Bagi yang meneladani Kanjeng Nabi, jangan setengah-setengah menjalankan yang disukai. Misalnya suka berpoligami, tapi tak mencontoh santun, sayang, adil pada istri.
Jangan Teruskan Guyonan Tidak Lucu Itu!Â
Dulu sebelum menikah, saya mengikuti sebuah pengajian. Anggotanya teman-teman sekantor (laki-laki), yang sebagian besar sudah menikah. Saya yang sudah usia pantas menikah, ketika itu belum ketemu jodoh. Sepekan sekali kami mengaji, di rumah Ustad di daerah Lebak Bulus Jakarta Selatan.
Saya masih sangat ingat kali pertama datang, setiap anggota memperkenalkan diri. Yang saya perhatikan, ketika menyebutkan status beristri, disambut guyonan "istri baru satu ya", atau "menuju nambah istri kedua nih", "sebentar lagi jabatan naik, saatnya istri nambah", dan guyonan semisal yang diulang-ulang.
Saya yang bujangan hanya menyimak, senyum tipis seperlunya saja. Meskipun di dalam hati, saya benar-benar tidak nyaman. Sempat terbersit rasa kawatir, kalau guyon tersebut diteruskan kemudian bisa menjadi kenyataan.
Sekira setahun di perkumpulan mengaji, saya menikah dan teman-teman saya undang ke pernikahan. Kemudian untuk alasan pekerjaan dan keluarga, saya terpaksa tidak aktif di pengajian tersebut. Namun secara personal, kami tetap berkomunikasi dan berteman baik.
Setelah menikah, saya menemukan jaringan pertemanan yang baru. Isinya bapak-bapak seumuran, sebagian lagi yang usianya lebih senior. Uniknya tema guyonan, lagi-lagi seputar menikah yang kedua kali. Saya tetap tidak nyaman, kalau kalau guyonan didengar atau diketahui istrinya -- langsung atau tidak.
-----
Setelah berkeluarga dan mempunyai anak, saya tidak terlalu aktif di komunitas. Pertemanan kami terhubung via medsos, atau ngobrol di group percakapan. Saya hanya sesekali nyeletuk, selebihnya hanya menjadi pembaca saja.
Suatu hari saya dibuat kaget, ketika mendapati status di medsos dari teman lama. Adalah teman di pengajian, yang sekitar duapuluh tahun tak bersua. Teman lama memosting foto bareng keluarga, tetapi bukan bersama istri yang dulu pernah saya kenal.