Bener-bener deh, saya musti banyak banyak belajar dari keduanya,
Menemukan Cinta Sejati di Pernikahan Opa Tjip dan Oma RoseÂ
Tahun depan, insyaallah tahun ke duapuluh usia pernikahan saya dan istri. Di beberapa tulisan, saya menyepakati tentang menikah itu berat. Ibarat mengarungi samudra dengan tenang dan ombaknya, kapal bisa karam kalau tak pandai menahkodai.
Saya sangat salut, pada pasangan langgeng yang bersetia pada pasangan. Mereka saya kategorikan orang hebat, karena selalu berusaha mengelola ego-nya. Yaitu selalu menimbang perasaan pasangan, sebelum mengambil keputusan.
Bercermin, berguru dan belajar, kepada orang-orang hebat dan terbukti tangguh di kehidupan pernikahan. Adalah jalan ninja saya, untuk mengais ilmu berumah tangga. Dan melalui artikel- artikel, Â tentang Opa Tjip dan Oma Rose, saya mendapati insight.
Misalnya kisah, saat Opa Tjip dirundung masalah ekonomi dan terserang penyakit berat. Beliau mengaku hampir mati, sampai lupa tanda tangan, lupa uang dan lupa segalanya. Kemudian kesetiaan sang istri teruji, sejengkalpun tak meninggalkan suami.
Oma Rose dengan penuh kesabaran, mendampingi Opa Tjip dalam kondisi apapun. Mutiara itu bernama cinta sejati, mulai tertanam di sanubari keduanya.
Dari sekian tulisan perjalanan pernikahan mereka, ada pesan kuat yang saya tangkap. Sikap saling menghormati dalah kunci, untuk mengarungi kehidupan pernikahan. Saling percaya dan membuang jauh sifat curiga, membuat pasangan merasa nyaman.
Saya mempercayai pengakuan Opa Tjip, di jelang 60 tahun pernikahan, istrinya tidak pernah membuka dompetnya dan sebaliknya, kecuali kalau diminta.
Selain itu menerima kekurangan, saling melengkapi satu sama lain. Menjadi hal yang tak kalah penting, untuk menjalani sebuah pernikahan.
Terkesan sangat sederhana, tetapi haqul yakin, sangat sulit diterapkan. Apalagi ketika salah satu sedang egois, maka pasangan mustilah bersedia mengalah.