"Yang kelahiran 85, jangan lupa tahun ini kalian kepala 4 ya."
"Ketika yang seumuranku sudah antar anak masuk TK, aku ke mana-mana sendirian saja."
Setiap scroll medsos, kerap saya mendapati konten dengan tema seragam. Baik akun dengan nama laki-laki mapun perempuan, merasakan permasalahan yang sama. Adalah menunggu belahan jiwa, yang rupa-rupanya tak kunjung tiba.
Saya yang seketika dilanda penasaran, langsung mampir ke akun bersangkutan. Menilik dari konten-kontenya, pemilik akun cukup ganteng dan cantik. Tapi soal jodoh, kan tidak dilihat dari fisik semata.
Kegundahan bersua jodoh, sebenarnya ada dari masa ke masa. Sewaktu masih SD, ada tetangga yang menikah setelah berumur. Setelah dijodohkan antar pedagang, kedua mempelai anak pedagang sembako dan pedagang sandal.
Kemudian setelah dewasa, saya mengalami sendiri penantian lama soal jodoh. Beberapa kenalan lebih senior, memilih tidak menikah sampai usia senja. Ujian orang berbeda-beda, setiap orang dengan jalan takdirnya sendiri-sendiri.
Perkenankan saya turut melangitkan doa, semoga teman-teman segera dilekaskan ketemu jodohnya.
Kuncinya adalah jangan mudah putus asa, membuka dan menyibukkan diri pada banyak kesempatan pertemanan. Mudah bergaul, selebihnya pasrahkan pada Sang Khaliq. Dari persuaan jodoh yang tidak sebentar, niscaya menumbuhkan sebuah sikap sangat berharga.
Saya pribadi merasakan, ada hikmah luar biasa di balik lamanya ketemu jodoh.
------
Kompasianer, jalan saya menemukan jodoh bisa dibilang lumayan terjal. Tak terhitung, saya membuka hati tetapi gagal dan gagal lagi. Ibarat pencari pekerjaan, banyak surat lamaran dikirim tapi belum juga panggilan interview datang.
Kini adik-adik umurnya separuh saya, bahkan umurnya diawal kepala empat. Beberapa diantaranya curhat, butuh didengarkan. Keluh kesahnya mirip, yaitu menemukan orang yang klik.