Kalau dipikir-pikir, apa yang diburu laki-laki berusia banyak -- menunjuk pada diri sendiri. Anak-anak sudah beranjak dewasa, kebersamaan dengan istri sudah puluhan tahun. Maka apalagi yang dilakukan, kecuali mengisi sisa waktu dengan sebaik-baik sikap.
Cukuplah ayah menuruti ego, sudah saatnya lebih banyak mengalah dan menahan diri. Tidak cepat beraksi, kala melihat mendengar suatu keadaan. Berpikir lebih jauh ke depan, memikirkan dampak baik setiap langkah yang diputuskan.
Beruntungnya ayah yang beranjak lansia, dianugerahi kebersamaan dengan keluarga. Sejengkal waktu sangat berharga, jangan sedetikpun disia-sia. Bahwa peninggalan terbaik seorang ayah, adalah keteladanan yang dikenang anak-anak. Dan peran istimewa ini, musti direbut dan dimenangkan oleh setiap ayah.
Sudah sewajarnya, ayah memenuhi dirinya dengan sifat keayahan. Yaitu perhatian pada keluarga, mengayomi dan rela pasang badan paling depan. Berusaha sebisanya semampunya, mengusahakan kebutuhan istri dan anak-anak.
Bukankah puncak keayahan, adalah menjadi family man?
-----
Tahun 2024 sudah di penghujung, bagi saya pribadi punya banyak catatan perjalanan. Bisa dibilang tahun ini, ada periode keterpurukan yang saya lewati. Fase yang memberi banyak hikmah dan pelajaran, agar lebih bijak bersikap. Dan alhamdulillah, saya bisa bertahan sampai hari ini.
Saya sangat yakin, Kompasianer pasti demikian adanya. Menjalani hari ke hari di tahun ini, dengan uji cobanya masing-masing. Bahwa saat bangkit pun jatuh itu nyata adanya, keduanya dipergilirkan untuk menguji kualitas manusia.
Masa bangkit, kejatuhan bahkan terpuruknya seorang ayah. Seharusnya menjadi moment, guna memancarkan sikap keayahan. Bahwa setiap keadaan sempit, bukanlah alasan untuk menyerah kelah. Ayah musti terus berjuang, menunjukkan tanggung jawab pada keluarga.
Sedikit perolehan didapat ayah, tidaklah untuk kesenangan diri. Istri dan anak-anak tetap menjadi prioritas, ayah rela menomor sekiankan diri.