Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Makanya Saya Pengin Kaya, Biar Banyak Sedekah

19 Juli 2024   10:40 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:06 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di medsos tiktok atau instagram, kerap berseliweran konten tentang berbagi. Entah berbagai kepada orang sudah sepuh, kepada bocah penjual makanan, dan seterusnya. Pernah konten berbagi pada tukang es keliling, yang kehilangan satu kaki karena diamputasi.

Konten humanis seperti ini, biasanya ramai diview oleh netizen. Apalagi si konten kreator (yang juga pemilik akun), piawai mengemas kontennya dengan sangat kreatif. Selama tidak membahayakan, menurut saya syah-syah saja.

Ada konten berbagai dengan cara nge-prank, yaitu lebih dulu diuji dengan dimintai tolong. Entah diminta makanan, entah diminta uang, atau melakukan satu pekerjaan. Uniknya, sesering saya lihat cara ini, sebagian besar target-nya lolos.

Misalnya targetnya pedagang kaki lima, didatangi oleh team dari konten kreator. Team dengan baju compang-camping, mendekat target. Kemudian menceritakan dirinya, (pura-pura) kesasar dan sedang kelaparan. Pengin membeli makanan (yang dijual oleh target), tapi sedang tidak ada uang.

Oke, memang ada satu atau dua target gagal. Tetapi, kenyataannya banyak target yang  berhasil. Mereka dengan rela, memberikan dagangan-nya secara gratis. Meski ketika ditanya, mengaku saat itu jualannya sedang sepi belum ada penglaris.

Selain menyimak videonya, saya tak mau ketinggalan scrolling komentar netizen. Dan menemukan satu komentar, yang mengusik benak dan saya mengamini.

Biasanya orang yang pas-pasan, lebih cepat aksi-nya saat dimintai bantuan. Mereka tak pikir panjang, yang penting membantu semampu dia. Konon alasannya, orang yang kondisinya pas-pasan, telah atau pernah merasakan tidak enaknya menahan lapar.

"Namanya hidup, suatu saat ganti kita yang susah, kan butuh bantuan orang lain," jawab pedagang sate yang ditanya, mengapa membantu padahal tidak kenal dengan pembuat video, "Sekarang mumpung bisa membantu, ya dibantu. Supaya nanti pas saya butuh bantuan, semoga ada yang membantu"

Cukuplah jawaban pedagang sate keliling ini, menjadi pelajaran yang sangat berharga (bagi yang mau berpikir). Bahwa kesempatan membantu orang lain, sejatinya terbuka bagi siapa saya yang mau menyambutnya. 

Tinggal orang tersebut, mau mengambil atau mengabaikan. Dan untuk bisa bersedekah, tidak harus menunggu banyak uang. Bersedekahlah sebisanya, semampunya.

dokpri
dokpri

Makanya Saya Pengin Kaya, Biar Banyak Sedekah

Ada satu ceramah saya ikuti, dan penjelasan sang ustad sangat mengena di hati. Bahwa kekayaan itu, sebenarnya hanya mempertegas seseorang. Kalau kekayaan dimiliki seorang dermawan, maka hartanya akan digunakan untuk berderma. Pun kalau yang kaya seorang kikir, harta dimiliki tak menggerakkan hati untuk bersedekah.

Contohnya pedagang kaki lima, tak enggan berbagai walau dirinya pas-pasan. Kemungkinan besar, dirinya akan tetap berbagi saat punya banyak uang. Saat yang dimiliki sedikit dia tak pelit, apalagi ketika uang dimiliki banyak.

So, soal bersedekah bukan untuk yang banyak duit. Siapapun dibukakan kesempatan, berbagi sebisanya semampunya.

------

dokpri
dokpri

 "Makanya, saya pengin kaya, banyak duit, biar bisa sedekah pada orang yang membutuhkan"

Ada satu komentar seragam, sering saya temui di banyak konten berbagi di medsos. Lebih kurang kalimatnya, seperti saya tuliskan diatas paragraf ini. Pengomentar  bercita-cita memiliki duit banyak, agar leluasa berbagi kepada orang lain. Jujurly, saya sangsi. Bukan jaminan, ketika nantinya (pengomentar) banyak uang, akan direalisasikan komentarnya. 

Saya punya kenalan tak begitu akrab, berkomentar serupa ketika dirinya sedang bokek. Saya yang mendengar kala itu, tak merespon kecuali ingin membuktikan.

Hingga suatu saat, teman ini rejekinya sedang berlimpah. Tampak dari gaya hidup yang berubah, bahkan menjadi member prioritas bank. Saya yang melihat kartu prioritas, sekilas terbersit kisaran nominal di rekeningnya-- yang jelas banyak.

Suatu saat kami sedang kumpul bareng, teman ini tak tergerak ketika ada pengamen nyamperin. Kejadian semisal terulang, ketika berjalan bareng berpapasan pedagang sudah sepuh. Justru yang berinisiatif membantu, teman yang kondisinya biasa-biasa saja. Saya tidak bermaksud menghakimi, tetapi demikian fakta terjadi -- semoga saya salah, ya.

So, mumpung masih bisa berbagi, mari dijalankan sekarang. Kalau mampunya sedekah lima ribu tidak masalah, kalau mampunya sepuluh ribu juga tidak apa. Kalau bisanya berbagi sebungkus makanan, membantu dengan tenaga saja saja, pikiran, atau peluang networking, sangatlah diperbolehkan. Toh, esensinya membantu.

Karena tidak bisa dibantah, bahwa jatah hidup kita ada batasnya. Berbuat baik , jangan ditunda untuk nanti-nanti. Nanti kalau banyak uang, nanti kalau kaya, nanti kalau sudah punya rumah, nanti kalau sudah beli mobil. Karena kita tidak tahu, apakah umur sampai di hari esok.

Sekiranya hari ini ada kesempatan berbuat baik, segera ambil. Karena berbagi, bukan untuk orang kaya harta saja.   

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun