Sebelum tahun 2016, saya pemilik perut buncit. Tidak saja menganggu saat pose foto, tetapi juga mengganjal untuk sholat. Yaitu pada duduk antara dua sujud, atau posisi duduk di tahiyat akhir. Rasanya tidak nyaman, karena duduknya tidak bisa jejek.
Ada saudara dekat yang buncitnya melebihi saya, yang tidak bisa duduk bersila. Karena paha dan perut beradu, kalau bersila tak bertahan lama. Kalau terpaksa duduk di lantai, biasanya bersandar dengan selonjoran kaki.
Soal perut buncit, saya punya cerita yang tak terlupakan seumur hidup. Suatu malam saya jatuh sakit (cukup parah), dan ini yang menjadi titik balik. Saya tersadarkan, bahwa tubuh gemuk ini menyimpan aneka penyakit.
Sepulang dari dokter, saya bertekad keras menerapkan gaya hidup sehat. Diet saya bukan sekadar ingin langsing, tetapi demi kesehatan. Kasihan istri dan anak-anak, kalau kepala keluarga ini tidak bekerja menjemput nafkah.
Mula-mula saya mengatur asupan, dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah. Lebih sering minum air putih, menyingkirkan minuman manis yang berwarna dan bersoda.
Untuk mengatasi perut buncit, saya mendapatkan tutorialnya di tv commuter line. Kalian anker (anak kereta) jalur green line (Tn Abang- Rangkasbitung), saya yakin tidak asing dengan tv ini. Ketika itu memutar konten, cara mengusir perut buncit berdurasi sekitar lima manit.
Sangat mudah mengingatnya, semudah mempraktekkan. Tetapi yang sulit, adalah bersikap konsisten serta tekun. Karena untuk hasil maksimal, tidak bisa diraih dalam waktu cepat. Ya, musuh terbesar kita adalah diri sendiri. Adalah ego meluap-luap, maunya mudah dan hasilnya instan.
Baru di minggu kedua, saya mersakan otot perut menjadi kencang. Tubuh lebih enteng, otomatis buncitnya perlahan hilang. Â Â
----