--- ----
Ketika uang ayah habis, sedangkan stok beras sudah menipis.
Saya pribadi merasakan, denyut nadi berdetak lebih kencang. Tak sabar menanti, keajaiban apa yang akan tiba. Toh, sebagai ayah saya tak henti berusaha. Tak berputus melangitkan doa, apapun asal halal dilakukan.
Selama penggunaan uang ayah, benar-benar untuk belanja menafkahi keluarga. Maka saya sangat yakin, Sang Khaliq tidak akan membiarkan hamba yang gelisah. Entah rejeki istri, entah rejeki anak, entah rejeki suami, mana saja yang lebih dulu datang. Yang penting masalah beras, bisa segera teratasi.
Kompasianer's dengan usia pernikahan belasan tahun bahkan lebih, pasti telah banyak liku-liku dialami. Aneka peritiwa yang membukakan pencerahan, benar adanya bahwa istri dan anak membawa rejekinya sendiri-sendiri.
Rumah yang ditinggali, kendaraan dinaiki, makanan tersaji saban hari, kebersamaan, ketenangan, kebahagiaan dirasakan. Pasti terdapat catatan rejeki, dari setiap anggota keluarga.
Ayah yang notabene kepala keluarga, jangan merasa memiliki semua, hanya karena bekerja menjemput nafkah. Jadilah ayah pengayom, melindungi dan menyayangi anak dan istri. Dari tetes keringat mengembun di pori-pori ayah, terkandung bagian rejeki anak dan istri.
Ketika uang ayah habis, sedangkan stok beras menipis. Teruslah berusaha, buktikan kalian ayah hebat, yang memperjuangkan istri dan anak-anak. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H