Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Menikah Tidak Semenakutkan Tren "Marriage is Scary"

14 Agustus 2024   16:49 Diperbarui: 14 Agustus 2024   21:41 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan di medsos, sedang viral kejadian KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Ada istri yang selebgram curhat di sebuah kajian, mengaku suaminya telah hilang selama satu tahun. Kemudian belakangan si suami ditemukan, sedang berjalan dengan perempuan lain. Videonya viral, saat istri syah bertemu dengan perempuan lain tersebut.

Sungguh miris, saya sangat menyayangkan hal demikian terjadi. Sekaligus menjadi pelajaran, bagi siapapun yang mengetahui kisah ini. Saya tidak habis pikir, mengapa laki-laki tersebut melakukan pada istri yang seharusnya dilindungi.

Bukan satu dua saja kasus KDRT terungkap, yang kemudian tersebar di medsos. Saking ganti berganti kisah serupa, hingga muncul istilah 'marriage is scary' atau pernikahan itu menakutkan.

Tren yang muncul, karena kekawatiran atau ketakutan akan kehidupan paska pernikahan. Pengikut tren ini, kebanyakan kaum perempuan. Follower tren ini, mengemukakan alasan takut menikah.  Dari alasan yang masuk akal, sampai alasan yang muncul (menurut saya) berdasarkan kekawatiran semata.

Misalnya salah satu akun mengaku, takut menikah seandainya suami tak bisa membela istri di depan keluarga pihak laki-laki. Ada lagi member yang kawatir, mendapatkan suami yang tidak suka liburan seperti dirinya. Ada lagi alasan takut menikah, kalau si suami menganggap bahwa skincare hanya menghabiskan uang.

Meski demikian, tidak sedikit netizen yang tidak setuju tren tersebut. Dan saya, adalah team tidak setuju tren 'marriage is scary'.

------

Kompasianer's, kehidupan pada umumnya, tentu ada saja challenging-nya.  Ibarat sebuah film atau novel, tidak menarik kalau tidak ada gejolaknya. Setiap manusia, pasti memiliki naik turunnya kehidupan.

Lazimnya orang di usia dewasa (laki/ perempuan), pasti dihadapkan ujian sendiri-sendiri. Yang lulusan SMA atau kuliah, akan merasakan susahnya mencari pekerjaan. Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, kesabaran pencari kerja sangat diuji.

Setelah masuk di dunia kerja, akan menemui masalah baru. Mulai singgungan dengan teman sepekerjaan, kemudian ditambah target kantor memberatkan dianggap tak masuk akal.

Belum lagi masalah di lingkungan tempat tinggal, yang memiliki standar tersendiri. Bahwa di umur 25 tahun, sudah waktunya menikah memiliki keturunan. Bagi yang tidak sesuai aturan sosial, dianggap aneh atau ada masalah dalam dirinya.

Masalah setelah menikah ada lagi, dan tidak kalah peliknya. Pasti ada percikan suami istri, namanya dua kepala dijadikan satu. Dinamika di rumah tangga, bisa dari keluarga istri pun keluarga suami, bahkan dari tetangga dan lain sebagainya.

Demikian panggung kehidupan terselenggara, pasti memiliki maksud dan tujuan yang mulia. Setiap orang hidup dengan ujiannya sendiri, untuk mengukur ketangguhan. Seberhasil apa si manusia, bisa mengatasi masalah dalam hidupnya.

sumber gambar ; cahayanabawi.com
sumber gambar ; cahayanabawi.com

Menikah Tidak Semenakutkan Tren "Marriage is Scary"

Manusia pertama Adam AS, ditempatkan di surga dengan segala kenikmatan. Namun ada yang kurang, segala keenakan tiada menggantikan rasa kesepian. Maka Adam AS memohon pendamping,  Sang Khaliq menurunkan Siti Hawa.

