Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ketika Menikah Adalah Belajar Selesai dengan Diri Sendiri

9 Agustus 2024   22:33 Diperbarui: 9 Agustus 2024   22:35 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer's, tantangan menjadi orangtua itu sungguh luar biasa. Saking luar biasanya, susah untuk digambarkan dengan kata-kata. Hanya bisa dirasakan dan diaminkan, oleh orang yang sudah merasakan atau mengalami sendiri (menjadi orangtua).

Bayangkan, bagaimana ada yang mudah ?

Ketika mendapati ayah rela lapar, asalkan anak istrinya bisa makan dan kenyang. Ada ibu yang rela berpeluh keringat, demi anak-anaknya bisa menempuh pendidikan. Dan masih sangat banyak kisah di sekitar kita, tentang pengorbanan orangtua untuk anak-anak.

Menikah kemudian memiliki keturunan, adalah terbukanya pintu perjuangan yang panjang. Sebagai cara kehidupan, mengajari manusia untuk selesai dengan diri sendiri.

Saya telah mengalami sendiri, bahwa menjadi suami kemudian ayah. Adalah proses yang luar biasa ajaibnya, bahkan sama sekali tak pernah terbersit di benak ini.

Sungguh penuh challenging, tapi mau tak mau musti dihadapi dan diselesaikan. Tetapi di kemudian hari, ada sensasi bahagia yang sangat unik.

-----

Kalau saya renungi secara mendalam, kehidupan ini menyuguhkan hal unik dengan seunik-uniknya. Menyelenggarakan syariat menikah, yang dengan senang hati ditunaikan si manusia. Padahal nyata-nyata di kehidupan pernikahan, ada banyak tantangan tak ringan tersaji di depan mata.

Amanah suami menafkahi istri (dan anak-anak), bukanlah perkara yang ringan. Tugas suami istri beradaptasi satu dengan lain, tentu bukanlah hal yang sepele. Bahwa besar kemungkinan terjadi konflik suami istri terjadi, akibat persinggungan ego.

Tetapi manusia dengan suka cita, bersedia mengikat janji suci menjalani pernikahan. Bersedia melampaui onak duri di pernikahan, melewati batu ujian yang ada di hadapan.

Entahlah dari mana sumber keyakinan itu datang, tentang hikmah sebuah pernikahan yang lebih besar dibanding tantangan. Kalau ada yang bilang menikah untuk bahagia, apa benar pernyataan tersebut sesuai kenyataan.

Bahwa dalam kehidupan pernikahan, sikap mengalah musti dikedepankan, ada kebiasaan menekan ego atau menomorduakan hak, mendahulukan pasangan dan anak-anak.

So, apakah ada bahagia bisa ditempuh, dengan cara mengalah dan terus mengalah?

Ketika Menikah Adalah Belajar Selesai dengan Diri Sendiri

dokpri
dokpri

Ibarat belajar sepanjang usia, maka itulah pernikahan. Jalan berliku akan dan sedang dilakoni ayah dan bunda, membutuhkan kesabaran tak berputus. Teteapi bahwa pada proses di sepanjang sisa usia itu, niscaya menawarkan sensasi perasaan yang sangat unik.

Ada kalanya masa pasang itu datang, kemudian di waktu tak terduga berganti masa surut. Bahwa tiba satu masa pintu kelapangan terbuka lebar, pergantian ke kesempitan juga tanpa pakai janjian. Pasangan suami istri, harus menanggung banyak ketidakenakan.

Apalagi kalau sudah ada anak, demi mereka orangtua bersedia memasang badan. Orangtua dituntut rela berkorban, mengutamakan kepentingan buah hati. Dan akan sampai pada satu titik, (menurut saya) selesai dengan diri sendiri.

---

Sebuah pencerahan, saya dapatkan saat menyimak tausiyah seorang Ustad. Bahwa manusia tempatnya salah dan khilaf, demikian sunatullah berlaku di kehidupan fana.  Kemudian di setiap diri manusia, terjadi pertentangan ego setiap saat.

Maunya menang sendiri, maunya punya apa-apa yang diingini, maunya menjadi nomor satu dan seterusnya. Sehingga apapun akan dilakukan, demi memenuhi ego tersebut.

dokpri
dokpri

Tetapi di satu sisi, manusia dengan kodrat kemuliaan dianugerahkan Alloh SWT. Memiliki kemampuan memerangi ego, sehingga tak selalu menuruti keinginan diri. Orang yang bisa mengelola ego-nya, adalah orang yang memegang fitrah kemanusiaan.

Menikah adalah (salah satu) jalan efektif, agar orang belajar selesai dengan diri sendiri. Pribadi yang selesai dengan diri sendiri, adalah pribadi yang memenangi peperangan ego. Adalah orang- orang yang bersyukur, untuk setiap rejeki yang ada di tangannya.

Ayah dan ibu, sangat bisa menjadi pribadi-pribadi mulia itu. Karena pada jiwa mereka, setiap hari terbukakan jalan untuk selalu mengalah.  Rela hasil dari bekerja keras-nya setiap hari, dipersembahkan untuk anak-anak di rumah.

Dan rasa bahagia yang tidak unik, yang mana lagi bisa didapati. Ketika dari sikap mengalah (orangtu pada anak) itu, nyatanya justru membuat hati ini membuncah. Bahwa dari segala jerih payah dan cucuran keringat itu, nyatanya melahirkan sensasi perasaan bahagia yang sangat unik.

Dan pernikahan, adalah cara belajar selesai dengan diri sendiri.  -- semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun