembatani komunikasi lintas generasi menjadi penting untuk dijalani agar kesenjangan dalam bentuk apapun (sosial, ekonomi, budaya, dll) dapat segera diatasi .
Ketiga, masa sekarang ini adalah era kolaborasi memegang peranan penting. Artinya, sehebat apapun kemampuan yang dimiliki, kita tetap membutuhkan peranan manusia lainnya agar setiap tantangan bisa berbuah menjadi peluang emas.
Misalnya, jika Saya seorang pemimpin yang punya karakter sebagai solidarity makers, maka mitra Saya haruslah seorang administrator yang baik, sebagaimana terjemahan Feith (1964) agar visi yang telah dimiliki dapat ditindaklanjuti dalam banyak misi tercapai. Sehingga, perjuangan dalam bentuk apapun, semakin mudah serta tidak hanya mengandalkan prakarsa diri saja yang memiliki banyak keterbatasan, tapi sudah mampu menjelma menjadi aksi bersama.
Keempat, bila di masa lalu transportasi memegang peranan kunci membuka tabir isolasi topografi, maka manfaatkan teknologi dalam setiap perjuangan yang dilakukan, karena Ia telah efektif membuang beragam sekat yang membelenggu.
DI masa pandemi, kehadiran teknologi begitu nyata mewarnai kehidupan kita. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, hidup kita ditemani berbagai teknologi utamanya lewat beragam aplikasi. Apalagi semuanya kini harus dilakukan di rumah, otomatis untuk memangkas resiko tertular, optimasi penggunaan teknologi semakin relevan.
Keempat hal di atas, adalah usaha-usaha  untuk mempermudah dan akan  semakin optimal bila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari atau dimulai dari hal-hal yang kecil secara konsisten. Misalnya, tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan, membeli barang seperlunya  untuk meminimalkan sampah atau menggunakan barang bekas yang masih layak.
Bagaimana agar kesadaran tersebut menjadi inisiatif kolektif atau gerakan semesta  yang dilakukan setiap anak bangsa? Suksesnya diri, aktifnya kita berkomunikasi lintas generasi, kolaborasi dengan mitra yang tepat, dan peran efektif teknologi, setidaknya bisa membantu memberikan gambaran singkat apa langkah-langkah konkritnya. Karena semua ingin Indonesia Hijau tercapai atau kita dapat optimal dalam ikhtiar pencapaian SDGs 2030 dalam salah satu konteks yakni Climate Action sebagaimana  upaya banyak pihak, seperti halnya Tanoto Foundation juga terlibat  dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemuda Misioner mungkin agak asing atau bukan hal menarik ketimbang Pemuda Visioner yang sering diulas sejarah. Karena panggung pemuda misioner berada di antara saat ini dan masa depan, agar tujuan yang sudah ditetapkan para pendahulu tak lagi hanya mimpi.
Pun jika kelak sejarahwan akan mencatat pemuda misioner, anggaplah itu bonus. Karena orientasi utamanya adalah bermanfaat untuk manusia serta alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H