Dari dua muasal manusia (Adam dan Hawa) inilah, beranak pinak sampailah kita manusia akhir jaman.  Berpasangan (laki-laki  dan perempuan), sejatinya menjadi fitrah penciptaan manusia. Dengan menikah dan berketurunan, kelangsungan manusia akan terjadi.

Manusia diciptakan tidak sempurna, butuh orang lain untuk melengkapi. Sebegitu utamanya menikah, sebuah hadist menyebutkan, (intinya) "Bahwa jika seseorang menikah, maka menyempurnakan separuh agama."

-----

dokpri
dokpri

Kompasianer's, setiap fase kehidupan memiliki tantangan. Tantangan semasa kanak, saat remaja, beranjak dewasa, pun setelah menikah, pasti akan berbeda-beda.  Agama memberi petunjuk, melalui kisah-kisah manusia terdahulu. Kisah-kasih manusia pilihan, yang bisa dijadikan petunjuk dan suri tauladan. 

Termasuk tuntunan mendapatkan pasangan, agar pantas dinikahi dijadikan teman hidup. Sebagai muslim, saya sangat familiar anjuran menikah dengan pasangan sekufu. 

Sekufu artinya sepadan, baik dari segi agama, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Banyak pendapat ulama soal tolak ukur sekufu, kompasianer's silakan jika ingin mempelajari lebih dalam. 

Saya menyepakati soal kesepedanan, di kemudian hari merasakan manfaatnya. Sebagai orang awam, saya menerapkan konsep mengukur diri. Dulu ketika hendak melamar calon istri, saya menimbang-nimbang soal kesetaraan. Sebelum melangkah lebih jauh, saya menggali informasi perempuan yang sedang saya dekati.

Bagi saya, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Musti dipersiapkan sepenuh hati, bahkan dari memilih calon istri. Kalau memilihnya sudah hati-hati, menuju pernikahan juga harus dijaga. Sikap, ucap, niat, terus diluruskan dan diperbaiki demi kebaikan nilai pernikahan.

Mumpung belum ada ikatan, upaya lahir dan batin dikencangkan. Melalui sholat dan melangitkan doa, berharap tidak salah pilih soal pasangan hidup.

Pernikahan adalah ibadah sepanjang usia, membutuhkan kerjasama dan kekompakan. Memberatkan atau meringankannya pernikahan, tergantung dua pihak saling membahu.

Bahwa di pernikahan ada masalah, sangatlah wajar dan tinggal dicari solusinya. Asal awalnya dijalan yang benar, niscaya ujian hadir justru menguatkan. Selebihnya suami istri, kudu terus mengilmui diri. Karena kehidupan ini dinamis, dan ujian hidup tak bisa ditebak.

Mariagge is scary, seharusnya tidak berlaku. Bagi orang, yang mengikuti alur ditetapkan agama. Benar bahwa ujian itu ada, tetapi persepsi soal ujian hidup yang mesti terus dikaji ulang.

dokpri
dokpri
Di era digital, banyak kasus KDRT terangkat di laman medsos. Mari kita berpaling sejenak, searching kehidupan pernikahan yang challenging tapi berjalan dengan baik. Yakinlah, banyak kisah pernikahan yang berhasil, meski melewati serangkaian batu ujian. 

Misalnya kisah Eko Pratomo Suyatno (silakan googling), milyader yang 25 tahun setia merawat istri yang lumpuh.  Atau kisah yang dekat di sekitar kita, entah kisah orangtua sendiri, atau kakek nenek, atau saudara dekat. Dengan pernikahan langgeng, kemudian hanya maut memisahkan.

Karena menikah adalah syariat agama, mari dijalankan dengan sebaik-baiknya. Agar kita mendapatkan keberkahan, agar menikah menjadi jalan menuju sakinah.

Carilah panutan pernikahan, dari orang-orang soleh-solehah yang telah berhasil menjalankan. Wabil khusus teladan manusia mulia (para nabi), yang ujian pernikahannya sungguh luar biasa. 

Dengan demikian, sesungguhnya menikah tidak semenakutkan tren "mariage is scarry". Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun