Hari-hari tanpa politik sepertinya sulit untuk dihindari sekarang. Hal ini ditandai dengan maraknya manuver elit/buzzer di pusat Jelang Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak Nasional untuk pertama kalinya pada 2019 nanti. Selain itu, kemunculan partai-partai baru dan keinginan sejumlah tokoh nasional untuk terjun menjadi pemimpin di daerah menambah hangat hiruk-pikuk panggung politik tanah air. Tidak jarang hal-hal tersebut menginspirasi sebagian orang turut maju berkompetisi dengan sumber daya ala kadarnya (baca : minim modal sosial, finansial, dan intelektual).
Celakanya, sumber daya yang sudah ala kadarnya ini, masih ditambah dengan melibatkan para investor yang tidak paham esensi politik. Mereka dari awal memang hanya dijanjikan iming-iming kemenangan dan sengaja dibuat lupa oleh kandidat tentang keadaan ketika kalah (exit strategi),untuk menyakinkan betapa besarnya peluang dirinya. Akibatnya pascapemilu selesai, banyak yang bangkrut, dikejar-kejar debt collector, berselisih/konflik dengan masyarakat karena bantuan yang diberikan diambil kembali, sakit jiwa karena tidak siap untuk kalah, dll.
Saya bukan menakut-nakuti Anda untuk maju bertarung. Tapi, tulisan ini punya kepentingan untuk mencegah Anda menjadi korban atau kejadian hal-hal di atas terulang kembali menimpa orang-orang yang kita sayangi. Karena, untuk bermanfaat atau memberi kebaikan bisa dlakukan dengan banyak cara, bila ikhtiar melalui jalan politik belum berhasil.
Jika Anda belum siap, tunda dulu niat untuk maju demi memastikan segala sesuatunya lengkap mendukung. Bila momentum belum hadir karena lawan terlalu kuat, waktu menunggu tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya Anda. Dalam politik, ada istilah "stamina" (daya juang) sebagai bahan bakar utama. Karena Anda bukan diminta menjadi seorang sprinter, tuntutannya adalah bagaimana kita bisa menjadi seorang pelari jarak jauh yang tangguh (marathoner).
Sehingga, tidak ada salahnya Anda mulai merefleksikan diri melalui SWOT Analysis, Cost-Benefit Analysis, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Karena ketika Anda sudah memutuskan untuk maju, berbagai tantangan segera langsung dihadapi mulai dari  (1) sinisme orang-orang terdekat terhadap politik karena pasti Anda membutuhkan mereka untuk melipatgandakan pengaruh, kemudian soal (2) menemukan cara efektif berkomunikasi dengan elit partai untuk memastikan kendaraan politik, dan terakhir terkait (3) kebutuhan dana Awal untuk menggerakkan mesin politik, melalui pemberitaan media (sosial, online, cetak, dan elektronik) dan kelompok-kelompok relawan agar mereka bisa turut membantu Anda dalam menyentuh hati dan persepsi masyarakat.Â
Kehadiran pemberitaan media dan kelompok-kelompok relawan ini begitu vital, menimbang Anda memiliki keterbatasan waktu maupun energi untuk menjangkau seluruh lapisan warga dan pada bagian lain untuk memastikan anda bisa maju lewat jalur perseorangan (independen) bila gagal memperoleh dukungan partai. Terlepas soal adanya tiga tantangan di atas, setidaknya ada tiga hal lainnya yang perlu Anda harus tuntaskan pula sebelum memutuskan maju dalam Pilkada/Pemilu:
(a) Tahu diri.
Sebelum memutuskan maju dalam perhelatan politik apapun, ada 3 tahap/tingkat pertanyaan yang bisa diajukan seorang kandidat kepada dirinya, (1) Apakah anda sudah dikenal oleh calon pemilih/derajat popularitas? (2) Apakah Anda akan disuka oleh calon pemilih/derajat Akseptabilitas ketika maju dalam Pilkada/Pemilu Legislatif? (3) Apakah Anda akan dipilih oleh calon pemilih/derajat elektabilitas?
Masing-masing pertanyaan, akan menghasilkan jawaban jujur di tahap mana Anda akan berada. Karena, masing-masing jawaban akan berbeda tahapan usaha/strategi untuk mencapainya. Istilah sederhananya, salah memposisikan diri, bersiaplah untuk kalah selamanya
(b) Ukur Diri
Untuk memastikan hasil penilaian anda (baca : tahu diri) obyektif atau tepat, maka survei opini publik menjadi salah satu cara efektif. Dengan melakukan survei, Anda menghemat banyak hal, mulai waktu berkampanye, cara berkampanye, dana kampanye, dll.
Di titik inilah, survei Opini publik yang kredibel tidak bisa dilakukan oleh sembarangan. Karena ini terkait reputasi hasil atau temuan yang diperoleh bagaimana harus disikapi. Sehingga, pilih-lah lembaga yang jelas rekam-jejaknya untuk melakukan hal ini.
Caranya, lihat siapa tokoh utama di lembaga survei tersebut (baca ; integritasnya) dan bagaimana tingkat akurasi/presisi data lembaga survei tersebut dalam berbagai Pilkada/Pemilu,
(c) Evaluasi Diri
Sempurnakan ikhtiar ini di ujung, dengan menanyakan langkah Anda maju kepada keluarga atau sahabat-sahabat yang tulus mencintai Anda, demi memeriksa jawaban-jawaban yang sudah dihasilkan.Â
Selamat mencoba!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H