Idealnya sebuah pernikahan, semakin panjang usia mustinya semakin kompak. Hidup bersama-sama berpuluh tahun, mustahil suami istri tidak saling mengenal. Sangat mungkin masing-masing, memegang kartu truf termasuk aib- aibnya.
Demikian pula suami istri yang berumur, cenderung pola pikirnya lebih semeleh. Semakin menyadari, bahwa sikap yang tidak neko-neko membuat lebih tenang.
Lazimnya pada pasangan paruh baya, inginnya menjalani yang telah berlangsung. Mempertahankan yang sudah ada, selanjutnya menua bersama. Â Kalau memulai dengan orang baru, sudah bukan masanya lagi.
Sehidup semati, itu yang ada memenuhi pikiran kami. Apalagi nyaris duapuluh tahun bersama, cukuplah menghadapi tempaan kehidupan. Tak ada keinginan yang lebih utama, selain  mengantarkan anak dewasa dan mandiri. Yang penting, tak ada hati yang mendua.
-----
Sungguh, mewujudkan rumah tangga bahagia tidaklah mudah. Tetapi bukan berarti tidak bisa, demikian hukum alam mengaturnya. Ukuran bahagia cukup abstrak, tetapi bisa dirasakan sanubari. Bahagia tidak muncul di hal-hal bendawi, tetapi benda juga bisa jadi penyebab.
Bahagia bisa diraih siapa saja, suami istri di strata mana saja. Sedemikian uniknya bahagia, syarat mencapainya bisa dipenuhi oleh siapa saja.
Bahagianya istri, sejatinya di perhatian dan dihargai pasangan, Pada suami yang tak enggan, turun tangan membantu pekerjaan rumah. Suami tidak berlaku kasar, memaklumi kelemahannya. Dan suami yang tidak silent treatment, Â kalau memang ada yang harus dikoreksi dari istri.
Pun bahagianya suami, ada pada istri yang mau mengerti. Mau menghormati dan menghargai, karena suami adalah kepala keluarga. Mendampingi suami saat jatuh, memberi support luar biasa. Tidak mengusik harga diri suami, sehingga tetap terjaga qowammah-nya.
Selebihnya, tentang ujian ekonomi, sekolah anak, masalah- masalah di keseharian. Tinggal dihadapi, dan dicarikan solusinya bersama. Kadang melelahkan, menjengkelkan, memantik emosi, bahkan membuat ingin putus asa.Â
Tapi tidak pilihan lain, kecuali menghadapi dan memanjangkan sabar. Tetap rayakan saja bahagia, meski dalam wujud yang sederhana. Misalnya bisa makan bareng, meski menunya tidak istimewa. Melihat anak istri sehat, anak bersemangat belajar.Â
Jadikan semua yang indah itu, sebagai sebab kebahagiaan. Â Meski esok hari, perjalanan melelahkan itu musti dilanjutkan.
Rayakan Kebahagiaan Meski Esok Masih Melelahkan
Mari kita usahakan rumah tangga yang bahagia. Meski keuangan belum stabil, mari tetap jalan-jalan meski jajan di pinggir jalan. Semua kebahagiaan dirayakan, meski besok perjuangan lebih melelahkan. Akun Cahaya Islam
Status medsos di atas, sangat menyentuh dan membuat saya meleleh. Seperti berkaca, pada aneka kisah pernah kami alami. Bahwa di perjalanan berumah tangga, kami telah merasakan aneka rupa keadaan. Termasuk berada di keuangan menipis, bersamaan datang kebutuhan yang tidak disangka.
Pernah merasakan, kenikmatan di saat sedang lapang. Tabungan lumayan banyak, makanan di meja berlimpah bahkan di dalam kulkas. Saya dengan kesibukan yang padat, tidak sempat makan di rumah.
Setiap keadaan ganti berganti, tinggal bagaimana setiap kita menyikapi. Sedang terpuruk atau bangkit, adalah ujian yang diberikan Sang Khaliq pada hamba-NYA.
------
Hujan sangat deras di sore itu, ruang tengah -- di rumah kami-- bocor lumayan besar. Saya dan istri berhamburan, mencari ember dan alat pel. Berjibaku mengendalikan air, supaya tidak meleber ke mana-mana.
Sembari menampung di ember, saya menyerok air ke arah teras. Istri mengepel sisa air, agar tidak menyebar ke kamar. Â Untungnya hujan tidak terlalu lama, sehingga keadaan bisa lekas diselesaikan.
Setelah hujan benar-benar reda, saya naik ke genteng bermasalah. Ternyata ada kayu musti diganti, karena patah dimakan usia. Sementara tabungan benar-benar menipis, kami kebingungan mencari cara membetulkannya.
Kami memutar otak, menemukan satu nama dimintai tolong. Benar saja perkiraan kami, orang dituju sangat helpfull. Bersedia menanggung, biaya perbaikan genteng. Senyum getir kami, mengiringi jawaban melegakan itu.Â
Meski semburat bahagia muncul, tetaplah setelahnya kami punya tanggungan. Dan saya akan buktikan, bahwa tak sedikitpun terbersit niat ingkar.
Demikian sekelumit cerita bahagia itu, diantara kebahagiaan lain tak kalah ajaibnya. Kami bertekad, menghadapi bersama menyelesaikan bersama. Karena bahagia musti tetap dirayakan, meski esok hari masih melelahkan. Semoga bermanfaat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H