Sudah tak terhitung, berapa kali saya naik kereta api. Sependek ingatan, kali pertama berkereta saat mulai berani bepergian jauh sendiri. Kala itu sedang liburan (kenaikan kelas 3 Â SMA tahun 1991 -- jangan itung umur yes, hehehe ), saya naik kereta ekonomi dari stasiun Madiun turun di Jakarta Gambir.
Kemudian di medio 90-an akhir, untuk sebuah pekerjaan saya naik Kereta eksekutif. Saya masih ingat, petugas membagikan makan malam setelahnya menyusul selimut. Pada pagi hari selimut diambil, dan disuguhi teh atau kopi hangat dengan snack.
Sekira tahun 2009, kebijakan tuslah (layanan makanan) ditiadakan. Pelanggan diberi keleluasaan, bisa memesan menu sesuai selera di gerbong restorasi -- berbayar ya.
Menyoal kuliner di masa sekarang, saya mendapati kemajuan yang luar biasa. KAI di bawah kepemimpinan Didiek Hartantyo, cukup inovatif di beberapa lini. Salah satunya soal kuliner, yang dikreasikan dengan sangat menarik.
Ada program kuliner yang unik, menu disajikan adalah menu lokal khas daerah tertentu. Dan semakin unik lagi, menunya menyesuaikan kota sedang dilintasi kereta.
Saya pernah bersantap nasi jamblang, persis saat kereta melintasi kota Cirebon. Menu disajikan dengan sangat estetik, benar-benar menggugah selera makan.
Sesyahdu itu makan nasi jamblang di atas kereta, sembari menikmati suasana Cirebon dari balik jendela kaca. Â
Bener-bener deh, menjadi pengalaman kulineran tak terlupakan.
------
"Numpak kereta wae penak, nanti biar dijemput di stasiun," pesan ibu