Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Meringankan Kesedihan dengan Menikah

24 Oktober 2024   10:56 Diperbarui: 24 Oktober 2024   16:25 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer's yang usianya sudah banyak alias senior ---hehehe--, dijamin sudah menemui liku- liku kehidupan. Baik manis atau asinnya, entah jatuh maupun bangunnya, tertawa yang beriring menangisnya, demikian hukum kehidupan berlaku bagi setiap hambaNYA.

Bahwa tidak jaminan, jalan kehidupan dilewati selalu mulus tanpa kerikil. Betapa banyak fase kehidupan bakalan dilalui, diantaranya masa- masa pahit penuh kepiluan. Masing-masing orang telah membawa suratan, memiliki bagian-nya sendiri-sendiri.

Menikah adalah sebuah episode, yang niscaya bisa membantu meringankan kesedihan.

---- ----- ----

Di usia yang sudah tidak muda, saya telah mengalami ragam gejolak kejadian. Seiring berjalannya waktu, sebuah insight mampir di benak ini. Tentang sebuah keyakinan, bahwa tidak ada yang sia-sia yang dihadirkan kehidupan pada setiap diri.

Kesedihan sengaja diadakan, agar sikap rendah hati terasah dan kita sampai pada sikap pasrah. Sedih akan efektif dibilas tangis, guna melepaskan pedih dan melahirkan sikap empati.

Percayalah Kompasianer, bahwa kesenangan dan tertawa berlebihan juga tidak baik. Bisa mengeraskan hati, lahir sikap menyepelekan orang lain. Hati yang tidak peka, biasanya karena hari-hari diliputi keenakan semata.

Hidup ini penuh kemuliaan, akan semakin berwarna dengan ujian demi ujian. Orang yang bisa melewati dan lulus ujian, akan menjadi orang dengan pribadi arif.

Logikanya sangat make sense, orang yang pernah di posisi terluka akan lebih empati pada derita orang lain. Orang yang senang di sepanjang hidup, kecil kemungkinan cepat sigap bersimpati.

Skenario kehidupan sangat dahsyat, setiap orang bergumul dengan medan juangnya sendiri. Apapun yang pernah dikerjakan (baik/buruk), akibatnya (cepat atau lambat) akan kembali pada pelakunya sendiri.

Menikah adalah sunatullah, menjadi salah satu episode kehidupan yang diadakan semesta. Banyak kebaikan terdapat di dalamnya, meskipun sangat tidak mudah menjalaninya.

Seberat apapun jalan pernikahan ditempuh, niscaya akan banyak kebaikan dikandung. Dan menikah menjadi lahan juang suami istri, menyemai pencerahan demi pencerahan kehidupan.

Meringankan Kesedihan dengan Menikah

(Dokumentasi Pribadi)
(Dokumentasi Pribadi)

Hadist diriwayatkan Baihaqi dan Annas bahwa Rasulullah bersabda "Apabila seorang hamba menikah, maka sungguh orang itu telah telah meyempurnakan setengah agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah setengah lainnya".

Sependek pengalaman, saya sangat mengamini challenging-nya kehidupan pernikahan. Kalau satu bulan pertama ibarat bulan madu, kenyataan itu sangat benar adanya. Kemudian setelah masa bertabur bunga itu selesai, maka kondisi real life akan dihadapi.

Antara suami dan istri sudah tidak ada yang bisa ditutupi, baik buruk sampai aib terbuka dengan sendirinya. Cantik istri dan gantengnya suami telah lewat, semua karakter akan terkuak dan ditunjukkan.

Saatnya membuktikan janji saat akad nikah, suami dan istri siap bersama dalam suka dan duka. Selalu bergandengan tangan dengan erat, menghadapi seberat apapun cuaca kehidupan. Dan keadaan inilah, yang bisa menjadi bahan eratnya tali perkawinan.

Senangnya dibarengi rasa syukur, sedihnya melahirkan kesabaran. Karena kesedihan bukanlah keadaan buruk, dan kesenangan tidak berarti lebih mulia. Sedih dan senang adalah soal waktu dan dipergilirkan, suami istri melewati memetik hikmahnya.

Bayangkan indahnya, suami yang terpuruk dibersamai istri yang selalu men-support. Istri menjadi yang terdepan, meraup kesedihan suami. Pun saat istri sedang gundah, suami datang menenangkan. Suami adalah orang yang paling mengerti, meredam rasa gulana dipendam istri.

Kalau setiap pasangan, bersedia bersama memaknai setiap keadaan. Maka tidak ada alasan, untuk tidak bertambah rasa sayang. Keterpurukan yang dihadapi berdua, menjadi alasan saling membahu untuk bangkit dan berdiri.

Menikah adalah alasan, agar setiap episode kesedihan -- apalagi kesenangan-- tidak ditanggung dan dirasakan sendiri. Karena kesedihan yang ditanggung sendiri, tentu lebih berat jika dibandingkan dengan dibagi.

(Dokumentasi Pribadi)
(Dokumentasi Pribadi)

Gusar dan tertekannya hati karena urusan pekerjaan, bisa dibilas dengan pulang disambut senyum tulus istri. Keresahan yang menghimpit dada, sangat bisa lenyap bersama celoteh buah hati.

Kalau ada yang bilang "menikah justru menambah masalah", tidak sepenuhnya salah. Bisa jadi ada yang kurang dalam men-treatment pernikahan, sebaiknya tidak lekas puas dengan pengetahuan dimiliki.

Sekali lagi saya meyakini, setiap yang diselenggarakan kehidupan demi kebaikan manusia itu sendiri. Pun menikah, seratus persen demi kemaslahatan manusia itu sendiri.

Bahwa dalam prakteknya sangat tertatih-tatih, janganlah putus asa. Jadikan ketidak tahuan, menjadi kesempatan belajar dan terus menggali ilmu. Agar menikahmu, menjadi sumber bahagia sejati.

Sehingga menikahmu, menjadi jalan efektif menggapai kebahagiaan, sekaligus meringakan kesedihan. --semoga bermanfaat-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun