Mendekati hari H semakin sibuk, mengurus sewa tenda, katering dan perlengkapan bertugas. Malam sebelum pencoblosan berkumpul, gladi bersih teknis pelaksanaan.
Nah, pada hari pencoblosan, drama pemilu di TPS saya terjadi. Seru, gemes, membuat kesel, capek, tapi semua menjadi indah setelah dilewati. Mengenangnya, menerbitkan senyuman dan menjadi nostalgia tak terhapus ingatan.
Drama di Hari Pemungutahn Suara di TPS-ku
Hujan Deras,
Drama pemilu dimulai dari dini hari, ketika bangun tidur dan mendapati hujan deras. Kami sangat hapal kemungkinan terjadi, sungai dekat TPS bisa-bisa meluap airnya. Biasanya benar terjadi, kalau curah hujan yang tinggi dan lama.
Beruntungnya hujan mereda, sehingga kami bergegas ke TPS. Sesuai janji, jam setengah enam kami sudah di TPS. Mengingat ada perlengkapan musti disiapkan, seperti alat peraga, papan penghitungan suara, dan sebagainya.
TPS Basah Kuyup,
Efek hujan deras, maka air hujan tampias dan masuk ke dalam tenda. Meja kursi yang dibungkus rapi semalaman, pagi itu kainnya basah semua. Belum lagi air terus merembes, dari terpal yang dijadikan atap. Pasti butuh waktu lama, untuk mengeringkan kain basah. Upaya yang mustahil, mengingat hari itu tidak ada sinar matahari sama sekali.
Terpaksa satu persatu kain pembungkus dilepas, posisi meja kursi diatur ulang agar tidak terocoh. Bilik suara menjadi agak ke tengah, kotak suara dan kursi undangan menyesuaikan tempat. Semua dilakukan serba cepat, mengejar waktu dimulai pemungutan (jam 07.30 wib).
Mencocokan Jumlah Kertas Suara
Soal menghitung surat suara, bukan masalah yang sederhana. Setelah kotak suara dibuka, kami musti menghitung ulang, menyesuaikan dengan angka tertera di amplop cokelat. Satu surat suara saja terselip, kami musti mengulang dari awal.
Agar hitungan valid, kami mengajak saksi partai dan bawaslu membantu mengawasi penghitungan. Demi meminimalisir kesalahan, sekaligus menghemat waktu.