Jujurly, sejak kepergian ibu -- mertua-- kami merasakan perubahan drastis itu. Suasana rumah terasa hampa dan kosong, dapur tampak tidak terawat. Kursi dan meja ditata sekenanya, debunya awet nempel berhari-hari.
Semasa ayah mertua ada, tidak terlalu mengurus rumah. Laki-laki sepuh itu, kerap berkegiatan di luar rumah. Kami tidak menuntut lebih, peran ayah dan ibu tentulah tidak sama.
Keadaan saya alami dan rasai, adalah definisi istri/ ibu ibarat jantung rumah tangga. Rumah yang ditinggal ibu, tak ubahnya rumah yang dicabut ruh-nya.
Pengalaman saya lewati, cukuplah menjadi pelajaran memuliakan istri. Mumpung istri sehat bisa ditemui saban hari, janganlah dibuat sedih hati. Berbicara dengan kalimat yang baik, dengan intonasi dan nada enak di telinga. Kalau istri tiada, niscaya ruh rumah itu seolah pergi.
Maka bahagiakanlah istri, sebisanya semampunya. Agar rumah dan seisinya, menjadi tampak indah dan nyaman. Dan bahwa perlakuan suami, sangat berdampak pada kewarasan istri. Agar anak-anak tumbuh dengan baik, otamoatis kita menjadi suami yang baik juga.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H