Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Sayangi Ibumu Secara Tangguh dengan Tidak Merepotinya Saat Sepuh

12 November 2024   15:44 Diperbarui: 13 November 2024   19:10 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer pasti sepakat, bahwa ibu adalah orang paling pertama di kehidupan anak. Peletak fondasi hidup, bagi buah hati yang sangat dikasihi. Saya sangat mengamini, kalimat yang menyatakan kasih ibu sepanjang masa.

Meski untuk pengorbanan ibu, terkadang tak selalu berbalas. Anak yang dibesarkan dengan susah payah, tak semua paham berbakti.  Ada yang menyia-nyiakan ibu, pun masih ngrepotin ibunda di masa tuanya.

Saya pernah membaca berita, anak tega menjerat ibunya dalam kasus hukum. Di medsos diposting foto ibu renta, sedang duduk pasrah di kursi sidang. Tatapan mata jernih itu, mewakili ketulusan cinta dari hati seorang ibu.

Hakim yang membacakan tuntutan, tak sanggup membendung isak haru. Akhirnya ibu sepuh dinyatakan bebas, tidak ada jeratan hukum yang memberatkan. Kejadian luar biasa terjadi,  perempuan tua berbesar hati. Membuka pintu maaf lebar-lebar, pada anak kandung yang hendak memenjarakannya.

Saat link berita ini dishare di medsos, sontak netizen mengecam ulah anak durhaka. Banyak yang tidak setuju, kalau si anak tidak dituntut balik.

-----

"Anak sudah gede, aturannya ngasih duit bukan ngrepotin ibuknya," ujar seorang ibu

"ya, kalau belum bisa ngasih, gimana dong," saut si anak enteng

Awal merantau di Jakarta, saya punya kenalan di tempat kost baru. Laki-laki yang usianya sekitar 4 atau 5 tahun di atas saya, sudah berumah tangga tapi belum dikaruniai buah hati. Ada sikapnya yang sangat tidak saya setujui, adalah menganggur dan minta sangu ibunya.

Kemudian saya pindah kost, dan sampai sekarang -- bisa dibilang---lost contact. Mengingat kami tidak akrab- akrab banget, hanya saling mengenal sekadarnya saja. Ditambah sikap yang kurang bagus tersebut, membuat saya enggan berkawan dekat.

Di lain waktu dan tempat, saya pernah menyaksikan sendiri. Seorang teman diuji dengan kebangkrutan usaha, musti menanggung utang.  Kemudian teman ini, minta ibunya untuk membayarkan utangnya. Ya, membayar dengan uang ibu, dan setelahnya tidak diganti.

Padahal ketika usaha sedang ramai-ramainya, si ibu tak ikut menikmati hasil usaha anaknya. Tahu-tahu saat jatuh, ibunya dilibatkan menanggung beban. Mirip dengan kisah di atas, si ibu bersedia membayar utang anak.

Sungguh sangat unik dan aneh (menurut saya), kecamuk yang ada di benak ibu. Otak saya yang cetek ini, tidak sanggup mencerna kenyataan demikian. 

Semengesalkan apapun perilaku anak, faktanya ibu tidak pernah sedikitpun tidak memberi maaf.  Sebesar dan sehebat apapun kesalahan, anak tetaplah anak yang sangat dikasihi. Tak ada ruang di hati ibu, untuk membenci darah dagingnya sendiri.

Sayangi Ibumu Secara Tangguh dengan Tidak Merepotinya Saat Sepuh

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Menyayangi ibu -- dan ayah tentunya--, sebenarnya sangat bisa dilakukan dengan cara sederhana. Bagi anak yang sudah dewasa, cukup dengan tidak menambah beban pikiran orangtua. Pada anak masuk usia baligh, telah digenapkan  nalar menakar risiko perbuatan. Apapun konsekwensi keputusan anak, harusnya dia siap menanggung.

Bagi anak laki-laki sudah menikah, di pundaknya diamanahi tanggung jawab menafkahi anak dan istri.  Lakukan tugas itu, dengan kekuatan dan jerih payah sendiri. Tegaskan pada diri, siap menyelesaikan kesulitan tanpa melibatkan orangtua.

Toh, orangtua sudah cukup masanya bersusah payah, mengantarkan anak hingga dewasa. Sudah tidak waktunya, ikut memikirkan kebutuhan anak apalagi cucu.

Justru kalau rezeki anak sedang berlebih, sisihkan persembahan pada ibu. Sudah tiba waktunya berbakti, membalas budi mewujudkan rasa sayang.  Sejatinya yang dipersembahkan kepada ibunda, niscaya kan berbalik pada si anak.

Bahwa menerbitkan senyum di bibir ibu, akan menghadirkan ridho ibu. Kemudian menumbuhkan keajaiban, terbukanya rejeki dari pintu-pintu tidak terduga. Keyakinan ini harus dihunjam, agar semakin kuat tekad berbakti.

Menyayangi orangtua, memang musti diperjuangkan. Menyesuaikan situasi kondisi setiap anak, agar setiap keadaan berjalan nyaman.  Layaknya orangtua telah berkorban, sangat wajar anak melakukan hal semisal.

Sayang anak pada ibu musti tangguh, setangguh sayang ibu pada anak. Apalagi setelah ayah tiada, dan ibu di fase usia senja. Anak musti menunjukkan, ketangguhan menyayangi ibu. 

Kalau belum bisa berkirim bulanan, setidaknya jangan merepoti ibu.

--------

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Bagaimanapun, ibu tetaplah manusia biasa. Sangat mungkin, sikapnya tidak ideal di mata anak-anak. Konon orang sudah sepuh, sikapnya kembali seperti anak kecil lagi. Mari menerapkan ilmu maklum, kalau orangtua menjengkelkan.

Semua situasi menjadi wajar, apabila dianggap sebagai hal lumrah. Setiap keadaan sangat bisa diselesaikan, apabila yang muda mau mengalah.

Bahwa berbakti pada orang tua, juga tidak lepas dari ujian. Ada kala anak berada di masa sempit, namun jadikkan alasan tidak berbakti. Menyayangi ibu dengan tangguh, adalah mempersembahkan sikap terbaik.  Baik saat lapang ataupun kondisi sempit, tetaplah anak berbuat baik. 

Khusus saat anak prihatin, jangan kabarkan kesedihan pada ibu. Percayalah, setiap yang memberatkan akan mengantarkan hikmah luar biasa. Tetaplah menyayangi ibu, dengan tidak merepotinya saat sudah sepuh.

Menyayangi ibu secara tangguh, adalah menyayangi sepenuh perjuangan. Mengabarkan hal-hal baik, membuat hati ibu tenang dan senang.  Kalau anak sedang repot, janganlah ibu diajak menanggung beban.

Persis setangguh sayang ibu pada anak, maka sayang anak seharusnya demikian juga adanya. Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun