Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Karena Pernikahan Bukanlah Transaksional

23 April 2024   09:27 Diperbarui: 23 April 2024   09:30 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; dutaislam.com

Alm Kakek dan almh nenek, kemudian kedua orangtua saya adalah orang kuno. Mereka dengan jalan pikiran sederhana, tidak neko-neko menjalani kehidupan.  Saya menjadi saksi hidup, bagaimana hubungan dua pasangan beda jaman ini.

Mereka bisa dibilang tidak selalu akur, bahkan (di depan mata saya) jauh dari kesan romantis. Kakek pernah kedapatan, marah kepada nenek karena salah paham. Pun ayah saya dapati cek cok dengan ibu, karena masalah yang saya belum pahami kala itu.

Tetapi faktanya, mereka bersetia hanya pada satu pasangan. Sependek yang saya tahu, masing-masing dari mereka tak pernah hatinya mendua. Seribut apapun kejadian, tak butuh waktu lama untuk akur dan baikan. Pun ketika di situasi kesempitan, mereka erat bergandeng tangan.

Pernikahan kakek dan nenek dan pernikahan ayah dan ibu, terbukti hanya maut yang memisahkan. Setelah puluhan tahun hidup bersama, sampai dikaruniai cicit (anak dari cucu). Lagi-lagi saya menjadi saksi, betapa dalamnya rasa cinta nenek ke kakek, pun rasa cinta ibu ke ayah.

Sepeninggal kakek, nenek sangat kehilangan kala itu. Berbulan-bulan kesedihan itu melanda, badan nenek sampai kurus. Hingga suatu saat nenek bercerita ke ibu saya, berjumpa dengan kakek di mimpi dan nitip pesan. Setelahnya, sedih nenek seperti tertepiskan

Sikap serupa ditunjukkan ibu, yang seperti orang bingung setelah kepergian ayah. Beliau sangat khusyu (sampai mbrebes mili), ketika mendoakan almarhum suaminya. Rasa kehilangan yang sangat, berangsur menepis seiring berjalannya waktu.

-----

Meski nenek tipe keras kepala, sama sekali tak memalingkan hati kakek. Kakek yang petani dan tukang jagal (sapi dan kambing), disupport oleh istrinya. Keseharian nenek sebagai penjual daging kambing, kambing yang diternak dan disembeli oleh suaminya.

Sifat keras kepala itu menurun ke ibu, yang dinikahi ayah yang guru dengan pembawaan kalem. Ibu kerap tidak sabaran, diredam sifat ayah yang lebih banyak mengalah.

dokpri
dokpri

Kakek meninggal saat saya SMP, Nenek meninggal setelah cicit paling besar menikah. Ibu sekarang sudah sepuh (77 tahun) alhamdulillah sehat, ayah berpulang saat mbarep saya usia 6 bulan.

Karena Pernikahan Bukanlah Transaksional

Ada satu akun di instagram, yang lumayan kerap saya kepoin kontenya. Membahas tentang kehidupan suami istri, kemudian acuannya pada Quran dan sunnah. Saya kerap share dan save konten tersebut, karena inspiratif dan mengandung hikmah yang dalam.

Salah satunya adalah soal pernikahan, yang sejatinya bukan transaksional. Memberi insight pada saya, bahwa bagaimana suami istri sebaiknya berlaku. Dan kemudian meluruskan niat, tentang sikap suami ke istri dan sebaliknya.

dokpri
dokpri

Menurut isi dari konten ini, bahwa sebaiknya suami dan istri tidak saling menuntut. Artinya jika aku baik kepadamu, maka kamu harus baik kepadaku. Atau jika aku jahat kepadamu, maka kamu akan jahat kepadaku.

Akan tetapi pernikahan itu adalah, jika kami baik kepadaku maka pahalamu di sisi Alloh, jika aku baik kepadamu maka pahalaku di sisi Alloh. Karena dengan mindset seperti itu, membuat suami dan istri berharap ridho Alloh semata. Efek dari pola pikir demikian, menjadikan pernikahan yang diharapkan mendapatkan keberkahan dan mendapatkan kebaikan.

----

Mengikuti video dan membaca captionnya, saya jadi ingat pada kakek nenek dan ayah ibu. Mereka dengan piikiran polosnya, masing-masing tak saling menuntut. Meski nenek ataupun ibu keras kepala, kakek ataupun ayah menerima dengan kelapangan dada.

Sebaliknya ketika kakek atau ayah marah- marah, tak serta merta membuat nenek atau ibu merasa dinistakan. Konon yang penting hati itu tak mendua, bukanlah masalah serius bagi seorang perempuan.

Tugas setiap kita, adalah menjalani pernikahan sebaik-baiknya. Dengan cara terus mengilmui diri, agar terjadi upgrade keilmuan. Mengingat jalan berliku pernikahan, kadang sangat tak terduga. Sehingga kekompakan dan saling pegertian, bisa menjadi kunci menghadapi segala coba.

Maka ketika suami sadar tugasnya, demikian pula istri sadar perannya. Kemudian masing-masing saling support, tanpa ada maksud main salah-salahan. Niscaya sepelik apapun masalah, akan bisa dilewati bersama.

Karena pernikahan bukanlah transaksional.

"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah" An- Nahl 72.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun