Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Setiap Orang Ada Masanya Setiap Masa Ada Orangnya

7 Mei 2024   11:17 Diperbarui: 7 Mei 2024   11:20 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianer yang usia paruh baya, berarti kita sepantaran, sehat-sehat selalu ya, aamiin. Seusia kita nih, besar kemungkinan telah melewati aneka situasi dan atau keadaan. Seneng atau sedih pernah dirasa, nyesek atau lapang juga pernah menjelma. Mungkin juga pernah ditinggal untuk selamanya, oleh orang yang sangat dihormati dan disayangi.

Ragam keadaan kehidupan, niscaya dinikmati orang dengan usia paruh baya. Kelahiran 90-an ke bawah, kebanyakan sudah berumah tangga. Dengan anak-anak yang beranjak besar, butuh biaya sekolah tak sedikit.

Sementara di waktu yang sama, sedang berada di situasi yang sempit. Sehingga linglung dan limbung, seolah berjalan tanpa pegangan yang kokoh.

Sungguh, kehidupan ini sebegitu dahsyatnya. Segala macam peristiwa ada, dan pergiliran atau pergantian datangnya tak bisa dinyana. Menuntut kita, setiap saat berjaga-jaga.

------

Seiring bertambahnya usia, saya semakin membenarkan istilah roda berputar. Bahwa perputaran keadaan itu nyata, dan membuktikan tak ada yang abadi di dunia.

Yang semula sehat akan berganti sakit, demikian juga sebaliknya. Yang tadinya jatuh akan bangkit, pun sebaliknya. Pergiliran kehidupan menyampaikan hikmah, agar manusia terus berhati-hati. Tak mudah jumawa saat di atas, tak gampang patah arang saat di bawah.

Kuncinya sabar. Sabar yang tak bertepi, meski itu tidaklah mudah.

Setiap Orang Ada Masanya Setiap Masa Ada Orangnya

dokpri
dokpri

Sewaktu masih jadi orang kantoran, saya punya kolega yang tajir mlintir. Orang berdarah chinise papua, menggawangi sebuah agency periklanan. Saya akui beliau termasuk royal, tak pelit dan suka mentraktir (apalagi kalau sudah kenal baik).

Saya pernah satu team dengan beliau, ketika mengerjakan iklan satu Pemda di Sumatera. Satu hari kami meeting marathon, dengan tiga kolega yang berbeda. Demi kepraktisan diaturlah meeting di mall, berpindah di tiga caffe berbeda dengan jadwal berurutan.

Meeting pertama jam sepuluh di Caffe A, jam makan siang meeting kedua. Menjelang ashar pindah caffe untuk meeting ketiga, selesai sekitar jam tujuh malam. Di sela-sela pergantian meeting saya ijin, ke musholla mall untuk duhur dan ashar.

Saya merasakan capek, meskipun hanya pindah lantai di mall yang sama. Perut rasanya kenyang, saking minim gerak dan banyak duduk. Alhamdulillah, hasilnya seperti diharapkan. Project iklan berjalan lancar, sampai lunas pembayaran.

Dan setelah project itu, kami jarang ketemu. Bapak satu ini sibuk dengan project di media lain, saya pun memprospek klient berikutnya. Nyaris dua tahun putus komunikasi, tiba-tiba ada nomor yang masuk ke HP saya.

Setelah diangkat saya familiar dengan suara-nya, yaitu bapak yang sering ajak meeting di caffe. Setelah basa-basi kami membuat janji, akhir pekan ketemuan di sebuah mall di daerah Ciledug.

Di hari ditentukan saya dibuat kaget, meski kekagetan itu disembunyikan. Melihat badan yang dulunya gagah, telah menjadi kurus kering. Wajah yang dulunya ganteng, tampak lebih tua dari umur sebenarnya. Dari cerita disampaikan, si bapak telah bangkrut dan sudah bercerai.

----

dokpri
dokpri

Bahwa peribahasa "setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya", bukan sekedar isapan jempol. Kalimat itu nyata adanya, terbukti di kehidupan sehari-hari. Siapapun sangat bisa mengalami, termasuk diri sendiri termasuk yang menulis ini.

Saya pernah berada di situasi, jalan menjemput rejeki rasanya dibuka dan dimudahkan. Ada budget untuk menabung, membelikan anak dan istri, tak perlu terlalu berhitung sedemikian lama. Dan sayapun pernah merasakan, di situasi mentok di sana-sini. Musti sebegitu berhemat, agar tabungan yang dipunya bisa mengcover kebutuhan keluarga.

Dan di kondisi demikian, menyadarkan kesementaraan dunia fana ini. Sendang dan sedih hanya bersandingan, lapang dan sempit berjarak sedepa saja. Lagi dan lagi, kita musti tetap rendah hati dan tak mudah terbawa keadaan.

Kita semestinya punya perspektif, bahwa beruntung dan merugi sebagai keniscayaan. Kalau hari ini sedang di atas, suatu saat akan tiba waktunya berada di bawah. Demikian sunatullah berlaku, akan dirasai setiap manusia yang ada di muka bumi.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun