Mohon tunggu...
Agung Baskoro
Agung Baskoro Mohon Tunggu... Konsultan - Political Consultan | PR Strategist |

Political Consultant | PR Strategist | Tanoto Scholar | The Next Leader Award Versi Universitas Paramadina-Metro TV 2009 | Buku Status Update For The Best Student (Gramedia Pustaka Utama, 2012) | Juventini | Contact : agungbaskoro86@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Pintar, Membaca sebagai Budaya, Belajar dari Masyarakat Kanada

27 Februari 2020   15:49 Diperbarui: 27 Februari 2020   16:02 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Langkah -langkah semacam ini menjadi penting, menimbang kualitas pendidikan di tanah air masih menjadi problem di luar soal akses mendapatkannya. Artinya, inisiatif semacam PINTAR yang dilakukan oleh Tanoto Foundation sebagai organisasi filantropi independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinai Bingei ini perlu terus diduplikasi atau dilakukan oleh semua pihak yang peduli, agar semakin cepat pemerataan kualitas dapat dirasakan para guru maupun peserta didik.

Kedua, Rumah. Semua kegiatan dan tugas dari sekolah, orang tua selalu terlibat. Artinya, ketika anak diserahkan ke sekolah bukan berarti tugas mendidik dan mendampingi anak selesai. Namun, ini justru baru dimulai. Walaupun tidak selalu demikian, namun aktivitas belajar-mengajar anak secara tidak langsung terpantau berlapis. Apakah lewat guru, orangtua atau bahkan diri si anak sendiri. Mau tidak mau akhirnya muncul kesadaran atau bahkan lebih dari itu masing-masing pihak sadar memiliki tanggungjawab untuk berpartisipasi.

Untuk menindaklanjuti atau memperkuat budaya membaca, biasanya kami selalu (a) mengagendakan mendongeng/membaca buku setiap malam sebelum tidur ke anak (b) kemudian rutin ke toko buku atau museum minimal setiap bulan (c) memberi hadiah berupa buku umtuk mengapresiasi si anak, (d) di rumah tak ada televisi, namun ia punya waktu menonton 20 menit saat hari sekolah dan 1-2 jam ketika libur. Sebagai pengganti Ia bermain dengan mainan yang ia miliki dan sering bercerita ulang atau bahkan menciptakan cerita baru melalui mainan yang ia miliki.

Pengondisian rumah setiap keluarga tentu berbeda. Sehingga, bisa menyesuaikan dengan ritme hidup dan budaya keluarga yang selama ini telah berlangsung. Tapi, poin pentingnya rumah jangan sampai hanya punya fungsi sebatas tempat tinggal dan ruang berisitrahat.

Ketiga, Pemerintah. sejak awal tiba di sini, semua peraturan maupun informasi sudah tersedia di banyak kanal dan warga diajak untuk membacanya agar segera paham. Mulai dari bangun tidur sampai tidur istilahnya ada prosedur agar aman dan nyaman. Bila tidak membaca aturan ini, maka kemungkinan melanggar sangat besar. Jika sudah melanggar, maka sanksi atau denda berat menanti. Jadi, mau tidak mau akhirnya terpaksa semua harus membaca.

Atau sebagai ilustrasi kecil, saat kami akan pergi ke luar rumah, minimal kami harus membaca laporan prakiraan cuaca dari berbagai situs agar cocok berpakaian dan mengecek jadwal transportasi agar tepat waktu. Bila tidak membaca kedua hal tadi, dampaknya bisa fatal mulai salah kostum hingga telat datang ke sebuah acara.

Pemerintah juga memfasilitasi sekolah dan sarana belajar mulai pendidikan sejak dini hingga perguruan tinggi dengan baik. Soal perpustakaan sebagai sarana pendukung utama kegiatan membaca juga demikian. Beberapa perpustakaan melengkapi dirinya dengan kolam renang, tempat kebugaran, silent room (tempat bekerja atau ruang membaca khusus), tempat kursus beragam jenis olahraga seperti karate, basket, senam lansia, dll, tempat penitipan anak, hingga mini cafe. Hari libur perpustakaan ramai sebagaimana pusat perbelanjaan karena menjadi sarana hiburan.

Ujungnya. ketiga pihak, baik sekolah, orangtua, dan pemerintah tak bisa berdiri sendiri dsebagaimana sejak awal Saya jelaskan. Karena kolaborasi intensif menjadi kunci dan rahasia sukses Kanada sebagai salah satu negara maju dan memiliki peringkat yang baik dalam budaya membaca. Apakah dengan demikan masih ada masalah yang tersisa? Tentu saja. Utamanya karena era digital melanda seluruh dunia dan menjadi isu laten yang tak pernah habis menghadirkan masalah bagi kita dan budaya membaca secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun